Sampul
Prof. Dr. H. Kadirun Yahya
MUTIARA Al-Qur’an dalam CAPITA SELECTA
AGAMA – METAFISIKA – ILMU EKSAKTA
Diutarakan dalam judul “Quo Vadis Umat Manusia dengan Ilmu Bedahnya?”,”Quo Vadis Seluruh Umat Manusia dengan Agamanya?” dan “Uraian Ringkas tentang Ayat Al-Qur’an: Nurun ‘ala nurin dan Wasilah”
Tanggal 15 Februari 1985
I. Buku ini khusus ditujukan kepada beliau-beliau yang di bawah ini:
- Para ahli tasauf
- Para ahli fisika dan ahli pikir lain-lainnya
- Mereka yang meriset dan mencari kebenaran
- Para ahli teknologi dan ahli eksakta lainnya (para dokter, insinyur, teknolog yang beriman dan bertaqwa)
- Para ulama yang berpandangan luas dan dalam
- Para negarawan, pimpinan angkatan bersenjata dan pimpinan masyarakat yang berilmu, beriman dan taqwa.
II. Isi buku ini dilarang untuk diamalkan sendiri-sendiri tanpa pimpinan Waliyam Mursyida, karena perjalanan yang ditempuh adalah sangat halus dan luas, penuh bahaya tersembunyi, yang tidak kalah mungkin dapat dilihat dan diukur oleh si pengamal, tanpa kontrol/pimpinan dari Waliyam Mursyida yang telah mendapat Brevet besar/Ijazah besar dari para ahli silsilah yang disyahkan.
III. Mereka yang bukan ahli tasauf, bukan ahli Ilmu eksakta, bukan ahli filsafat atau ahli pikir, dan ulama yang tidak berpandangan luas dan dalam, rasanya tidak mungkin dapat memberikan penilaian akan buku ini, karena tidak memiliki bahan secukupnya untuk itu.
Kata Pengantar Editor
Bismillahirrahmanirrahim
Buku Capita Selecta Jilid II¹ adalah salah satu karya besar dari Allahyarham Sayyidi Syaikh Prof.Dr.H. Kadirun Yahya, seorang Ulama Sufi yang Teknokrat, yang menjelaskan secara gamblang tentang hal-hal yang berkaitan dengan Tasauf Amali (Tarekat) yang sebelumnya sangat sulit untuk dapat dimengerti oleh para intelektual khususnya.
Editor tidak merubah isi tulisan dari Buku Capita Selecta II, editor hanya menulis ulang kembali termasuk menulis ayat Al-Qur’an maupun hadis dan memberikan catatan kaki menuliskan rawi hadis agar kita dapat lebih mudah memahaminya.
Saran dan kritikan dari pembaca sangatlah diharapkan untuk lebih mencapai sasaran yang diinginkan.
Medan, 28 Mei 2021
Wassalam,
Tim Dosen Metafisika
¹ Cetakan baru Capita Selecta Jilid I (gabungan Capita Selecta I lama dan Capita Selecta II lama). Capita Selecta Jilid II merupakan Capita Selecta Jilid III lama.
Pedoman Transliterasi Arab – Latin
Huruf Arab | Nama Huruf | Huruf Latin |
---|---|---|
ا | Alif | a |
ب | Ba | b |
ت | Ta | t |
ث | Tsa | ts |
ج | Jim | j |
ح | Ha | h |
خ | Kha | kh |
د | Dal | d |
ذ | Dzal | dz |
ر | Ra | r |
ز | Zai | z |
س | Sin | s |
ش | Syin | sy |
ص | Shad | sh |
ض | Dhad | dh |
ط | Tha | th |
ظ | Zha | zh |
ع | ‘Ain | ‘ (apostrof) |
غ | Ghain | gh |
ف | Fa | f |
ق | Qaf | q |
ك | Kaf | k |
ل | Lam | l |
م | Mim | m |
ن | Nun | n |
و | Waw | w |
ه | Ha’ | h |
ء | Hamzah | ‘ (apostrof) |
ي | Ya’ | y |
Maddah atau vokal panjang yang lambangnya berupa harkat huruf, transliterasinya berupa huruf dan tanda, yaitu:
Harkat dan huruf | Nama | Huruf dan tanda | Nama |
---|---|---|---|
ا | fathah dan alif | ā | a dan garis di atas |
ي | Kasrah dan ya | ī | i dan garis di atas |
و | Dhammah dan waw | ū | u dan garis di atas |
Contoh:
قَالَ : qala
قِيْلَ : qīla
يَقُولُ : yaqūlu
Daftar Isi
Hal. iii: Kata Pengantar Editor
Hal. iv: Pedoman Tranliterasi Arab – Latin
Hal. vi: Daftar Isi
Hal. viii: Riwayat Singkat Prof.Dr.Kadirun Yahya
Hal. ix: Sekapur Sirih (Seruan dari LIMTI)
Hal. xviii: Kata Pengantar
Hal. xxii: Lembaga Ilmiah Metafisika Tasauf Islam
Hal. 1: Kata Pembukaan
Hal. 6: Hendak Kemanakah Umat Islam dengan Ilmu Bedahnya?
Hal. 42: Quo Vadis Seluruh Umat Manusia dengan Segala Syiar Agamanya
Hal. 53: Uraian Ringkas Tentang Nurun ‘ala nurin
Hal. 66: Sekelumit Komentar Tentang Tasauf & Sufi Berdampingan dengan Teknologi Modern, Sekelumit Perbedaan antara Ilmu Tasauf Dibandingkan dengan Aliran Kepercayaan Dunia Timur dan Barat
Hal. 80: Sekelumit Tentang Perbedaan antara Ilmu Tasauf (Agama Islam dalam Ilmu Kerohaniannya) dibanding dengan Aliran Kepercayaan Dunia Timur dan Barat (termasuk Hypnotisme, Spiritisme, Telephatie, Somnambulisme, Telekinese, Mediumship dan Lain-Lain)
Hal. 85: Penutup
Suppletoir I
Hal. 89: Kelebihan-kelebihan/Kekeramatan sebagai Kurnia Allah bagi ahli Dzikrullah
Suppletoir II
Hal. 126: Penjelasan tentang Wasilah
Hal. 160: Kata Penutup
Hal. 162: Daftar Kepustakaan
Lampiran I
Hal. 166: Kesimpulan Simposium Mengamankan Sila Ketuhanan YME
Lampiran II
Hal. 173: Antara Tarekat yang Sesat dan Tarekat yang Hak
Riwayat Singkat Prof. Dr. Kadirun Yahya
(Penasehat Ahli Menteri Negara KESRA RI, 31 tahun dinas).
- Rektor Universitas Pembangunan Panca Budi Medan.
- Guru Besar dalam Ilmu Fisafat Kerohanian dan Metafisika pada beberapa Universitas Negeri dan Swasta di tanah air dan luar negeri.
- Sarjana Fisika-Kimia (mengajar Fisika-Kimia ± 30 tahun).
- Anggota Team Konsultasi Agama-Agama Seluruh Indonesia seksi: Ilmiah/Ketua Cabang Sumatera (sejak tahun 1962).
- Anggota Dewan Kurator Universitas Sumatera Utara (1965-1970).
- Anggota International League Religion & Science Florence, Italy-New Delhi, India (1960-1981).
- Ahli sufi/tasauf sejak tahun 1950.
- Penasehat pada beberapa Lembaga, Yayasan dalam dan luar negeri.
- Angkatan 1945.
- Anggota Majelis Penasehat Pusat Persatuan Tarbiyah Islamiyah/Ketua Majelis Penasehat Daerah Sumatera Utara Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Keluarga Besar Golongan Karya).
- Chairman dari Lembaga Ilmiah Metafisika Tasauf Islam (LIMTI).
- Ketua Penanggulangan Bahaya Narkotika di seluruh Indonesia (vide SK U.P.D.M No. 78/K/Ys.U.P.D.M/V/74, bekerjasama dengan Pihak Kepolisian RI dan Kejaksaan Agung).
Sekapur Sirih
SERUAN DARI LEMBAGA DUNIA: LEMBAGA ILMIAH METAFISIKA
TASAUF ISLAM (LIMTI)
Bismilãlhirrahmanirrahīm.
Kita sangat bersyukur ke hadirat Allah SWT. atas terbitnya Buku Cap ita Selecta jilid II² ini, yang berisikan butir-butir mutiara Alqur an yang maha bernilai, yang diuraikan atas dasar agama, metafisik a dan ilmu eksakta yang disponsori oleh suatu lembaga dunia yaitu Lembaga Ilmiah Metafisika Tasauf Islam, dengan kependekan “LIMTI”.
² Cetakan lama Capita Selecta III
Buku Capita Selecta II ini diuraikan selengkapnya oleh “Yang terhormat Bapak Prof. Dr. Haji Saidi Syekh Kadirun Yahya Muhammad Amin”, Rektor Universitas Pembangunan Panca Budi Medan, seorang guru besar dalam ilmu fisika-kimia dan sekaligus juga guru besar dalam ilmu tasauf Islam, yang mengupas ilmu tasauf dan thariqat dalam Islam secara ilmiah eksakta dan sesuai dengan teknologi modern.
Di dalam Buku Capita Selecta jilid II ini, untuk pertama kalinya di dunia diungkapkan dengan jelas, akan kehebatan- kehebatan teknologi yang terkandung dalam Al-Qur’anul Karim, yang termasuk dalam bidang Ilmu tasauf dan thariqatnya, sehingga ben ar-benar dapat meyakinkan seluruh dunia, bahwa Al-Qur’anul Karim be nar-benar adalah maha tinggi, maha agung maha dahsyat, maha sempurna, karena Al-Qur’an bukan saja mampu mengatur hidup dan kehidupan manusia dengan sangat sempurna mulai dari dunia sampai ke akhirat, tetapi juga menunjukkan bahwa dalam Al-Qur’anul Karim tersimpan, tersembunyi tenaga maha dahsyat yang maha agung yang tak dapat ditentang oleh segala apa saja pun, di dunia dan di akhirat.
Di dalam Capita Selecta II ini diungkapkan juga cara pelaksanaan tekniknya, bagaimana insan itu dapat menghubungkan dirinya dengan Tuhannya, yang sekaligus merupakan terbukanya komunikasi antara sang insan dengan sumber kekuatan maha dahsyat daripada segala energi yang ada di bumi dan di langit untuk segala macam kemenangan dalam hidup dan kehidupan manusia lahir batin dunia dan akhirat.
Dalam Capita Selecta II ini ditunjukkan pula dengan jelas bahwa selama berabad-abad lamanya kaum Muslimin sangat menderita aniaya dan lumpuh, berpecah belah karena ulah dan liciknya para orientalis Barat yang telah menyelidiki sedalam- dalamnya dan menemukan bahwa energi yang terpendam dalam Al-Qur’anul Karim tersimpan, tersembunyi di dalam ilmu tasaufnya dengan ilmu thariqatnya, sebagai lapisan sebelah dalam daripada Al-Qur’anul Karim.
Orientalis Barat, yang pada masa silam sudah jauh lebih pintar dan berilmu lebih dalam daripada orang-orang Islam di Timur dan di Barat, termasuk di Malaysia dan di indonesia, telah menemukan rahasianya di mana tersimpannya energi yang sangat hebat daripada Al-Qur’anul Karim itu, dan ternyata energi hebat tersebut tersimpan di dalam ilmu tasauf dan thariqatnya.
Para orientalis Barat telah menyelidiki akan tenaga rahasia ini sedalam-dalamnya dan mereka telah sadar, bahwa kaum Muslimin tidak akan mungkin dapat dikalahkan oleh siapapun, jika pelajaran-pelajaran dan pengamalan ilmu tasauf dan thariqat berkembang dengan suburnya, karena dalam thariqat terkandung metode cara pelaksanaan teknik, untuk menyalurkan energi dahsyat dari Al-Qur’an.
Maka oleh sebab itu mereka berusaha mengaburkan ilmu tasauf dan thariqat yang begitu halus dan tinggi ilmunya, yang hanya dapat dijelaskan dengan ilmu teknologi tinggi pula yang tidak dimiliki kaum Muslimin ini pada waktu itu. Mereka kemudian mengisukan ilmu tasauf palsu dan inilah yang dimasukkan mereka ke dalam pusat-pusat kebudayaan Islam di Timur Tengah, sehingga thariqat-thariqat palsu itu bertebaran ke seluruh dunia, dan terbitlah masa khilafiah yang sangat fatal antara pemeluk Islam dengan pemeluk Islam, sehingga melumpuhkan kekuatan dan kesatuan Islam yang sangat sangat bernilai itu.
Orientalis Barat telah berhasil memecah-belah kekuatan dan kesatuan Islam melalui ilmu tasauf dan thariqat palsu, yang tidak dapat dibedakan mana yang haq mana yang palsu, sebelum kita menguasai ilmu teknologi tinggi.
Syukur Alhamdulillah dalam zaman mutakhir ini, dalam abad atom, nukllir dan antariksa ini, kita telah mampu menguraikan ilmu thariqat yang begitu halus dan tinggi, serta dalam sekali, yang hanya dapat diuraikan dengan ayat-ayat yang agung dan tinggi pula serta didukung oleh Al-Hadis. Hadis Qudsi yang dalam, dan mutlak perlu pula didukung oleh ayat-ayat Tuhan yang tertulis dalam alam yang luas ini yang dimasyhurkan dengan ilmu eksakta (QS. Yusuf ayat 105; An-nur ayat 35; Al-Hasyr ayat 21; Ar-Ra’ad ayat 31); barulah dapat dengan jelas kelihatan di mana thariqat yang palsu, dan mana thariqat yang haq, karena bagaimanapun thariqat adalah Firman Tuhan dalam Al-Qur’anul Karim, yang merupakan suatu metodologi bagaimana caranya menggali energi yang maha dahsyat daripada metafisik Al-Qur’an.
Syukur pada Allah SWT, di negeri Turki dewasa ini, Universitas Constantinopel telah pula mengungkapkan akan thariqat-thariqat palsu itu dan pada saat ini, dengan jayanya, pada Universitas Turki telah puta diajarkan ilmu-ilmu tasauf dan thariqat yang haq, dengan gilang-gemilang begitu juga pada Mass Media Al Arqam Januari tahun 1985 di Malaysia telah pula diungkapkan bahwa selama ini Al Islam dikacau-balaukan dengan thariqat-thariqat palsu yang diisyukan oleh Para Orientalis Barat (lihat di belakang pada lampiran buku ini). Dan di Indonesia untuk pertama kalinya di dunia secara sangat ilmiah diuraikan ilmu tasauf dan ilmu thariqat atas dasar ilmu eksakta dan teknotogi modern, yang tak mungkin dapat disangkal oleh dunia ilmiah di seluruh dunia ini.
Prof. Dr. Haji Saidi Syekh Kadirun Yahya tersebut di atas telah meriset akan hal ini selama ± 40 tahun lamanya dengan seksama, atas dasar Al-Qur’an dan Al-Hadits, didukung oleh ilmu eksakta, terhadap jutaan manusia dalam segala macam kasus kehidupan yang sangat sulit dan rumit dan ternyata selalu terbukti, dalam waktu yang sesingkat-singkatnya, yang tidak mungkin masuk dalam akal manusia biasa, dapat diselesaikan secara tuntas dan gilang-gemilang. Semua kasus dimusnahkan habis dengan kekuatan “Kalimah Allah” yang disalurkan dari Metafisika Al-Qur’an melalui metodologi thariqatullah.
Kanker, leukemia, narkotika, setan, iblis, bencana alam, gempa bumi, bencana gunung berapi galunggung, banjir, huru-hara, ancaman bahaya perang (Sabah Malaysia), bahaya angin topan, bahaya laut yang mengamuk di lautan Nias, benteng bergerak/hidup dalam peperangan (Timor Timur), sebutkanlah apa saja, semua itu bukanlah soal besar, tetapi hanya merupakan soal kecil saja bagi kekuatan maha dahsyat dari “Kalimah Allah” yang Maha Perkasa yang disalurkan dari kekuatan maha dahsyat dari metafisik Al-Qur’an dengan “Metodologi Thariqatullah”.
Semua kasus tersebut di atas mempunyai data yang otentik, yang tiap hari dicatat oleh para sarjana pada Universitas Pembangunan Panca Budi Medan. Selalu saja ternyata dan terbukti tiap detik, kapan saja dan di mana saja, akan Ke-Maha-Benaran dari firman Allah dan sabda Rasulullah, bahwa kalimah Allah adalah Maha-segala-kurnia untuk para khalifah Allah yang Mukmin, yang beriman dan yang taqwa dan yang telah menemukan wasilah kepadaNya (QS. Al-Maidah ayat 35). (Tentang Wasilah lihat halaman 129 Buku ini).
Di sini mulailah terbuka lembaran baru yang gilang-gemilang bagi dunia Islam, dengan akan timbulnya kembali kesatuan dan persatuan paham, yang menerbitkan silaturrahim yang maha kuat, dan akan hilang lenyaplah dengan sendirinya thariqat-thariqat palsu itu semuanya.
Dan aliran-aliran kebatinan yang salah, pasti akan kembali kepada jalan yang benar yaitu ke dalam Al-Qur’anul Karim dan Al Hadis, didukung oleh teknologi modern yang tidak dapat disangkal oleh dunia ilmiah di seluruh dunia.
Itulah sebabnya Buku Capita Selecta jilid II ini, adalah maha penting untuk dibaca oleh seluruh kaum Muslimin dan Muslimat yang taqwa dan ber-iman yang mempunyai pikiran dan ilmu yang dalam, kiranya dapat menganalisa dan mengamalkannya demi kebangkitan kedahsyatan Al Islam kembali di akhir zaman ini di dalam kurun 15 yang maha dahsyat ini, sehingga kaum Muslimin dapat menuju pada kemenangan yang gilang-gemilang dari dunia sampai ke akhirat.
Energi yang tersimpan tersembunyi dalam Al-Qur’an yang selama berabad-abad lamanya tak mampu dikeluarkan oleh kaum Muslimin di dunia karena tidak mengetahui dan menguasai ilmu metodologi teknologinya selama ini, akan keluar dengan dahsyatnya untuk membuat orang Mukmin itu menjadi Khalifah Allah dan Khalifah Rasulullah yang sebenarnya di atas bumi, yang akan mampu memegang kekuatan dan kekuasaan sebagai “Insan- Insan Kamil” yang budiman, penuh welas asih yang membimbing ummat manusia di dunia ini ke arah kesejahteraan hidup dunia akhirat (baldātun thayyibatun warabbun ghafūr).
Para khalifah Allah inilah sebagai teknokrat-teknokrat metafisik Al-Qur’an dan sebagai aparat Allah SWT, mereka inilah jika diperlukan yang akan mampu mengeluarkan dan menyalurkan energi maha dahsyat dari metafisik Al-Qur’an yang mengandung getaran-getaran maha ultra-sonoor yang tak dapat diukur akan hebatnya energinya. Hanya inilah yang mampu menghadapi dan memusnahkan tenaga dahsyat dari atom dan nuklir yang berada di negara-negara super-power pada zaman mutakhir ini.
Kami serukan pada seluruh dunia Islam untuk mempelajari dengan seksama “Kitab” ini dan menelaahnya sedalam-dalamnya dan jika perlu sesegera mungkin membawanya ke-forum seminar internasional)³ untuk diambil kesimpulan-kesimpulan yang dahsyat, agar supaya dalam dunia Islam yang selama ini meninggalkan ilmu tasauf dan thariqatnya, dihidupkan kembali dan diamalkan demi kemenangan kaum Muslimin di seluruh dunia demi kemenangan kaum beragama di seluruh jagad ini dan demi kebesaran dan keagungan “Kalimatullāhi hiyal ulya”.
³Jangan lupa mengundang para ahli tasauf, para ahli pikir yang rasional, para ahli teknologi karena persoalannya jelas tasauf dan thariqat bergandengan tangan dengan ilmu teknologi modern, sama sekali bukan soal fikih semata-mata, tetapi pasti tidak melanggar hukum fikih, bahkan tasauf dan thariqat wajib berdiri atas dasar syarial Islam dan Aqidah Islam yang murni.
Kalau hal tersehut di atas tidak selekas mungkin dilaksanakan, kami benar-benar khawatir bahwa kekalahan dunia Islam akan berlarut terus dan bencana malapetaka yang mengerikan akhirnya pasti menghancurkan dunia Islam seluruhnya.
Kita harus sadar sedalam-dalamnya bahwa kita tidak lagi memiliki dan mewarisi kekeramatan dan kedahsyatan Al-Qur’an karena kita tidak mengetahui lagi metodologinya bagaimana caranya untuk menggali kedahsyatan tenaga metafisik Al-Qur’an yang jika perlu mampu melebur jagad ini, karena justtru metodologi cara pelaksanaan teknisnya tersimpan tersembunyi dalam ilmu tasauf dan thariqatullah yang harus dilaksanakan, diamalkan dengan rukun dan syarat yang sekhalis-khalisnya.
Dengan metodologi thariqatullah yang haq barulah mungkin dapat dijuluk turun kurnia Allah yang Maha Besar, barulah dapat dikeluarkan dan disalurkan tenaga dahsyat metafisik Al-Qur’an dengan berkepala atom kalimah Allah yang maha dahsyat yang tiada tenaga apa pun antara bumi dan langit mampu menyambut/menahannya (QS. Al-Hasyr ayat 21 dan Ar-Ra’d ayat 31), termasuk bom atom dan bom nuklir dari negara superpower yang diandalkan dan ditakuti oleh seluruh jagad ini.
Kaum Muslimin di seluruh dunia harus sadar bahwa di dalam Al-Qur’an/di dalam kalimah Allah tersimpan rahmat yang tak habis-habisnya, rezeki yang tak kering-keringnya, senjata-senjata maha dahsyat yang tak terkalahkan, kayu di dunia yang dipakai sebagai penanya habis tujuh buah lautan yang dipakai sebagai dawatnya kekayaan kalimah Allah masih belum habis-habisnya. (QS. Lukman ayat 27).
Oleh karena itu kaum Muslimin dan Muslimat di dunia yang kami kasihi, janganlah lekas merasa puas diri dengan ilmu Islam yang ada pada kita, itu hanya baru merupakan sekelumit kecil saja dari rahmat Allah SWT yang tiada batasnya.
Ayat Al-Qur’an:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءٰامَنُو ادْخُلُوا فِى السِّلْمِ كَافَّةٌ
Yā ayyuhalladzīna āmanudkhul fis-silmi kāffah
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu dalam Islam itu secara keseluruhan”. (QS. Al-Baqarah ayat 208).
Segala puji dan puja bagi Allah seru sekalian alam.
Sekianlah Seruan dari “LIMTI”.
Semoga lembaran baru, suara baru, dunia baru, episode baru, yang membawa zaman cemerlang segera berada di ambang pintu rumah tangga kaum Muslimin di seluruh dunia, dibawa oleh kebesaran kalimah Allah dengan metode thariqatullah yang haq.
Kami akhiri “Sekapur Sirih” ini dengan mengucapkan:
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
Kata Pengantar
Perkembangan ilmiah pada masa akhir-akhir ini telah bergerak sedemikian jauh, hingga sampai pada batas menjelajahi bidang-bidang yang selama berabad-abad sebelumnya, belum sampai dijamah. Bidang-bidang keilmuan telah mulai memasuki hingga sampai pada batas-batas keilmuan alam fisika, dan mulai bidang-bidang parapsikologi dan lain-lain. Sebagaimana terlihat dalam ilmu fisika, tentang teori medan gabungan dari Einstein dan azas-azas ketidaktentuan Heisen Berg serta ilmu-ilmu parapsikologi dan ilmu kosmologi.
Ilmiah sekarang mulai menjamah bidang-bidang batas keilmuan antara ilmiah filsafat dan agama dan pada umumnya ilmiah mulai kelihatan gagal dalam missionnya, bila menghadapi masalah-masalah tersebut di atas, karena sebetulnya hakikat tertinggi dari wujud alam ini harus ditembus melalui ilmu-ilmu agama (khususnya dalam bidang tasaufnya) bersama-sama dengan ilmu teknologi modern yang halus dan tinggi, sebagaimana terlihat dalam kuliah-kuliah/uraian-uraian bapak Prof. Dr. H. S.S. Kadirun Yahya M.A, Rektor Universitas Pembangunan Panca Budi di Medan, seorang ahli dalam ilmu fisika-kimia, sekaligus pula guru besar dalam ilmu tasauf dan sufi (seorang sayyidi syaikh, yang benar-benar ahli dalam ilmu teori dan prakteknya) yang kesimpulannya ialah: Belief in God is no longer mere a believe, but it has become a science of the highest dimension.
“Kepercayaan pada Tuhan, bukan lagi merupakan kepercayaan semata-mata, tetapi kepercayaan telah bertukar wujud menjadi ilmiah yang setinggi-tinggi dimensinya.”
Sesuai dengan beberapa ungkapan berikut:
Al Islāmu ‘ilmiyyun wa amaliyyun
الْإِسْلَامُ عِلْمِي وَ عَمَلِيٌّ
“Islam adalah ilmiah dan amaliah”⁴
⁴ Ungkapan yang dipopulerkan Prof. Dr. H. Kadirun Yahya
Al islāmu ya’lū wa lā yu’la ‘alaihi
الْإِسْلَاُم يَعْلُوْا وَلَا يُعْلَى عَلَيْهِ
“Islam itu sangat tinggi (ilmiahnya dan amaliahnya) tiada yang dapat melebihinya / mengalahkannya (ilmiahnya dan amaliahnya tak ada taranya = ∞)” (HR Ruyani)⁵
⁵ Abū Bakr Muhammad bin Hārūn ar Rūyānī, Musnad Ar Rūyānī (Cairo: Muasasah Qurthubah, 1995), Jilid II, hal.38
Dengan demikian, kepercayaan telah menjadi keyakinan yang sangat ilmiah, sehingga iman dan taqwa menjadi maha kuat. Dan kepercayaan dogmatik pasti akan hilang lenyap khilafiah pasti akan musnah habis. Dengan sendirinya kesatuan paham dapat terwujud dengan gemilang. Yang melahirkan kesempurnaan hablumminannās dan kemurnian hablumminallāh. Ayat-ayat Al-Qur’an yang mutasyabihat akan dapat diungkapkan maknanya yang sebenar-benarnya. Segala aliran kebatinan yang tidak menentu dan menyesatkan, yang selama ini oleh agama-agama yang diakui, tidak mampu membendungnya, pasti akan lebur dengan sendirinya. Dan semuanya ini berarti: kemenangan yang tiada taranya, khususnya bagi seluruh kaum Muslimin di dunia, umumnya kemenangan bagi seluruh umat beramat di seluruh dunia. Teristimewa kemenangan terhadap atheisme, syirik-isme, kafir-isme dan lain-lain sebagainya, kemenangan secara zahir dan batin dan teknologis. Segala puja dan puji bagi Allah SWT seru sekalian alam.
LIMTI adalah sebuah lembaga ilmiah yang bergerak untuk membuktikan kenyataan-kenyataan di atas, lewat pembahasan-pembahasan yang sangat ilmiah dan pengalaman-pengalaman yang empiris, serta pembuktian metafisika secara ilmu eksakta.
Buku ilmiah berikut ini, yang kami anggap sangat tinggi nilainya, juga menunjukkan jalan keluarnya terhadap pemecahan persoalan-persoalan yang sangat pelik yang dihadapi dunia Internasional serta perikemanusiaan dalam zaman mutakhir dewasa ini, kami beri nama: Mutiara Al-Qur’an dalam Capita Selecta II Tentang: Agama – Metafisika – Ilmu Eksakta.
Sebagai lanjutan dari pada Capita Selecta Jilid I dan Capita Selecta Jilid II,⁶ gubahan dari yang sangat kami hormati Bapak Prof. Dr. H. Kadirun Yahya, yang kedua-duanya juga mempunyai nilai yang sangat tinggi, dalam membina agama dan kemanusiaan sepanjang masa.
⁶ Cetakan baru Capita Selecta I dan Capita Selecta II digabungkan.
Sumbangsih LIMTI ini, selain untuk tujuan yang tersebut di atas, khususnya pula adalah dalam rangka upayanya, untuk menegakkan tauhid yang sebenarnya di bumi persada Indonesia, membela panji-panji kebesaran kalimatullahi hiyal ulya, demi terciptanya manusia pembangunan seutuhnya, sebagai sumbangsihnya terhadap negara Republik Indonesia yang kita cintai, yang berdasarkan azas tunggal Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945.
Akhirulkalam LIMTI mengucapkan terima kasih atas sumbangan dan buah pikiran dalam tulisan ini kepada Dr. S. Soewandi Fics, semoga amal baktinya diterima Allah SWT. Sekianlah prakata ala kadarnya dari risalah “sakral” yang sangat bernilai ini, semoga kita semuanya mendapat Taufik dan Hidayah dari Allah SWT. Amin.
Medan, 15 Februari 1985
Wassalam dari kami,
LEMBAGA ILMIAH METAFISIKA TASAUF ISLAM (LIMTI)
Lembaga Ilmiah Metafisika Tasauf Islam (LIMTI)
- Prof. Dr. Haji Sayyidi Syech Kadirun Yahya Chairman
- Drs.Haji M. Jafar Ali SH Direktur I
- Drs. Haji Achmad Mudjib Direktur II
- Dr. Haji S. Soewandi Fics Direktur III
- Drs.Haji Iskandar Zulkarnain, SH Staf Ahli
- Drs. Haji A. Khalik Fajduani, SH Staf Ahli
- Drs. Haji Syahril Malik Perwakilan Jakarta / seluruh Jawa
- Kiyai Zarkasyi Staf Ahli, Jakarta
- Kiyai Muchtar Ghazali Staf Ahli, Jakarta
- Kiyai Haji A. Wahid Staf Ahli, Jakarta
- Drs. Hanna Djumhana Bustamam Staf Ahli, Jakarta
- Ir. Abdurrachman Mustazir Staf Ahli, Jakarta
Lembaga Ilmiah Metafisika Tasauf Islam (LIMTI)
Motto:
- Al Islam adalah agama ilmiah dan amaliah.
- Namun LIMTI tidak mengilmiahkan Tuhan, LIMTI hanya mengilmiahkan apa-apa yang diciptakan-Nya. Sesuai dengan Hadis Nabi ﷺ:
تفكروا في خلق الله ، ولا تفكروا في الله
Tafakkarū fi khalqillāhi, wa lā tafakkarū fillāh
“Berfikirlah kamu tentang apa yang diciptakan Allah dan jangan berpikir tentang zat Allah.” (HR Abu Nu’aim)⁷
⁷ Ismāʿīl bin Muḥammad al ʿAjlūnī, Kasyful Khafāʾ wa Muzīlul ilbās, (Beirut: Dār Ihyāʾ at Turats al ʿArabī, 1351), jild I, cet. 2, hal. 311
a) LIMTI tidak mengumpamakan Tuhan dengan sesuatu apapun, LIMTI hanya menunjukkan, perumpamaan-perumpamaan yang ada di alam fisik, yang menunjukkan kebesaran-kebesaran Allah SWT di alam metafisik. Sesuai dengan firman Allah:
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
laisa kamitslihī syaī`un, wa huwas-samī’ul-bashīr
Tak ada suatu pun yang menyerupai-Nya, Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (QS Asy-Syura: 11)
b)
وَيَضْرِبُ اللَّهُ الْأَمْثَالَ لِلنَّاسِ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
wa yadhribullāhul-amtsāla lin-nās, wallāhu bikulli syai`in ‘alīm
“Allah menunjukkan beberapa perumpamaan untuk manusia, Allah Maha Mengetahui tiap-tiap sesuatu”. (QS An-Nur: 35)
Surat Yusuf ayat 105:
وَكَأَيِّن مِّنْ ءَايَةٍ فِي السَّمَوَتِ وَالْأَرْضِ يَمُرُّونَ عَلَيْهَا وَهُمْ عَنْهَا مُعْرِضُونَ
Wa ka`ayyim min āyatin fis-samāwāti wal-ardhi yamurrūna ‘alaihā wa hum ‘an-hā mu’ridhūn
“Beberapa banyaknya ayat-ayat (tanda-tanda Allah) di langit dan di bumi, sedangkan mereka melewatinya, tetapi mereka berpaling dari pada-Nya.”
- LIMTI tidak mempersoalkan hal-hal yang bersangkutan dengan rukun iman, rukun Islam, aqidah Islam dan ilmu tauhid, semua tidak diganggu gugat barang satu zarah pun, karena semua itu settled dengan sempurna oleh Allah SWT.
- LIMTI adalah salah satu lembaga yang berfungsi sebagai Bhayangkara Islam dan yang bertekad menjadi pahlawan Islam terhadap kafir-isme, syirik-isme dan lain-lain, atas dasar Al-Qur’an, Al-Hadits dan ilmu eksakta.
- LIMTI merupakan terompet yang mengumandangkan kemenangan Allslam dan menunjukkan adanya energi yang maha dahsyat yang selama ini tersimpan, terpendam dan tersembunyi di dalam metafisik Al-Qur’an dan Al-Hadits, dan menunjukkan cara mengeluarkannya, energi mana bukan saja mampu membentengi diri ummat Islam, tetapi juga mampu menghadapi segala macam senjata mutakhir apa saja pun dan dari mana saja pun di akhir zaman.
- LIMTI adalah terompet dari Fakultas Ilmu Metafisika (atas dasar Ilmu Eksakta) dari Universitas Pembangunan Panca Budi yang merupakan hanya satu-satunya badan Ilmiah di dunia yang menggali secara sangat Ilmiah isi teknologi Al-Qur’an dan Al-Hadits untuk dapat dimanfaatkan bagi kemenangan zahir batin ummat beragama di akhir zaman demi kebesaran Kalimatullahi hiyalulya.
Quo Vadis Ummat Manusia dengan Ilmu Bedahnya? Dan Quo Vadis Seluruh Ummat Manusia dengan Agamanya?
Kata Pembukaan
Al-Qur’an Surat An-Nur ayat 35 – 42:
اللَّهُ نُورُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ، مَثَلُ نُورِهِ كَمِشْكَاةٍ فِيهَا مِصْبَاحٌ، الْمِصْبَاحُ فِي زُجَاجَةٍ، الزُّجَاجَةُ كَأَنَّهَا كَوْكَبٌ دُرِّيٌّ يُوقَدُ مِن شَجَرَةٍ مُّبَارَكَةٍ زَيْتُونَةٍ لَا شَرْقِيَّةٍ وَلَا غَرْبِيَّةٍ، يَكَادُ زَيْتُهَا يُضِيءُ وَلَوْ لَمْ تَمْسَسْهُ نَارٌ، نُّورٌ عَلَى نُورٍ، يَهْدِي اللَّهُ لِنُورِهِ مَن يَشَاءُ، وَيَضْرِبُ اللَّهُ الْأَمْثَالَ لِلنَّاسِ، وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
Allah nūrus-samāwāti wal-ardh, matsalu nūrihi kamisykātin fihā mishbāḥ, al-mishbāḥ fi zujājah, az-zujājatu ka-annahā kaukabun durriyyuy yūqadu min syajaratim mubārakatin zaitunatil lā syarqiyyatiw wa lā gharbiyyatiy yakādu zaituhā yudhī-u walau lam tamsas-hu nār, nurun ‘alā nūr, yahdillāhu linūrihī may yasya, wa yadhribullāhul-amtsāla lin-nās, wallāhu bikulli syai-in ‘alīm
- “Allah (memberi) nur (cahaya) langit dan bumi. Umpama cahayaNya, seperti sebuah lubang di dinding rumah, di dalamnya ada pelita. Pelita itu di dalam gelas. Gelas itu seperti bintang yang berkilau-kilauan. Pelita itu dinyalakan dengan minyak pohon yang diberkati, yaitu minyak zaitun yang (tumbuh) bukan di Timur dan bukan pula di Barat, minyak itu hampir bercahaya dengan sendirinya, meskipun tiada disentuh api. Cahaya berdampingan dengan cahaya. Allah menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya kepada cahaya-Nya itu. Allah menunjukkan beberapa contoh untuk manusia. Allah Maha Mengetahui tiap-tiap sesuatu.”
فِي بُيُوتٍ أَذِنَ اللَّهُ أَن تُرْفَعَ وَيُذْكَرَ فِيهَا اسْمُهُ يُسَبِّحُ لَهُ فِيهَا بِالْغُدُوِّ وَالْآصَالِ
Fi buyutin adzinallāhu an turfa’a wa yudzkara fihasmuhū yusabbihu lahū fihā bil-ghuduwwi wal-āshāl
- “Pelita itu dalam rumah (mesjid) yang telah diizinkan Allah menghormatinya dan menyebut nama-Nya dalam rumah (mesjid = rumah Allah) itu, serta bertasbih di dalamnya pagi dan petang.”
رِجَالٌ لَّا تُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلَا بَيْعٌ عَن ذِكْرِ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَا الزَّكَوٰةِ يَخَافُونَ يَوْمًا تَتَقَلَّبُ فِيهِ الْقُلُوبُ وَالْأَبْصَرُ
Rijālul lā tul-hīhim tijāratuw wa lā bai’un ‘an dzikrillāhi wa iqāmish-shalāti wa ītā iz-zakāti yakhāfūna yauman tataqallabu fihil qulūbu wal-abshār
- “Beberapa orang laki-laki yang tidak lalai karena perniagaan dan tiada pula karena berjual beli dari mengingat Allah dan mendirikan sembahyang serta memberikan zakat, mereka takut akan hari yang berguncang segala hati dan pemandangan di waktu itu.”
لِيَجْزِيَهُمُ اللَّهُ أَحْسَنَ مَا عَمِلُوا وَيَزِيدَهُم مِّن فَضْلِهِ وَاللَّهُ يَرْزُقُ مَن يَشَاءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ
Liyajziyahumullāhu ahsana mā ‘amilū wa yazīdahum min fadhlih, wallāhu yarzuqu may yasyā’u bighairi hisāb
- “Supaya Allah membalasi mereka dengan yang terlebih baik dari amalan mereka dan menambah kurnia untuk mereka. Allah memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya dengan tiada terhisab (tak terhingga).”
وَالَّذِينَ كَفَرُوا أَعْمَالُهُمْ كَسَرَابِ بِقِيعَةٍ يَحْسَبُهُ الظَّمْانُ مَاءً حَتَّى إِذَا جَاءَهُ لَمْ يَجِدْهُ شَيْئًا وَوَجَدَ اللَّهَ عِندَهُ فَوَفَّنَهُ حِسَابَهُ وَاللَّهُ سَرِيعُ الْحِسَابِ
Walladzīna kafarū a’māluhum kasarābim biqī’atiy yahsabuhuzh-zhamānu mā
ā, hattā idzā jāahū lam yajid-hu syai
aw wa wajadallāha ‘indahū fa waffāhu hisābah, wallāhu sarī’ul hisāb
- “Orang-orang yang kafir, amalan mereka itu seperti bayangan panas di padang pasir. Orang yang haus mengira bahwa itu adalah air. Sehingga apabila ia sampai ke tempat itu, ia tiada mendapati suatu apa pun dan dia tiada mendapati rahmat Allah di sisi amalannya. Lalu Allah menyempurnakan perhitungannya. Allah amat cepat perhitungan-Nya.”
أَوْ كَظُلُمَاتٍ فِي بَحْرٍ لُجِّيٍّ يَغْشَاهُ مَوْجٌ مِّن فَوْقِهِ مَوْجٌ مِّن فَوْقِهِ سَحَابٌ، ظُلُمَاتٌ بَعْضُهَا فَوْقَ بَعْضٍ، إِذَا أَخْرَجَ يَدَهُ لَمْ يَكَدْ يَرَاهَا، وَمَن لَّمْ يَجْعَلِ اللَّهُ لَهُ نُورًا فَمَا لَهُ مِن نُّورٍ.
Au kazhulumātin fī bahril lujjiyyiy yaghsyāhu maujun min fauqihī maujun min fauqihī saḥāb, zhulumātum ba‘ḍuhā fauqa ba‘ḍ, idzā akhraja yadahū lam yakad yarāhā, wa mal lam yaj‘alillāhu lahū nūran fa mā lahū min nūr.
- Atau amalan mereka seperti gelap gulita di tengah-tengah laut yang dalam dilamun ombak, di atas ombak itu ada ombak pula, di atasnya ada awan. Gelap-gulita bercampur gelap-gulita. Apabila seseorang mengeluarkan tangannya, hampir ia tiada dapat melihatnya. Barang siapa yang tiada diberi Allah cahaya, maka tidak adalah cahaya untuknya.
أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ يُسَبِّحُ لَهُ مَن فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَالطَّيْرُ صَافَّاتٍ كُلٌّ قَدْ عَلِمَ صَلَاتَهُ وَتَسْبِيحَهُ وَاللَّهُ عَلِيمٌ بِمَا يَفْعَلُونَ
A lam tara annallāha yusabbiḥu lahu man fis-samāwāti wal-arḍi wath-ṭayru ṣāffātin, kullun qad ‘alima ṣalātahu wa tasbīḥah, wallāhu ‘alīmun bimā yaf’alūn.
- “Tidaklah engkau tahu, bahwa siapa yang di langit dan di bumi dan burung terbang di udara, semuanya tasbih (tunduk) kepada Allah. Masing-masingnya Allah mengetahui do’anya dan tasbihnya. Allah Maha Mengetahui apa-apa yang mereka kerjakan.”
وَلِلَّهِ مُلْكُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ وَإِلَى اللَّهِ الْمَصِيرُ
Wa lillāhi mulkus-samāwāti wal-ardh, wa ilallāhil-mashīr
- “Kepunyaan Allah kerajaan langit dan bumi dan kepada Allah tempat kembali.”
Kesimpulan/ringkasan:
Orang-orang yang diridhai Allah SWT ialah mereka yang mendapat Nurun ‘ala nurin, hati mereka selalu bergantung pada rumah-rumah Allah, dan selalu basah lidahnya dengan tasbih dan zikir pada Allah pagi dan petang, mereka tak dapat dilalaikan oleh urusan duniawi, mereka selalu taat beribadat dan pemurah hatinya, namun hidup mereka selalu dilapangkan Allah SWT, rezeki dunianya berlimpah (lebih dari cukup) apalagi kekayaan rohaninya tak terbatas banyaknya dilimpahkan Allah padanya.
Orang-orang yang tidak mendapat Nurun ‘ala nurin dari Allah, hidupnya gersang, ianya selalu keluh kesah, hatinya gelap gulita pada makrifat akan Allah, hidupnya seperti dipermainkan gelombang kehidupan, terombang-ambing seperti di atas samudera yang gelap gulita dan di akhirat mereka dikumpulkan bersama-sama dengan orang buta, sesuai dengan Firman Allah dalam Al-Qur’an:
وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى
Wa man a’radha ‘an dzikrī fa inna lahū ma’īsyatan dhangkaw wa nahsyuruhū yaumal-qiyāmati a’mā
“Barangsiapa yang tidak mau zikir akan Aku dia akan mendapat kehidupan yang sulit dan di akhirat akan dikumpulkan sebagai orang buta (karena semasa hayatnya tidak pernah mau berusaha/berjuang memiliki nur cahaya agung: Nurun ‘ala nurin dan mereka tidak akan mendapat petunjuk daripada Allah SWT” (QS Thaha :124).
Sesuai dengan Firman Allah:
مَن يَهْدِ اللَّهُ فَهُوَ الْمُهْتَدِ وَمَن يُضْلِلْ فَلَن تَجِدَ لَهُ وَلِيًّا مُرْشِدًا
may yahdillāhu fa huwal-muhtadi wa may yudhlil fa lan tajida lahū waliyyam mursyidā
“…Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, dialah orang yang mendapat petunjuk dan siapa yang dibiarkan-Nya sesat, maka tidak ada seorang Waliyam Mursyida (pemimpin peramalan/dzikrullah) yang memberinya petunjuk”. (QS Al-Kahfi :17)
——-Sekian Kata Pembukaan ini——–
Hendak Kemanakah Umat Manusia dengan Ilmu Bedahnya?
Tema yang berjudul Quo Vadis Surgery (akan kemanakah ilmu bedah ini) yang dibicarakan pada kongres International College of Surgeon (kongres Ahli Bedah Internasional) di Manila pada bulan Desember 1984 yang lalu telah menggugah hati seorang Chirurg untuk membahas tema ini, dipandang dari sudut seorang ahli bedah.
Teknologi dan ilmu kedokteran makin lama makin maju. Transplantasi alat-alat vital dalam tubuh seperti jantung, ginjal, dan hati telah mampu dikerjakan. Bayi tabung berhasil dijadikan. Apakah pada suatu ketika dokter ahli bedah itu tidak melakukan sesuatu, yang melampaui batas yang diridhai Allah SWT? Hendak kemanakah ummat manusia dengan ilmu bedahnya?
Kita mengetahui bahwa manusia itu berbeda dengan makhluk hewan, karena manusia ini merupakan makhluk yang dapat berpikir dan mencari kebenaran.
Kebenaran yang dicari manusia dapat dicapai melalui tiga jalur, yaitu:
- Ilmu Pengetahuan
- Filsafat
- Agama
Karena kebanyakan dari manusia merupakan orang awam dan bukan profesor atau ahli filsafat, maka jalur yang paling mudah bagi umat manusia untuk mencapai kebenaran, adalah melalui jalur agama.
Namun di zaman modern dewasa ini, manusia juga sudah pula berfikir sangat sistematis dan sangat critical. Bila manusia umpamanya hendak melaksanakan sesuatu projek, terlebih dahulu ditetapkannya apa objective atau goal atau tujuan yang hendak dicapainya, untuk kemudian menyusun suatu rencana pekerjaan berdasarkan suatu sistem analisis atau membuat suatu flow chart.
Bila dewasa ini manusia mengadakan instropeksi tentang apakah sebenarnya yang menjadi tujuan hidupnya di dunia, maka kita akan sadari, bahwa hanya mungkin beberapa orang saja yang telah memikirkan benar-benar dan dalam-dalam apa yang sebenarnya yang menjadi tujuan hidup mereka. Kebanyakan mereka hanya mempunyai satu tujuan hidup duniawi semata-mata, umpamanya pangkat, kesuksesan, kekayaan, kebahagiaan duniawi dan sebagainya.
Di dalam pandangan hidup seorang Muslim, seperti telah diuraikan oleh H. Endang Saifuddin Anshari, M.A dalam Kuliah Al-Islam untuk pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi tahun 1980, halaman 91, dinyatakan bahwa tujuan hidup ditinjau dari segi arahnya, dapat dibagi dalam:
- Tujuan hidup arah vertikal
Untuk mendapat ridha/cinta Allah dan berhampir pada-Nya. - Tujuan hidup arah horizontal:
a. Ditinjau dari segi lingkungan,
1) Tujuan sebagai individu
2) Tujuan sebagai anggota keluarga
3) Tujuan sebagai warga lingkungan/kampung
4) Tujuan sebagai warga negara/bangsa
5) Tujuan sebagai warga dunia
6) Tujuan sebagai warga alam semesta (Universum)
b. Ditinjau dari segi umum.
1) Kebahagiaan di dunia dan akhirat
2) Rahmat bagi segenap alam.
Bagaimanakah sekarang umat manusia dapat mencapai tujuan hidup secara horizontal?
a. Dengan memakai pedoman hidup yang ditentukan oleh:
- Al-Qur’an
- As-Sunnah
b. Melaksanakan tugas /fithrah hidup berupa ibadah (mengabdi, melaksakan pengabdian, memperhambakan diri) kepada Allah.
Dapat diumpamakan tujuan hidup horizontal seperti sebuah taman yang diridhai Allah SWT, di mana kunci pintumasuknya adalah iman dan taqwa seseorang pada Allah SWT. Tetapi ini semua, Al-Qur’an dan Hadis, sebagai pedoman hidup, dan ibadah sebagai tugas hidup, semuanya merupakan perintah Tuhan bagi manusia dalam hidupnya di dunia, agar mencapai ridha Allah SWT dunia dan akhirat.
Dan semua itu dilaksanakan oleh jasmaniah dan akal/pikiran kita yang pada suatu ketika akan berhenti, bila kita mati dikubur dan menjadi tanah kembali, dimana akal pikiranpun turut pula lenyap tak berbekas untuk selama-lamanya. Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un.
Sekarang kegiatan tujuan hidup arah vertikal ke atas. Bagian dari manusia yang akan kembali ke pangkuan Allah SWT adalah roh manusia. Oleh sebab itu roh dalam hidup kita di dunia, selalu juga harus dilatih munajat secara vertikal ke atas, untuk sampai dan selalu berhampiran ke hadirat Allah SWT. Ini hanya dapat dilaksanakan dengan menggunakan saluran tali Allah.
يَأَتْهُا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَابْتَغُوا إِلَيْهِ الْوَسِيلَةَ وَجَاهِدُوا فِي سَبِيلِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Yā ayyuhalladzīna āmanuttaqullāha wabtaghū ilaihil-washīlata wa jāhidū fī sabīlihī la’allakum tuflihun
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah pada Allah (termasuk banyak berzikir dan Shalat) dan carilah cara (metode untuk mendekatkan diri pada-Nya) dan berjihadlah (sungguh-sungguhlah berjuang, secara intensiflah beramal) pada jalan-Nya itu (pada metode itu) semoga kamu menang”. (QS Al-Maidah:35)
Ayat tersebut jika diuraikan secara terperinci dan teranalisa merupakan tali rohani yang sambung-menyambung, rantai berantai, namun tetap bersatu dengan rohani Rasulullah, karena pancaran yang terus menerus dan selalu diteruskan dari Nurun ‘ala nurin yahdillāhu linūrihi mayyasyaū.
نُورٌ عَلى نُورٍ يَهْدِى اللَّهُ لِنُورِهِ مَن يَشَاءُ
Artinya:
“Nur Ilahi beriring dengan Nur Muhammad, yang diberikan-Nya pada orang-orang yang dikehendaki-Nya”. (QS An-Nur:35)
Hal ini sesuai pula dengan Firman Allah SWT dalam Al-Qur’an:
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا
Wa’tashimū biḥablillāhi jamī’aw wa lā tafarraqu
Artinya:
“Berpeganglah kamu pada tali Allah dan janganlah kamu bercerai berai”.(QS Ali Imran: 103)
Dapat kita terangkan di sini bahwa arti tali Allah dalam arti zahir batin ialah:
Arti ke-1 (Zahir):
Firman-firman Allah dan Hadis Rasulullah yang didengar oleh telinga dan tertulis dilihat oleh mata dan diolah oleh otak, kemudian untuk dijadikan perangai dan mental, maka pribadi kita pun menjadi Islam-lah. Tali Allah zahir tersebut diturunkan Rasulullah secara turun-temurun melalui lisan jasmani Rasulullah.
Arti ke-2 (Batin):
Nurun ‘ala nurin bagi roh kita, yang juga secara turun-temurun diterima dari Rasulullah ﷺ, bukan melalui lisan beliau tetapi melalui rohani beliau, otak kita dapat diajari secara lisan, sehingga ia jadi Islam, tetapi roh kita tidak dapat di Islam-kan dengan ajaran melalui lisan manusia karena dimensinya berlainan, walau pun ia beserta dengan tubuh jasmani kita sendiri setiap saat.
Untuk mengIslamkan roh itu, ia harus diisi dengan rohani Rasulullah yaitu Nur Muhammad atau Nurun ‘ala nurin, yang diterima Rasul daripada Allah SWT yang berisikan kalimah Allah murni dan tulen dari Allah sendiri, dengan segala kebesaran dan keagungan-Nya yang bergetar dengan getaran yang maha ultra sonoor, yang maha dahsyat, yang tidak mampu diterima oleh bumi, langit, lautan dan seluruh alam, mereka semua akan hancur luluh, yang mampu menerimanya ialah jenis Bani Adam yang dikehendaki Allah SWT, yaitu para Mukmin sejati, sebagaimana dijelaskan dalam Hadis Qudsi:
قال الله تعالى: لَمْ يَسَعَنِي أَرْضِيْ وَلا سَمَائِي وَوَسِعَنِي قَلْبُ عَبْدِ الْمُؤْمِنُ اللَّيِّنُ الْوَادِعُ
Qalallahu ta’ala: Lam yasa’nii ardhii wa la sama-i wa wasi’ani qalbu ‘abdiyal mu’minul layyinul wādi’.
Artinya:
“Allah SWT berfirman: Tak dapat memuat Zat-Ku, bumi dan langit-Ku, yang dapat memuat zat-Ku ialah hati hamba-Ku yang Mukmin, lunak dan tenang”. (HR Al-Ghazi)⁸
⁸ Najmuddin Muhammad bin Muhammad al Ghazi, Itqan Maa Yuhsin Min al Akhbar ad Dairah ‘ala al Sunna (Cairo: al Faruq al Haditsah li athThaba’ at wan Nasyr), Jilid I, hal. 515
Barulah roh itu Islam dan menjadi Mukmin, seperti roh Rasulullah ﷺ sendiri dan sekaligus roh dari segala para Anbiya Allah, karena roh ini telah berisi zat yang sama yaitu Nūrun ‘ala nūrihi mayyasya’u. Bukankah para Mukmin yang tahqiq pada Allah dan Rasul, sebagai Waritsatul Anbiya berhak mewarisi segala apa yang diterima para Rasul dari Allah SWT, zahir maupun batin.
Janganlah kita beranggapan bahwa Islam yang dikenal selama ini secara zahir atau awam, sudah merupakan Islam keseluruhan. Itu baru hanya sebagian saja dari Al-Islam yang maha luas dan yang maha dalam.
Islam adalah projek yang maha hebat dari Allah SWT yang Maha Pintar dan Maha Agung. Projek Prof. Dr. Einstein saja pun menghasilkan bom atom dan bom nuklir sudah dahsyat, apalagi projek Allah SWT adalah Maha Dahsyat.
Bukankah Islam dengan kehebatan kalimah Allah-nya, mampu mengatur dan menyelesaikan serta menyempurnakan kehidupan Mukmin itu di dunia, di kubur, di Padang Mahsyar, di Titian Sirathal Mustaqim dan di surga? Semua itu harus dan mesti dapat diatur dan diselesaikan dalam kehidupan di dunia ini, bukan di mana-mana. Begitulah dahsyatnya, hebatnya aksi radius kalimah Allah Haqiqi yang dibawa Al Islam melalui nur-Nya, sehingga mampu menembus sampai ke kubur, Padang Mahsyar, ke Titian Sirathal Mustaqim dan ke surga. Begitu agung Islam itu, hingga Allah sendiri menyebut,
إِنَّ الدِّينَ عِندَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ ۚ
Innad-dīna ‘indallāhil-islām
Artinya:
“Sesungguhnya agama yang diridhai pada sisi Allah ialah Islam” (QS Ali Imran: 19)
Di dalam Hadis pun disebutkan: الْإِسْلامُ يَعْلُوْا وَلَا يُعْلَى عَلَيْهِ
Al islāmu ya’lū wa lā yu’la ‘alaihi
Artinya:
“Islam itu sangat tinggi, tiada yang dapat melebihinya/mengalahkannya”. (HR Ruyani)⁹
⁹ Ar-Rūyāni, Musnad, hal. 38
Kalau kedapatan dewasa ini orang-orang Islam kalah di mana-mana di dunia, ia harus benar-benar prihatin dan waspada, bahwa kekalahan Islam di seluruh dunia, adalah merupakan barometer yang nyata yang menunjukkan bahwa ia sudah slip/tergelincir dari pengalaman Islam-nya, kalau ini berkelanjutan terus menerus begini, quo vadis ummat Islam dengan agamanya. la segera harus mengadakan instropeksi dirinya. Ia harus sadar, bahwa ia tidak lagi mewarisi kekeramatan, kedahsyatan, keagungan, kemenangan Islam yang haqiqi. Ia harus sadar bahwa kekalahannya bukan terletak pada syi’ar zahir Islamnya. Tetapi dalam hubungan haqiqi yang Maha Halus dengan Allah SWT, yang channelnya, salurannya sudah tertutup. Di situ letak slip-nya dan kekurangannya.
Bukankah Nabi ﷺ bersabda:
مَثَلُ الَّذِي يَذْكُرُ رَبَّهُ وَالَّذِي لَا يَذْكُرُ رَبَّهُ مَثَلُ الْحَيِّ وَالْمَيِّتِ
Matsalul ladzi yadzkuru rabbahu walladzi la yadzkuru rabbahu matsalul hayyi wal mayyit
Artinya:
Muhammad bin Ismail al Bukhari, Al Jami’ush Shahih, (Cairo: al Maktabah Salafiah, 1400), Juz. IV. h.183
“Perbandingan orang yang (tahqiq) ingat akan Allah, dengan orang tidak ingat ingat (tidak ada hubungan) akan Allah, adalah seperti orang hidup dengan orang mati”. (HR Bukhari)
Kalau benar-benar orang Islam itu ada hubungannya dengan Allah, maka ia tidak akan mungkin dapat dikalahkan oleh siapa pun di dunia ini. Tidak mungkin orang hidup dapat dikalahkan oleh orang yang mati.
Konklusi: Dan tidak mungkin pula nuklir dari negara-negara super power walaupun bagaimana hebatnya, mampu mengalahkan “Nuklir” kalimah Allah yang Maha Dahsyat dari Al-Islam. Di sini letaknya ke-superior-an khalifah Allah, sebagai satelit/komputer, aparat yang maha dahsyat dari Allah SWT, yang sewaktu-waktu mampu “memuntahkan” atom-atom kalimah Allah, yang akan memusnahkan lawan yang bagaimanapun tangguhnya. Atas dasar hukum kehidupan, energi dari teknologi alam fisik, pasti di bawah/dikalahkan oleh energi dari teknologi alam metafisika Al-Qur’an, yang getarannya maha ultra sonoor dan maha dahsyat, yang frekwensinya tak terbatas (tak terhingga) dan dimensinya pun tak terbatas tingginya (tak terhingga).
Dalam ilmu kedokteran, akal pikiran dan proses kejiwaan, berhubungan dengan otak kita serta bergantung pada kesadaran seseorang. Bila kita tidak sadar atau tidur maka akal/pikiran kita akan berhenti atau hilang. Tetapi roh kita tetap berada di dalam tubuh kita selama hayat dikandung badan. Ingat saja bila seorang penderita dibius (berada dalam narkose) atau menderita gegar otak.
hingga tidak sadar. Pada saat itu segala akal/pikiran dan proses kejiwaan yang dimiliki seorang penderita akan hilang untuk sementara waktu, selama penderita tidak sadar. Tetapi selama penderita masih hidup, rohnya yang hidup tetap berada dalam tubuhnya.
Karena itulah eksistensi roh itu terpisah dari akal/pikiran kita, bahkan bertempat pada dimensi yang lebih tinggi dari akal/pikiran, mental dan jasmaniah manusia. Dengan demikian, roh tidak termasuk di dalam unsur akal budi dan alam pikiran atau mental, tetapi merupakan suatu unsur tersendiri, yang lebih tinggi kedudukannya dan roh adalah alat untuk dipakai munajat ke hadirat Allah SWT, sedangkan jasmani bersama akal dan pikiran bukanlah alat untuk dipakai munajat ke hadirat Allah SWT, karena kasarnya.
Roh kita merupakan “zat” yang berasal dari karunia Tuhan dan roh tidak berasal dari air atau gas dan tidak pula berasal dari bumi. Roh itu dapat mengambil bentuk seperti rupa manusia, karena roh itu meliputi seluruh tubuh manusia itu sendiri, seperti juga cahaya, electricity, air atau gas, mengambil bentuk dari bejana atau botol, tempat di mana air atau gas itu dimasukkan, atau mengambil bentuk tempat yang dilaluinya. Roh kita berasal dari alam gaib/metafisik, karena berasal dari anugerah Allah SWT, hingga tidak dapat dilihat dengan mata kepala, walaupun ia tidak bercerai-cerai dengan jasmani kita selama hayat di kandung badan. Tetapi begitu dimasukkan sebagai jenazah ke bumi, tempat asal mula jasmani itu jadi, maka sang roh pun bercerailah daripadanya dan sang roh pun menyeberang ke alam baka.
Maka mulailah sang roh harus mempertanggung jawabkan segala tindak tanduknya, segala gerak-geriknya di dunia, selama ia diberikan alat jasmani serta akal yang komplit dengan segala organ-organ/alat-alat tubuh yang sangat sempurna dan sangat indah. Jelaslah sudah, bahwa roh ini mempunyai dimensi yang lebih tinggi dari akal-budi dan pikiran serta mental dan jasmaniah kita, dan oleh karenanya ia harus mempertanggungjawabkan gerik gerik akal dan jasmaniahnya selama ia di dunia.
Fungsi roh adalah sebagai “komputer”. Ia bisa mendapat input dari alam gaib sebagai “wahyu” bila ia seorang Nabi atau Rasul, atau Ilham bila ia adalah seorang manusia yang saleh dan taqwa. Tetapi selain getaran wahyu/ilham yang positif, roh itu dapat pula dimasuki getaran-getaran yang berasal dari Iblis di alam gaib/metafisik, yang juga dapat masuk ke dalamnya. Input yang telah masuk ke dalam roh itu kemudian mem”programkan”kan pula jasmaniah dan akal kita.
Apakah “program” yang diperintahkan roh kepada akal/pikiran kita telah mengandung segala perintah Allah sepenuhnya, hingga manusia itu telah melaksanakan fitrah hidupnya dengan sebaik-baiknya? Apakah ia telah mengabdikan segala-galanya, akal budi dan jasmaniahnya, hidup dan kehidupannya untuk Allah SWT sepenuhnya?
Apakah roh itu sebagai penanggung jawab tertinggi dari segala aparaturnya termasuk akal/pikiran dan lain-lain, telah mengabdikan segala-galanya kepada Allah SWT? Apakah sempat pula sang roh itu tertipu oleh Al Iblis laknatullah, yang merupakan
suatu roh pula yang sangat pintar, sangat halus dan hebat serta sangat sakti dan dahsyat, karena ia merupakan bekas malaikat yang termasuk sangat tinggi ilmunya? Tetapi sayang menyeleweng sehingga ia menjadi musuh bebuyutan dari roh semua Bani Adam.
Di sinilah letak kunci dari segala-galanya di alam jagad ini bagi hidup dan kehidupan kita dari dunia hingga ke akhirat, karena manusia-manusia yang rohnya dikendalikan oleh Iblis, pasti akan merusak jagad raya ini. Ingat saja akan bom atom dan nuklir dari negara-negara super power, yang mampu memusnahkan jagad ini serta kebudayaan manusia seluruhnya hanya dalam beberapa detik saja, jika dikendalikan oleh nafsu angkara murka. Bagaimanakah sekarang kerusakan jagad raya ini dapat dicegah? Hanya dengan mengisi roh ini dengan kalimah Allah (sesuai dengan Hadis Qudsi):
قال الله: “لا إله إلا الله كلامي، وأنا هو، من قالها مخلصًا دخل في حصني، ومن دخل في حصني فقد أمن عذابي.
Qalallahu la ilaha illallahu kalami wa ana huwa mang qalaha mukhlishan dakhala fi hishni wa man dakhala fi hishni faqad amina min ‘adzābi
Artinya:
“Allah SWT berfirman: La ilaha illallah itu adalah perkataan-Ku, dan ia adalah Aku, siapa yang menyebutnya dengan ikhlas masuk ke dalam benteng-Ku, dan siapa yang masuk ke dalam benteng-Ku, maka terpeliharalah ia dari azabku”. (HR Ibn Hibban)¹¹
¹¹Muhammad bin Hibban al Bisti, Al Majruhin min al Muhadditsin, (Beirut: Darush Shami’i, 2000), cet. 1, jilid II, h.509.
Menyebutnya tentu harus dengan methode baru dapat masuk dalam benteng Allah.
Juga sesuai dengan Hadis Rasulullah ﷺ:
لَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى لَا يُقَالَ فِي الْأَرْضِ اللَّهُ اللَّهُ
Lā taqūmus sa’atu hattā lā yuqāla fil ardhi Allāhu Allāhu
Artinya:
“Kiamat tidak akan terjadi hingga tidak diucapkan lagi Allah, Allah” (HR Muslim)¹²
¹²Imam Muslim, Shāhīh Muslim, (Riyad: Dār Taibat lin Naṣyr wat Tauzi’, 2006), cet.I, Jilid I, h.78
Zikir Allah, Allah jelas dan tegas sebagai penangkal kiamat jagad ini.
بِسْمِ اللهِ الَّذِي لَا يَضُرُّ مَعَ اسْمِهِ شَيْئً مَا فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي السَّمَاءِ
Bismillahil ladzi lā yadhurru ma’asmihi syaiun mā fil ardhi wa lā fis samā`
Artinya:
“Atas nama Allah, yang tidak memberi mudharat apa-apa yang di bumi dan tidak pula di langit ialah bagi orang yang beserta dengan nama-Nya”¹³
¹³Imam Abī Dāud, Sunan Abī Dāud, (Beirut, Dār ar Risālah al ‘Alamiyah, 2009), Jilid VII, cet. I, h.419.
Jadi jika roh ini terisi dengan kalimah Allah, maka akan jadi surgalah seluruh alam jagad ini, yang akan berkelanjutan terus sampai ke akhirat. Oleh sebab itu roh kita wajib dan perlu sekali diisi dengan kalimah Allah. Untuk melaksanakan ini harus ada metodiknya yakni sesuai dengan Hadis dan Quran dan sesuai pula dengan ilmu teknologi modern, metode inilah yang dinamakan thariqatullah.
Prof. Dr. H. S.S. Kadirun Yahya MA, Rektor Universitas Pembangunan Panca Budi, di mana terdapat Fakultas Metafisika dan tasauf Islam, telah meriset hal ini selama 40 tahun, serta telah menguraikannya dengan ilmu up to date, yaitu menurut hukum-hukum Islam (sesuai dengan aqidah Islam, berdasarkan Quran dan Hadis) dan sesuai dengan ilmu pasti dan teknologi modern dewasa ini. Intinya ialah berzikir kepada Allah SWT sebanyak-banyaknya secara berkekalan dengan memakai suatu metodik (thariqat=cara=jalan=cara pelaksanaan teknis).
Secara teknologi: Berzikir kepada Allah dengan memakai/dengan mempergunakan sebagai landasan, atau menyatukan diri rohani dengan frekwensi/ atau gelombang yang dimiliki rohani Rasulullah, yang hidup pada sisi Allah, huwal awwalu wal akhiru, frekwensi/gelombang mana hanya dapat kita peroleh melalui
frekwensi daripada rohani para ahli silsilah yang menerima dan meneruskannya secara asli dan murni, sambung-menyambung, secara berantai, turun temurun secara asli dan murni hingga akhirnya sampai kepada rohani guru (Mursyid) kita.
Barulah sesudah mendapat frekwensi gelombang Rasulullah (Nūrun ‘alā nūrin) melalui rohani sang Mursyid, barulah rohani kita itu, dengan memakai/mempergunakan frekwensi dimana rohani kita itu, yang pada hakekatnya telah menyatukan diri rohaninya dengan diri rohani Rasulullah, hingga memiliki frekwensi yang sama, barulah rohani kita detik itu juga hadir di hadirat Allah SWT, karena rohani Rasulullah itu sangat hampir pada Allah SWT firman Allah:
وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيدِ
wa nahnu aqrabu ilaihi min hablil-warīd
Artinya: “Dan Kami lebih hampir kepadanya daripada kedua urat lehernya. ” (QS. Qaf: 16)
Kemudian berulah kita berzikir kepada Allah, dan barulah kita menegakkan shalat, seperti yang dikatakan Allah dalam firman-Nya :
وَذَكَرَ اسْمَ رَبِّهِ فَصَلَّى
Wa dzakarasma rabbihī fa shallā
Artinya:
“Dan menyebut nama Tuhannya lalu Shalat “
(QS. Al-A’la:15)
Konklusi:
Zikirlah engkau akan Allah, tegakkanlah shalat dan barulah dapat berdiri Ashshalātu mi’rajul mu’minīn yang sangat khusyu’ dan sangat indah sekali, karena shalat kita itu dilaksanakan atas landasan berzikir pada Allah dalam maqam Ihsan sehingga bersama-sama dengan rohani Rasulullah, berimam-imam, kita tidak terkena ancaman Allah dalam Al-Qur’an:
Fa wailul lil-mushallīn alladzīna hum ‘an shalātihim sāhūn
Artinya:
“Maka neraka wail (celaka) bagi orang yang shalat. Yang mereka lalai (tidak zikir) dari shalatnya”. (QS Al-Ma’un: 4-5).
Juga tidak terkena ancaman Rasulullah, yang bersabda:
مَا مِنْ ثَلَاثَةٍ فِي قَرْيَةٍ وَلَا بَدْرٍ لاَ تُقَامُ فِيهِمُ الصَّلاَةُ إِلَّا قَدِ اسْتَحْوَذَ عَلَيْهِمُ الشَّيْطَانُ، فَعَلَيْكَ بِالْجَمَاعَةِ، فَإِنَّمَا يَأْكُلُ الذِّئْبُ الْقَاصِيَةَ.
Mā min tsalātsatin fi qaryatin wa lā badwin lā tuqāmu fiiḥimush-shalātu illā qadistaḥwadza ‘alaihimusy-syaithānu fa ‘alaika bil jamā’ati fa innamā yakulu dzi
bul qāshiyah
Artinya:
“Tiada tiga orang di sebuah desa, dan tidak pula di sebuah perkampungan terpencil yang tidak mendirikan Shalat, melainkan sesungguhnya syaithan menguasai mereka. Maka kamu harus berjama’ah (jasmani dan rohani). Sesungguhnya serigala itu menerkam kambing yang terpencil sendirian” (HR Abu Daud)¹⁴
¹⁴Daud, Sunan, Jilid I, cet. I, h.410.
Konklusi:
Barang siapa yang dalam shalatnya tidak berimam-imam (jasmani dan rohani) ia akan disambar iblis dan syaithan dalam shalatnya. Walaupun proses ini kelihatannya panjang lebar diuraikan secara terperinci menurut ilmu teknologi, namun pelaksanaannya adalah hanya dalam seperseribu detik saja, di hati sanubari yang sangat halus.
Semuanya ini disebut juga wasilah/saluran/channel. “Wabtaghu ilaihil wasilata….” (QS. Al-Maidah ayat 35). Atau tali Allah yang dimaksudkan dalam Surat Ali Imran ayat 103 itu.
Dengan memakai istilah ilmu teknologi modern, frekwensi / gelombang yang dimiliki rohani Rasulullah, yang diterimanya dari Allah SWT adalah sebenarnya merupakan Nūrun ‘ala nūrin yang mengandung gelombang dan frekwensi yang tak terhingga.
mampu mencapai hadirat Allah SWT, karena ia terbit daripada-Nya. Semua ini sesuai dengan petunjuk Allah SWT, dalam alam ini yakni dalam ilmu radio-televisi, juga sesuai dengan Surah Yusuf ayat 105 yang berbunyi:
وَكَأَيِّن مِّنْ ءَايَةٍ فِي السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ يَمُرُّونَ عَلَيْهَا وَهُمْ عَنْهَا مُعْرِضُونَ
Wa ka`ayyim min āyatin fis-samāwāti wal-ardhi yamurrūna ‘alaihā wa hum ‘an-hā mu’ridhūn
Artinya:
“Dan banyak sekali tanda-tanda (kekuasaan Allah/kebesaran Allah) di langit dan di bumi yang mereka melaluinya, sedang mereka berpaling daripadanya”.
Kita mengetahui, bahwa untuk mendapatkan suara penyiar di stasiun radio/TV, alat penerima berupa radio/TV kita harus dipasang pada gelombang yang sama dengan gelombang stasiun pemancar radio/TV itu.
Al-Qur’an dan Hadis yang diajarkan oleh Nabi Muhammad ﷺ kepada para sahabatnya, dan para sahabatnya menyampaikannya pula kepada orang-orang Muslim di zaman sesudah Nabi, dan mereka menyampaikannya secara turun temurun, meneruskannya hingga akhirnya sampai kepada kita sekalian. Tetapi haqiqi daripada Al-Qur’an yang merupakan kalimah Allah yang Maha Agung, yang diturunkan oleh Allah SWT kepada rohani Rasulullah ﷺ, berupa getaran yang maha ultra sonoor sebagai wahyu yang tidak berhuruf dan bersuara tetapi
mengandung getaran yang maha dahsyat dan yang tak terhingga yang berasal dari ke Maha Agungan dari Allah SWT sendiri, yang tak ada yang mampu apapun namanya untuk menerimanya. Bukit, laut, bumi, langit, segala-galanya akan hancur dibuatnya, jika diletakkan di atasnya.
لَوْ اَنْزَلْنَا هٰذَا الْقُرْاٰنَ عَلٰى جَبَلٍ لَّرَاَيْتَهٗ خَاشِعًا مُّتَصَدِّعًا مِّنْ خَشْيَةِ اللّٰهِ ۗ وَتِلْكَ الْاَمْثَالُ نَضْرِبُهَا لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُوْنَ
Lau anzalnā hādzal-qur’āna ‘alā jabalil lara`aitahū khāsyi’am mutashaddi’am min khasy-yatillāh, wa tilkal-amtsālu nadhribuhā linnāsi la’allahum yatafakkarūn
Artinya:
“Andaikata Al-Qur’an ini Kami turunkan di atas sebuah gunung, akan kamu lihat gunung itu tunduk dan pecah berantakan demi takutnya kepada Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami adakan untuk manusia agar mereka berfikir”. (QS. Al-Hasyr: 21).
Inilah dia Al-Qur’an haqiqi yang dimaksudkan dalam Surat Al-Hasyr ayat 21, yang mampu membuat segala-galanya jadi abu. Inilah dia Kalimah Allah yang sebenar-benarnya, yang dibawa oleh Nurun ‘ala nurin, yang amat sangat ditakuti oleh Al-Iblis, sinar-Nya saja, yang baru saja akan muncul di ufuk Utara sudah mampu mengusir Al-Iblis sampai menghilang di balik ufuk Selatan. Inilah dia energi maha dahsyat yang mampu memusnahkan bom nuklir, bom atom, bom hidrogen, yang mampu memusnahkan sinar laser, dan rupa-rupa senjata kimia dan lain-lain dari negara-negara superpower, yang selama ini membuat mereka sombong, angkuh dan merasa berkuasa.
Waspadalah terhadap senjata Allah yang maha dahsyat ini, yang sewaktu-waktu dapat dikeluarkan-Nya melalui aparat-aparat-Nya yang perkasa, yaitu para Anbiya-Nya, para Rijalullah, para Aulia-Nya yang tahqiq pada Allah SWT. Mereka akan tahu rasa akan ke-Maha-Besaran Allah SWT. Senjata ini pulalah yang seharusnya paling pertama sekali dihadapkan terhadap Iblis laknatullah, yang selama ini telah bertahun-tahun bersarang di hati kita, namun sebenarnya tak mampu kita musnahkannya dengan hanya sebutan A’ūdzubillah yang kita produksi sendiri. Seharusnya, kita harus mampu menyalurkan kalimah Allah ini, baru ia bertenaga maha dahsyat, bukan hanya mampu menyebutnya saja atau meniru bunyinya saja.
وَمَا رَمَيْتَ إِذْ رَمَيْتَ وَلَكِنَّ اللَّهَ رَمَى
wa mā ramaita idz ramaita wa lākinnallāha ramā
Artinya:
“Bukan engkau (ya Muhammad) yang melontar/memanah/memukul/menyebut, melainkan Allah-lah yang melontar/memanah/memukul/menyebut” (QS Al-Anfal:17)
Jelaslah sudah, bahwa Quran Haqiqi yang memiliki getaran yang tak terhingga yang diterima rohani Rasulullah ﷺ dari Allah SWT, semestinya juga harus diturunkan dan diteruskan dari rohani Rasul kepada rohani umat.
Kita melihat, bahwa Rasulullah, begitu juga segala Rasul-Rasul yang terdahulu, tanpa terkecuali, berbulan-bulan sebelumnya, di tempat yang sunyi dan suci, mempersiapkan diri, mensucikan diri, dipersiapkan Allah, disempurnakan Allah, akan persiapan-persiapannya itu, untuk menunggu saat-saat yang sangat sakral yang sangat agung ini, yaitu saat menerimanya, saat turunnya kalimah yang dibawa Nurun ‘ala nurin dengan getarannya yang maha ultra sonoor yang maha dahsyat, dimasukkan ke dalam diri rohani Rasulullah ﷺ yang turut bergetar dengan dahsyatnya, walaupun telah dipersiapkan secukupnya sebelumnya. Di sini kelihatan, bahwa rohani Rasulullah ﷺ mampu menerima isi Nur yang maha dahsyat itu, yang berisi kalimah Allah murni yang Maha Agung yang langsung ditanam Allah SWT, via saluran-Nya.
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar Wa lillahil hamd.
Diriwayatkan, bahwa selalu Rasulullah itu, setelah menerima wahyu selain daripada bergetar, seolah-olah menggigil kedinginan, kadangkala kepanasan, hingga mandi keringat, letih, lesu, namun kemudian kembali segar, kuat dan kokoh.
Sesuai dengan Hadis Rasullulah Saw:
قَالَتْ عَائِشَةُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا: وَلَقَدْ رَأَيْتُهُ يَنْزِلُ عَلَيْهِ الوَحْيُ فِي اليَوْمِ الشَّدِيدِ البَرْدِ، فَيَفْصِمُ عَنْهُ وَإِنَّ جَبِينَهُ لَيَتَفَصَّدُ عَرَقًا.
Qalat ‘Aisyatu Radiyallahu anha wa laqad raaituhu yanzilu ‘alaihil wahyu fil yaumisy syadidil bardi, fayafshimu anhu wa inna jabinahu layatafash shadu caraqa
Artinya: “Aisyah berkata: Sesungguhnya aku lihat Nabi, kepadanya turun wahyu di hari yang sangat dingin, lalu wahyu itu berhenti, kelihatan dahinya betul-betul memancarkan peluh”. (HR Bukhari)¹⁵
¹⁵ Abi Abdullah Muhammad bin Ismā’il al Bukhari, Al Jami’ush Shahih, (Cairo: al Mathba’atus salafiyah, 1400) Jilid I, hal.14
Begitulah hebatnya wahyu yang turun, begitulah dahsyatnya dan agungnya serta sangat sakralnya proses pemasukan Nurala nurin yang membawa nama Allah yang Maha Agung disalurkan dan ditanam, masuk dan terduduk terpatri dalam diri rohani anak Abdullah yang namanya Muhammad itu. Jelaslah sudah pula, bahwa proses sakral ini dalam pemasukan dan penanaman kalimah Allah dengan dibawa Nurun ala nurin, mesti juga harus kita pusakai, karena ini adalah Al-Qur’an haqiqi yang juga harus masuk dalam diri rohani kita, via diri rohani Rasulullah, seperti juga Al-Qur’an syari’i (yang didengar dan yang terlihat pada tulisan) kita pusakai, Al-Qur’an yang selama ini kita lihat tulisannya, dan kita dengar bunyinya, yang kita pusakai secara turun-temurun, juga melalui (lisan) Rasulullah sampai pada telinga dan akhirnya sampai pada otak kita, tetapi tidak/belum sampai/tembus pada roh/sukma kita, yang juga harus di Islamkan dengan cara/methode tersendiri.
Soal roh ini sebenarnya tidak pula kalah pentingnya, ia pun harus disucikan juga dan di”Islam”kan Karena ialah yang akan
menyeberang ke kubur kelak, dan munajat ke hadirat Allah SWT. Di manalah mungkin ia akan dapat masuk surga kelak, kalau roh itu tak pernah disucikan, dan tak pernah ditanamkan ke dalamnya kalimah Allah yang Maha Suci dan Maha agung, yang harus dilaksanakan dengan suatu methode yang agung pula.
يَأَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ ارْجِعِي إِلَى رَبِّكِ رَاضِيَةً مَّرْضِيَّةً فَادْخُلِي فِي عِبَادِي وَادْخُلِي جَنَّتِي
yā ayyatuhan-nafsul-muthma`innah irji’ī ilā rabbiki rādhiyatam mardhiyyah fadkhulī fi ‘ibādī wadkhulī jannatī
Artinya: “Hai nafsu (jiwa) yang tenang (suci), kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dengan (hati) yang ridha dan diridhai-Nya. Maka masuklah kamu ke dalam golongan hamba-hamabaku. Dan masuklah ke dalam Surga-Ku” (QS Al-Fajr: 27-30).
Wahai saudara-saudaraku, para pembaca yang budiman. Cobalah sama-sama kita renungkan ini semua sedalam-dalamnya. Jelaslah sudah pula, bahwa kalaulah Rasulullah dan para Rasul-Rasul lainnya menerima kalimah Allah ini melalui proses yang amat sakral, dipersiapkan lebih dahulu dengan seksama, di tempat sunyi, suci dan bersih, sudah jelas pulalah, bahwa kita pun harus mencari saat yang sunyi, tempat yang suci dan bersih pula untuk menerima kalimah Allah ini dengan segala keagungan dan kebesaran-Nya.
Inilah dia proses murni yang khas disebut thariqatullah. Dilaksanakan di Mesjid-Mesjid, di Langgar-Langgar di saat sunyi
senyap, tempatnya suci bersih, supaya suasananya menjadi relevan dan sakral. Jadi sama sekali bukanlah untuk sengaja dirahasiakan atau disembunyikan, seperti orang awam yang jahil selalu mendakwakannya. Mereka tidak tahu, bahwa Al-Islam adalah sangat dalam dan sangat tinggi dan halus, yang bukan mengupas ilmu zahir saja, tetapi juga ilmu batin seluruhnya, secara sangat dalamnya.
Karena Islam adalah projek Allah SWT, yang sangat sempurna lahir dan batin, dalam, halus, agung dan mulia serta amat tinggi sekali, tetapi juga maha dahsyat. Jelaslah sudah, bahwa isi rohani Rasulullah, yaitu kalimah Allah haqiqi yang Maha Suci tetapi juga Maha Hebat, yang langsung bersumber dari pada Allah SWT, yang dibawa Nurun ‘ala nurin sebagai salurannya, harus juga diturunkan pada rohani umat, tetapi tidak mungkin secara lisan manusia seperti yang dilaksanakan pada cara menuturkan Al-Qur’an dan Al-Hadits, yang didengar dan dilihat, tetapi harus dengan sistem yang sama seperti terlaksana pada diri rohani Rasulullah, dan harus dengan Wasilah yang sama pula, diteruskan dari rohani Rasulullah, yang berisikan Nurun ‘ala nurin, si pembawa asma Allah yang Maha Akbar, dan Maha Agung tetapi juga Maha Dahsyat itu.
Begitulah tingginya, halusnya, agungnya, mulianya, metode ini yang dinamakan Allah dalam Al-Qur’an, Ath-Thariqah yang berisikan Wasilah Nurun ‘ala nurin, si pembawa sumber hidup dan kehidupan yang maha agung itu, yaitu Quran Haqiqi; itulah dia kalimah Allah yang Maha Dahsyat yang berkilau-kilauan dan gemerlapan, yang mengadung 99 sifat-sifat Maha Agung dari
Asmaul Husna yang mempunyai kebesaran-kebesaran spesifik tersendiri pula dari ke Maha Akbaran Allah SWT.
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Walillahil hamd.
Wahai saudara-saudaraku para pembaca yang budiman. Apakah uraian-uraian yang begini tinggi, relevan dan mampu untuk dipahami oleh khalayak ramai yang awam? Bukanlah sekali-kali Rasulullah tidak mampu menguraikan uraian yang begini rupa, akan tetapi masyarakatnyalah yang tidak mampu menerimanya.
Maka oleh sebab itu dakwah Islam harus disesuaikan dengan daya tangkap masyarakat ramai pada waktu zamannya. Di zaman abad mutakhir ini, di abad nuklir, atom, sinar laser, abad antariksa dewasa ini, dakwah Islam harus dan mesti ditingkatkan setinggi-tingginya, sehingga bukan saja untuk mengembalikan Al-Islam dan umatnya beserta Qurannya, ke tempat kejayaannya semula, yang tak ada tandingannya, tetapi juga guna meyakinkan dunia, bahwa dalam segala hal Al-Islam dengan Qurannya, adalah top, leading dan superior. Benar-benar dalam segala hal, mau pun dalam Agama dan budaya, maupun dalam filsafat dan dalam kekuatan energi metafisikanya, yang mampu menghadapi atom dan nuklir dunia Barat.
الْإِسْلَامُ يَعْلُوْا وَلَا يُعْلَى عَلَيْهِ
Artinya:
“Islam adalah sangat tinggi, tak ada yang dapat melebihinya” (HR. Ruyani)
¹⁶ Ar-Rūyāni, Musnad, hal.38
Inilah dia tugas utama dari LIMTI, sebagai terompet dari Fakultas Metafisika Universitas Pembangunan Panca Budi, satu-satunya Fakultas Metafisika di dunia, yang berdasarkan Agama Islam didukung ilmu eksakta dan teknologi yang tak mungkin dapat disangkal oleh dunia ilmiah akan kebenarannya.
Jadi para Sahabat Nabi lewat roh mereka telah langsung diislamkan rohnya oleh rohani Nabi. Demikianlah roh itu secara turun-temurun mengislamkan roh di bawahnya hingga merupakan tali silsilah Allah.
Gelombang/frekwensi tak terhingga (∞) ini dapat diperoleh seluruh umat manusia, asal saja mereka mampu menghubungkan roh mereka dengan rohani tali Allah. Karena itulah mutlak diperlukan bahwa seseorang ulama yang menjadi guru Agama dalam bidang tasauf dan sufi, mutlak harus memiliki frekwensi tak terhingga (∞) atau Nur Muhammad, yang terdapat pada rohaniah ahli silsilah tali Allah.
Dengan demikian hubungan dengan Allah SWT terbuka langsung untuk seluruh ummat manusia, tetapi harus melalui jalur/saluran/ channel tali Allah dan tidak mungkin langsung secara awam.
يَأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَابْتَغُوا إِلَيْهِ الْوَسِيلَةَ
Yā ayyuhalladzīna āmanuttaqullāha wabtaghū ilaihil-wasīlata
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah wasilah (jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya)”.
Seperti juga lampu di rumah-rumah kita baru dapat langsung menyala setelah melewati jalur jaringan kawat listrik dari sentral pembangkit listrik lampu itu yang dihubungkan dengan sentral. Jelaslah sudah, bahwa manusia tidak mungkin dapat secara bebas atau sesuka hatinya secara awam langsung berhubungan dengan Tuhan YME., tanpa mendapatkan wabtaghu ilaihil wasilata ……. lebih dahulu.
Juga karena roh manusia itu tidak mungkin mengadakan hubungan langsung dengan rohani Nabi Muhammad, yang belum pernah dikenalnya sejak ia lahir, bagaimana pula manusia itu mungkin mengetahui dan mengenal frekwensi yang dimiliki rohani Nabi itu? Untuk itulah umat manusia harus mencari tali Allah di dunia ini, karena tali Allah ini merupakan satu-satunya jalur dan jaminan untuk dapat berhubungan dengan rohani Nabi Muhammad ﷺ, sehingga detik itu juga terus dapat hadir pada Allah SWT.
وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيدِ
wa nahnu aqrabu ilaihi min hablil-warīd
Artinya:
“dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya” (QS. Qaf ayat 16)
Seperti juga lampu di rumah-rumah kita langsung menyala bila tombol/saklar, diputar, demikian juga rohani umat, baru dapat langsung berhubungan dengan Allah SWT via rohani guru/ulama yang berisi dengan atau memiliki Nur Muhammad yang frekwensinya tak terhingga (∞) itu.
Segala sesuatu di dunia dalam alam fisik harus mengikuti peraturan-peraturan/hukum-hukum tertentu, demikian juga di dalam alam-alam metafisik.
Sebagai contoh: Buah-buahan yang hendak kita pupuk, jika langsung dilepoh (dilengketkan/dioleskan) dengan tahi lembu sebagai pupuk, sama sekali tidak akan berhasil. Pupuk harus dimasukkan ke dalam tanah, kadang-kadang harus beberapa meter jauhnya dari si pohon, bahkan tidak menyinggung si pohon atau si buah sama sekali, namun si pupuk akan langsung sampai, bukan saja pada si buah, tetapi pada seluruh bagian dari pohon itu sendiri, langsung via sistem uratnya, yang sambung-menyambung, rantai-berantai, yang merupakan saluran bagi si pohon.
Begitu juga air bersih yang berada di rumah-rumah kita, kita tidak akan menerima air bersih tersebut jika saluran pipanya tidak disambung, sambung-menyambung dengan pipa yang berhubungan langsung dengan induk Water Leiding (reservoir) yang langsung pula berhubungan langsung dengan danau di gunung yang sangat jauh itu.
Juga dengan electricity halnya sama saja. Harus mempunyai saluran yang sambung-menyambung, baru kita langsung mendapat listrik ke rumah-rumah kita.
Begitu juga antara rohani umat dengan rohani Rasulullah, yang mana rohani Rasulullah itu telah terjamin berkekalan berada pada sisi Allah karena ke dalam Rohaninya dimasukkan Nūrun ‘ala nurin, yang terbit dari fi’il sifat zat Allah SWT. Karena Allah SWT Maha Rahasia, Maha Jauh (di Arasy), Maha Tinggi Dimensinya, Maha Tinggi Frekwensinya, sudah jelaslah bahwa tidak akan mungkin manusia dengan segala alat apa saja pun yang dimilikinya, termasuk akal dan rohaninya sekalipun, ia tidak akan mampu mencapai ke hadirat Allah SWT yang Maha Rahasia dan Maha Tinggi itu, tanpa Nurun ‘ala nurin, yang itu berada dalam diri rohani Rasulullah. Tidak ada lain cara, selain dan pada harus menghubungkan rohani kita lebih dulu dengan rohani Rasul, baru langsung dapat munajat ke hadirat Allah SWT bersama-sama, berimam-imam bahkan karena semua unsurnya sangat halus, praktis rohani kita menjadi bersatu dengan rohani Rasulullah dan barulah kita sama-sama bersujud di hadirat Allah SWT.
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُوْلِ اللَّهِ أَسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَنْ كَانَ يَرْجُوا اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
laqad kāna lakum fi rasulillāhi uswatun hasanatul liman kāna yarjullāha wal-yaumal-akhira wa dzakarallāha katsīrā
Artinya:
“Sesungguhnya bagimu sudah ada pada diri Rasulullah ikutan yang baik (pemimpin diri rohani dan jasmani), yaitu bagi orang yang mengharap (ridha) Allah dan hari kemudian, dan bagi orang yang banyak mengingat Allah (zikir)”. (QS. Al Ahzab: 21).
قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
Qul ing kuntum tuhibbunallāha fattabi’ūnī yuhbibkumullāhu wa yaghfir lakum dzunūbakum, wallāhu ghafurur rahim
Artinya:
“Katakanlah (ya Muhammad): Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, maka, ikutilah aku (lahir-batin), niscaya ia akan mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS. Ali Imran: 31).
Inilah dia maqam Ihsan (kalau kita tak memandang Allah, Allah pasti memandang kita, karena kita telah sampai ke hadirat-Nya). Sesuai dengan Hadis Nabi:
ما الإِحْسَانُ؟ قَالَ: أَنْ تَعْبُدَ اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ، فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ
Ma al ihsan? Qala an ta’budallaha ka annaka tarahu fail lam takun tarahu fainnahu yarāka
Artinya: “Apakah arti ihsan? Jawab Nabi (ketika ditanya orang laki-laki), engkau menyembah Allah seolah-olah melihat Dia. Meskipun engkau tidak melihat Dia, sesungguhnya Dia melihat engkau” (HR Bukhari)
Garansinya ialah, rohani kita telah bergabung dengan rohani Muhammad yang dijamin berada pada sisi Allah SWT sepanjang masa. Karena semua unsur adalah sangat halus, walaupun arasy sangat jauh walaupun Rasulullah lebih kurang seribu empat ratus lima tahun hidupnya dari kita, namun segala proses hubungan itu dapat terlaksana dalam suatu titik yang sangat halus di hati sanubari. Yang maha penting ialah adanya faktor frekwensi dan dimensinya yang tak terhingga (∞) itu, yang kedua- duanya berada dalam diri rohani Rasulullah ﷺ.
قال الله تعالى لم تسعني سمائي ولا أرضي ووسعني قلب عبدي المؤمن اللين الوادع
Qalallahu ta’ālā: Lam yasa’nii ardhii wa lā samā-i wa wasi’anī qalbu ‘abdiyal mu’minul layyinul wadī’
Artinya:
“Allah Ta’ala berfirman: Tak dapat memuat Zat-Ku, bumi dan langit-Ku, yang dapat memuat zat-Ku ialah hati hamba- Ku/kekasihku yang suci, lunak dan tenang.” (HR Al-Ghazi.)¹⁸
¹⁸ Al-Ghazi, Itqa’n, hal. 515
Yang terjamin sebagai hamba-Nya yang diakui ialah Rasulullah ﷺ, tidak ada lain cara selain dari pada kita harus fokuskan rohani kita pada rohani Rasulullah yang telah berfokus pula dalam rohani para ulama ahli silsilah kerohanian. Semua ini dapat terjadi dalam satu titik materi yang sangat halus dalam hati kita sendiri, inilah yang dikatakan Lathifaturrabbaniah dalam ilmu tasauf. Seperti halnya dengan tali laba-laba yang halus, yang berada di punggung laba-laba kelihatannya semua bersatu karena halusnya, tetapi kalau direntang ia menjadi beratus-ratus meter panjangnya.
Berkata orang yang arif:
كُنْ مَعَ الله فإن لَمْ تَسْتَطِعْ فكن مع من كان مع الله
Kun ma’allahi fail lam tastathi’ fakun ma’a man kana ma’allah
Artinya:
“Adakanlah! (jadikanlah) dirimu (rohanimu) beserta Allah, jika engkau belum bisa menjadikan dirimu (rohanimu) beserta Allah, maka adakanlah (jadikanlah) dirimu (rohanimu) beserta dengan orang yang beserta Allah”.¹⁹
¹⁹ Muhammad Amin Al-Kurdi, Tanwirul Qulub Fi Mu’amalat ‘Alamal Ghuyub, (Indonesia: Haramain, 2006) cet. 1. h. 512
Bahwa roh inilah yang akan menyeberang ke alam baka kelak, dan hanya akan mampu kembali ke hadirat Allah SWT, jika ia telah disucikan, dan berisikan kalimah Allah, jika tidak ia pasti akan gentayangan selama-lamanya di alam yang tak bertepi dan tak terbatas, karena tidak memiliki unsur yang tak terhingga (∞) karena tak pernah diberikan padanya selama hayatnya hingga ia tak mampu kembali ke hadirat Allah SWT yang tempatnya tak terhingga (∞) itu, hingga akhimya ia pasti hancur berantakan, disambar oleh setan dan iblis laknatullah.
Namun, bila roh ini dengan kalimah Allah dengan metodik yang benar, roh itu akan menjadi gagah perkasa, bahkan ia akan mampu, sebagai “gift sampingan” dari pada Allah SWT, antara lain dengan menyalurkan tenaga maha dahsyat dari alam metafisika Kalimah Allah, ia akan mampu melindungi jagad raya ini, dari segala macam bahaya dan bencana, bahkan dapat melindungi dunia dari kehancuran total, berkat kekuatan, kebesaran kalimah Allah, yang ditanamkan dan bermukim di dalam dirinya.
لَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى لَا يُقَالَ فِي الْأَرْضِ اللَّهُ اللَّهُ 20
La taqūmus sa’atu hattā lā yuqāla fil ardhi Allahu Allahu
Artinya:
“Kiamat tidak akan terjadi hingga tidak diucapkan lagi Allah, Allah” (HR Muslim)²⁰
²⁰ Muslim, Shahih Muslim, Jilid I, h. 78
la telah menjadi “aparat” yang sangat ampuh dan tak terkalahkan dari Allah SWT yang Maha Akbar.
Firman Allah:
Kataballahu la`aghlibanna ana wa rusuli, innallaha qawiyyun ‘aziz
Artinya:
“Allah telah menetapkan, bahwa tiada kamus kalah bagiku dan Rasul-Ku. Sesungguhnya Allah Maha Kuat dan Maha Gagah Perkasa” (QS. Al-Mujadilah: 21).
Wa may yuthi’illaha war-rasula fa ulaika ma'alladzina an'amallahu 'alaihim minan-nabiyyina wash-shiddiqina wasy-syuhada
i wash-shalihiin, wa hasuna ula`ika rafiqa
Artinya:
“Barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka mereka itu bersama-sama dalam deretan orang-orang yang diberi kurnia (oleh Allah, yaitu Nabi-Nabi, orang-orang benar, orang-orang syahid dan orang-orang saleh. Dan sebaik-baiknya bersahabat dengan mereka”. (QS. An-Nisa’: 69).
Wa may yatawallallaha wa rasulahu walladzina amanu fa inna hizballahi humul-ghalibun
“Barangsiapa yang mengangkat Allah dan Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman menjadi pemimpinnya, maka (ia masuk partai mereka, dan) sesungguhnya partai Allah-lah yang mendapat kemenangan “. (QS. Al-Maidah, ayat 56).
Dengan tenaga dahsyat tak terhingga ini pada zaman dahulu Agama At-Tauhid dapat dimenangkan sepanjang masa. Namun kalau tenaga ini telah hilang atau pudar seperti yang kita sinyalir dewasa ini pastilah agama pun lambat laun akan hambar dan pudar seperti lampu kehabisan minyak, walaupun syi’arnya menanjak terus, tetapi energinya/kekuatan ghaibnya telah mulai hilang. Agama akhirnya akan tinggal nama saja lagi, karena ia telah menjelma menjadi Kebudayaan manusia belaka. Nur Ilahi akan lenyap dan umat manusia akan pasti binasa serta jagad raya inipun akan hancur berantakan.
Semua ayat-ayat Al-Qur’an agar dapat terwujud dan direalisasi, agar dapat menjadi kenyataan rieel yang sebenar-benarnya, yang nyata memberi manfaat mulai dari dunia hingga berkelanjutan sampai ke akhirat, yang mengubah dengan nyata manusia-manusia itu dari manusia jahil dan biadab, menjadi insan-insan kamil yang terpuji sebagai para khalifah Allah sebenar-benarnya yang perkasa, karena rohnya telah terisi dengan kalimah Allah, yang dibawa oleh Nurun ‘ala nurin yang Khalish Mukhlishin, mentalnya, akal budinya luhur, karena terisi akhlak-akhlak mahmudah yang terpuji, yang dibawa ayat-ayat suci Al-Qur’an dan Al-Hadits yang khālish mukhlishin, agar semua itu menjadi sukses yang gilang gemilang, haruslah manusia itu, di samping mengamalkan isi Al-Qur’an dan Al-Hadits secara yang lazim, juga haruslah ummat manusia itu mengamalkan bagian batiniah Islam, yaitu thariqatullah murni yang syah diakui oleh Allah SWT dipimpin seorang guru ahli silsilah kerohanian yang kamil mukammil dan khālish mukhlishin.
Dengan demikian baru umat manusia terjamin dapat memperoleh kemenangan yang absolut terhadap Al-Iblis laknatullah yang kalau kita melihat situasi dunia saat ini, hampir menguasai seluruh umat manusia.
Quo Vadis Seluruh Umat Manusia dengan Segala Syi’ar Agamanya?
Kita akan bertanya: Quo vadis seluruh umat manusia dengan segala syi’ar Agamanya?
Berikut ini, kami buatkan risalah dari pokok-pokok yang telah kami utarakan dalam tulisan ini:
- Bahwa sebenarnya tujuan hidup, pedoman hidup dan fitrah hidup, telah diuraikan dalam ayat-ayat Al-Qur’an dan Al-Hadits yaitu pengabdian pada Allah SWT.
- Bahwa dahulu roh itu dianggap merupakan sebagian dari unsur akal/pikiran kita, tetapi sebenarnya roh itu merupakan unsur yang tersendiri, yang mempunyai dimensi yang lebih tinggi dari unsur akal/pikiran dan jasmaniah.
- Bahwa roh ini juga harus disucikan dan di-“Islam”kan lebih dahulu, baru mungkin ia kembali ke hadirat Allah SWT”. Melalui jalur “tali Allah” sesuai dengan Surat Ali Imran, ayat 103.
Bahwa Al-Qur’an dan Hadis yang diajarkan secara lazimnya melalui lisan, baru meng-“Islam”-kan jasmaniah dan akal/pikiran serta mental umat, tetapi belum meng-“Islam”-kan rohani umat. Untuk meng”Islam”-kan rohani umat, rohaninya harus diisi dengan kalimah Allah yang berasal /mengalir dari rohani Rasulullah. Untuk itu perlu suatu metodologi, yang dinamakan Thariqatullah.
Kesimpulan: Umat manusia agar tidak tersesat dalam kehidupan di dunia (Quo Vadis?) harus mengikuti tujuan hidup, pedoman hidup dan fitrah seperti telah dinyatakan dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits. Di samping iman dan syari’at Islam yang hanya meng-“Islam”-kan jasmaniah dan akal/pikiran serta mental kita, rohani umat manusia perlu mewarisi dan memiliki Nur Muhammad atau secara teknologi harus memiliki getaran tak terhingga (oo) untuk dapat naik vertikal ke atas untuk sampai Kehadirat Allah SWT dan meraih Ridha-Nya seperti yang digambarkan Isra’ dan Mi’raj Rasulullah ﷺ di mana Beliau juga diberikan suatu unsur yang tak terhingga (oo) cepatnya, yaitu Al-Buraq, baru mampu Beliau mendarat di hadirat Allah SWT!
Untuk ini diperlukan 2 persyaratan: 1. Bahwa umat manusia di dunia siapa saja pun orangnya, termasuk kami anggota-anggota LIMTI, mutlak perlu mencari dan menemukan seorang guru Agama yang termasuk tali silsilah Allah, yang mewarisi rohani Rasulullah dengan Nur Muhammad di dalamnya. Al-Hikam menyebutkan: Dalam sebuah Hadis Qudsi Allah bersabda: Para Wali-Ku di bawah naungan-Ku, tiada yang mengenal mereka dan mendekat kepada seorang Wali, kecuali jika Allah memberikan Taufik Hidayah-Nya. Supaya ia langsung juga mengenal kepada Allah dan Kebesaran-Nya yang diberikan kepada seorang manusia yang dikehendaki-Nya.
Dalam Al Hikam diceritakan pula: “Sahl bin Abdullah ketika ditanya oleh muridnya: Bagaimanakah mengenal Waliyullah itu? Jawabnya: Allah tidak memperkenalkan mereka, kecuali kepada orang-orang yang serupa dengan mereka, atau kepada orang yang bakal mendapat manfaat dari mereka (yakni untuk mengenal dan mendekat kepada Allah). Rahmat kebijaksanaan Allah telah menetapkan, para Wali itu dengan hijab basyariyah (kebiasaan manusia).”
Bahwa rohani manusia harus menggabungkan dirinya (frekwensinya) dengan rohani guru yang dimaksud pada butir 1, melalui suatu metodik thariqatullah murni, agar segala ibadahnya melalui saluran yang hak sampai ke sisi Allah SWT.
Di bawah ini kami uraikan sekelumit tentang cara pelaksanaan zikrullah yang kita kutip dari Hadis-hadis Rasulullah ﷺ dan ayat-ayat Al-Qur’an, kemudian keutamaan-keutamaan dari pengamalan zikrullah dan akhimya kelebihan-kelebihan yang dikurniakan Allah SWT pada para ahli-ahli zikrullah.
Di lain keadaan diceritakan:
وروي (الشيخ يوسف الكوزاني المشهور بالعجمي في رسالته) أنّ علياً بن أبي طالب سأل النبي صلى الله عليه وسلم فقال: يا رسول الله دلني على أقرب الطرق إلى الله تعالى وأسهلها على عباده وأفضلها عند الله تعالى. فقال صلى الله عليه وسلم: يا علي عليك بمداومة ذكر الله في الخلوات. فقال علي: هكذا فضيلة الذكر وكل الناس ذاكرون. فقال النبي صلى الله عليه وسلم: يا علي لا تقوم الساعة وعلى وجه الأرض من يقول لا إله إلا الله. فقال علي: فكيف أذكر يا رسول الله؟ فقال صلى الله عليه وسلم: غمض عينيك واسمع مني ثلاث مرات ثم قل أنت ثلاث مرات وأنا أسمع. فقال النبي صلى الله عليه وسلم: لا إله إلا الله ثلاث مرات مغمضاً عينيه رافعاً صوته وعلي يسمع، ثم قال علي رضي الله عنه: لا إله إلا الله ثلاث مرات مغمضاً عينيه رافعاً صوته والنبي صلى الله عليه وسلم يسمع.
“Dan diriwayatkan oleh Syekh Yusuf Al-Kawazani yang terkenal di luar negeri dalam risalahnya bahwa Ali bin Abi Thalib bertanya kepada Nabi ﷺ, “Ya, Rasulullah! Tunjukilah aku jalan Tarekat untuk mendekatkan kepada Allah Ta’ala dan memudahkannya atas hamba-Nya dan kemuliaannya di sisi Allah Ta’ala”. Maka Nabi ﷺ berkata: “Ya, Ali, hendaknya engkau berkekalan zikir akan Tuhan dalam kesendirian.” Maka Ali berkata, “Itulah kemuliaan zikir dan setiap orang akan berzikir pada Allah.” Maka Nabi ﷺ berkata, “Ya, Ali! Tidak akan terjadi kiamat sehingga tiada lagi tinggal di atas permukaan bumi ini orang yang mengucapkan Lā ilāha illallāh.” Maka sahut Ali kepada Rasulullah ﷺ, “Bagaimana caranya aku berzikir, ya, Rasulullah?”. Maka Sabda Rasulullah ﷺ, “Pejamkan kedua matamu dan dengarkanlah dariku ucapan tiga kali. Kemudian ucapkanlah seperti itu dan aku akan dengarkan. Maka sejenak Rasulullah ﷺ mengucapkan: “Lā ilāha illallāh” tiga kali dengan menguatkan suaranya, sedang kedua matanya tertutup dan Ali mendengarkan. Kemudian Ali Radiyallah’anhu mengucapkan kalimat “Lā ilāha illallāh” tiga kali dengan menguatkan suaranya dan mata terpejam dan Nabi ﷺ mendengarkan.”²¹
²¹ ʿAbd Allāh Ibrāhīm, Kāshif al-albās ʿan faydhat al-khatm Abī al-ʿAbbās, (al-Maghrib/Maroco: al-Maṭbaʿah al-ʿArabīyah, 1934), cet. 1, hal. 16,17
Ajaran tersebut kemudian Sayyidina Ali ajarkan pula kepada Hasan Basri dari Hasan Basri diajarkan kepada Al-Habib Al-Ajmy, dari Al-Habib diajarkan kepada Daud Athaiy, dari Daud diajarkan kepada Al-Ma’ruf Al-Karkhi dan dari Al-Ma’ruf kepada Assurā, dan kemudian dari Assurā kepada Al-Junaid.²²
²² Ibid, hal.17
Sebuah Thariqat yang sangat istimewa, karena sangat tinggi ilmiahnya. Thariqat mana dinamakan pada awalnya: Thariqatus Sirriah, kemudian dinamakan kepada nama Abu Bakar Siddiq, bernama Siddiqiah, yang dewasa ini dimasyhurkan dengan nama: Thariqat Naqsyabandiah. Thariqat Naqsyabandiyah mempunyai kedudukan yang istimewa karena berasal dari Sayyidina Abu Bakar Siddiq dan mengenai diri Sayyidina Abu Bakar, Nabi Muhammad ﷺ bersabda:
ما صبّ الله في صدرِي شيئًا إلا صبَبه في صدر أَبِي بَكرٍ.
“Tidak sesuatupun yang dicurahkan Allah dalam dadaku, melainkan aku mencurahkannya kembali ke dalam dada Abu Bakar” (dada = hati = sukma = Rohani).
Jadi jelas dalam Hadis di atas termasuk mencurahkan talqin zikir seperti yang dilaksanakan oleh Rasulullah ﷺ, kepada Sayyidina Ali (juga termasuk mencurahkan /meneruskan /menurunkan Nurun ‘ala nurin antara rohani Nabi kepada /ke dalam rohani Abu Bakar Siddiq).
وَاذْكُر رَّبَّكَ فِي نَفْسِكَ تَضَرُّعًا وَخِيفَةً وَدُونَ الْجَهْرِ مِنَ الْقَوْلِ بِالْغُدُوِّ وَالْآصَالِ وَلَا تَكُن مِّنَ الْغَافِلِينَ
Wadzkur rabbaka fi nafsika tadharru’aw wa khīfataw wa dūnal-jahri minal-qauli bil-ghuduwwi wal-āshāli wa lā takum minal-ghafilīn
Artinya:
“Sebutlah Tuhanmu dalam hatimu, serta merendahkan diri dan takut, dan bukan dengan suara yang keras, waktu pagi dan petang hari, dan janganlah engkau termasuk orang-orang yang lalai (tidak ingat = tidak zikir)”. (QS. Al-A’raf, ayat 205).
Jadi zikrullah itu dilaksanakan tidak kedengaran (tersembunyi dalam hati = zikir khafi).
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوْا اذْكُرُوا اللهَ ذِكْرًا كَثِيْرًا
Yā ayyuhalladzīna āmanudzkurullāha dzikran katsīrā
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, berzikrullah-lah dengan zikir yang sebanyak-banyaknya” (QS. Al-Ahzab: 41).
الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللهَ قِيَا مَا وَقُعُوْدًا وَعَلَىٰ جُنُوبِهِمْ
Alladzīna yadzkurūnallāha qiyāmaw wa qu’ūdaw wa ‘alā junūbihim
Artinya:
“(Orang-orang yang berakal itu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk, dan dalam keadaan berbaring (zikir khafie)” (QS. Ali Imran, ayat 191).
Penjelasan:
Dalam Kitab Suci Al-Qur’an dan Hadis Rasulullah ﷺ banyak sekali kita jumpai ayat-ayat, berupa perintah, anjuran dan himbauan agar kita melaksanakan zikrullah demikian banyaknya sehingga kalau dibandingkan dengan ayat-ayat yang menjelaskan tentang rukun Islam, seperti shalat, zakat, haji, ternyata ayat-ayat tentang zikrullah lebih banyak jumlahnya. Karena itu dapatlah kita simpulkan di sini betapa besarnya keutamaan dari zikrullah itu, sehingga pantaslah kalau kita sebut bahwa zikrullah itu nyawanya ibadah. Sebagaimana tertera dalam Kitab Tanbihul Ghafilin karya Abu Laits as Samarqandi:
“Zikir kepada Allah itu paling utama dari semua ibadat, sebab itu Allah telah menentukan bagi tiap ibadat itu kadar dan waktu tertentu, bahkan ada kalanya dilarang bila tidak tepat pada waktunya atau berlebihan dari ketentuannya. Sebaliknya zikir, maka Allah tidak membatasi banyak atau waktunya.”
قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ أَلَا أُنَبِّئُكُمْ بِخَيْرٍ أَعْمَالِكُمْ وَأَزْكَاهَا عِنْدَ مَلِيكِكُمْ وَأَرْفَعِهَا فِي دَرَجَاتِكُمْ وَخَيْرٌ لَكُمْ مِنْ إِنْفَاقِ الذَّهَبِ وَالْوَرِقِ وَخَيْرٌ لَكُمْ مِنْ أَنْ تَلْقَوْا عَدُوَّكُمْ فَتَضْرِبُوا أَعْنَاقَهُمْ وَيَضْرِبُوا أَعْنَاقَكُمْ قَالُوا بَلَى قَالَ ذِكْرُ اللَّهِ تَعَالَى
Artinya:
“Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Maukah aku beritahukan kepada kalian mengenai amalan kalian yang terbaik, dan yang paling suci di sisi Pemilik kalian (Allah), paling tinggi derajatnya, serta lebih baik bagi kalian daripada menginfakkan emas dan perak, serta lebih baik bagi kalian daripada bertemu dengan musuh kemudian kalian memenggal leher mereka dan mereka memenggal leher kalian?” Mereka berkata: ya. Beliau berkata: Berzikir kepada Allah Ta’ala.” (HR Tirmidzi)²⁵
²⁵ Abī ʿĪsā Muhammad bin ʿĪsā bin Saurat at Tirmidzi, Jāmi’ at Tirmidzī, (Riyadh: Bait Afkār ad Dauliah, 2000), hal. 535
Di sini jelas kelihatan, bahwa zikrullah pada Allah SWT adalah sangat tinggi martabatnya pada sisi Allah SWT.
الذكر الذي لا تسمعه الحفظة يضاعَفُ على الذكر الذي تسمعه الحفظة بسبعين ضعفًا
Artinya:
“Zikir yang tidak didengar oleh Malaikat Hafazhah (khafie) itu pahalanya lebih banyak dari pada zikir yang didengar oleh Malaikat Hafadhah (Jahar), dengan lipat tujuh puluh kali” (HR Baihaqi)²⁶
²⁶ Abī Bakr Ahmad bin al Husain al Baihaqī, al Jāmi’ Syuabul Imān, (Riyadh: Maktabat al Rusyd, 2003), Jilid II, cet. 1, hal. 84
ثُمَّ حُبِّبَ إِلَيْهِ الْخَلَاءُ وَكَانَ يَخْلُو بِغَارِ حِرَاءٍ فَيَتَحَنَّثُ فِيهِ وَهُوَ التَّعَبُّدُ اللَّيَالِيَ ذَوَاتِ الْعَدَدِ
Artinya:
“Kemudian Beliau dianugerahi kecintaan untuk menyendiri, lalu Beliau memilih gua Hira’ dan bertahannuts (menyendiri) yaitu beribadah di malam hari dalam beberapa waktu lamanya” (HR Bukhari)²⁷
²⁷ Abi Abdillâh Muhammd bin Ismāīl al Bukhārī, al Jāmi ash Shahih, (Cairo: al Mathba atus Salafiyah, 1400H), Jilid I, hal. 14
عَنْ أَبِي هُرَيرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ الْإِمَامُ الْعَادِلُ وَشَابٌ نَشَأَ فِي عِبَادَةِ رَبِّهِ وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِي المَسَاجِدِ وَرَجُلَانِ تَحَابًا فِي اللَّهِ اجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ وَرَجُلٌ طَلَبَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ فَقَالَ إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ وَرَجُلٌ تَصَدَّت أَخْفَى حَتَّىٰ لَا تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِينُهُ وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللهَ خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ
Artinya:
“Dari Abu Hurairah dari Nabi Muhammad ﷺ. mengabarkan bahwa beliau berkata: Ada tujuh golongan yang akan mendapat naungan Allah dengan Rahmat-Nya pada hari tiada naungan kecuali naungan Allah yaitu: 1. Penguasa adil. 2. Seorang remaja yang mengawali keremajaannya dengan beribadat kepada Allah ‘Azza Wajalla. 3. Seorang laki-laki yang hatinya dipertautkan dengan masjid-masjid. 4. Dua orang yang saling mencintai karena Allah, yang keduanya berkumpul dan berpisah karena Allah pula. 5. Seorang laki-laki yang ketika dirayu seorang perempuan bangsawan lagi rupawan, kemudian menjawab; “Sungguh aku takut kepada Allah” 6. Seorang yang mengeluarkan sedekah kemudian disembunyikannya, sampai tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diperbuat tangan kanannya. 7. Seorang yang berzikir kepada Allah Ta’ala di tempat yang sunyi (menyendiri) kemudian kedua matanya mencucurkan air mata.” (HR Bukhari)²⁸
²⁸ Ibid, hal. 219
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَرَادَ أَنْ يَعْتَكِفَ صَلَّى الْفَجْرَ ثُمَّ دَخَلَ مُعْتَكَفَهُ وَإِنَّهُ أَمَرَ بِخِبَائِهِ فَضُرِبَ أَرَادَ الاعْتِكَافَ فِي الْعَلَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ
Artinya:
“Dari Aisyah radliallahu ‘anha, ia berkata; Jika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam hendak I’tikaf, beliau shalat Shubuh terlebih dahulu, lalu masuk ke tempat I’tikafnya dan beliau memerintahkan untuk dibuatkan kelambu kecil, maka dibuatlah. Beliau ingin l’tikaf pada sepuluh hari terakhir Ramadan.” (HR Muslim)²⁹
²⁹ Abi Husain Muslim bin al Hajjāj al Qusyairi an Naisābūri, Shahih Muslim, (Riyadh: Dar Thaibat, 2006), cet.1, hal. 525
وَلَا تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ
wa lā tubāsyirūhunna wa antum ‘ākifuna fil-masājid
Artinya:
“Janganlah kamu gauli isteri-isterimu, sedang kamu i’tikaf di dalam masjid” (QS. Al-Baqarah: 187)
وَعَهِدْنَا إِلَى إِبْرَاهِمَ وَإِسْمَاعِيلَ أَن طَهِّرَا بَيْتِيَ لِلطَّائِفِينَ وَالْعَاكِفِينَ وَالرُّكَّعِ السُّجُودِ
wa ‘ahidnā ilā Ibrāhīma wa Ismā’īla an thahhirā baitiya lith-thā ifīna wal-‘ākifīna war-rukka’is-sujud
Artinya:
“Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail, bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang tawaf, i’tikaf, yang rukuk dan yang sujud” (QS. AlBaqarah: 125).
Tentang keutamaan halqah/alkah dzikrullah dalam suluk/i’tikaf:
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: “إِذَا مَرَرْتُمْ بِرِيَاضِ الْجَنَّةِ فَارْتَعُوا.” قَالُوا: وَمَا رِيَاضُ الْجَنَّةِ؟ قَالَ: “حِلَقُ الذِّكْرِ.”
Artinya:
“Dari Anas bin Malik bahwasanya Rasululullas Saw berkata: Apabila kamu melalui taman-taman surga, maka ikutlah atau masuklah kamu padanya.” Bertanya salah seorang sahabat: “Apakah taman-taman surga itu (Ya Rasulullah?) Sabda Rasul: “Yaitu Halqah-halqah zikir” (Halqah-halqah zikir ialah lingkaran orang banyak duduk berkeliling).” (HR Tirmidzi)³⁰
³⁰ at-Tirmidzi, Jāmi’ at-Tirmidzi, hal. 800
لَا يَقْعُدُ قَوْمٌ يَذْكُرُونَ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ إِلَّا حَفَّتْهُمُ المَلَائِكَةُ، وَغَشِيَتْهُم الرَّحْمَةُ، وَنَزَلَتْ عليهم السَّكِينَةُ، وَذَكَرَهُمُ اللَّهُ فِيمَن عِنْدَهُ
Artinya:
“Tidaklah suatu kaum yang duduk berkumpul untuk mengingat Allah, kecuali dinaungi oleh para malaikat, dilimpahkan kepada mereka rahmat, akan diturunkan kepada mereka ketenangan, dan Allah akan menyebut-nyebut mereka di hadapan para makhluk yang ada di sisi-Nya.” (HR Muslim)³¹
³¹ Muslim, Shahih Muslim, Jilid II, h. 1242
Uraian Ringkas Tentang Nurun ‘ala nurin
Untuk sementara waktu tentang: kebesaran-kebesaran dalam mengamalkan dzikrullah dan tentang kelebihan-kelebihan orang-orang yang mengamalkan dzikrullah yang diberi Allah SWT sebagai kurnia-Nya yang sangat bernilai. Sambungan dari hal-ikhwal ini, kami anggap sangat penting, sehingga tidak dapat dilewatkan begitu saja, namun agar tali dari judul buku ini jangan terputus, kami tempatkan hal-ikhwal dzikrullah selanjutnya pada halaman terakhir dari buku ini.
Kemudian kami lanjutkan dahulu dengan Al-Qur’an, Surat An-Nur ayat 35:
نُورٌ عَلَى نُورٍ يَهْدِي اللَّهُ لِنُورِهِ مَن يَشَاءُ
nurun ‘alā nur, yahdillāhu linūrihī may yasyā’
Artinya:
“Nur di atas nur, yang diberikan Allah SWT pada orang yang dikasihiNya.”
Sudah jelas bahwa bagi kita umat Islam, yang berNabi kepada Nabi Muhammad ﷺ manusia pilihan Allah itu, yang diberikan Allah SWT paling pertama Nurun ‘alā nūrin sudah pasti dan jelas ialah kepada Nabi Muhammad ﷺ.
Dan semua apa saja yang diterima Nabi dari pada Allah SWT semuanya dicurahkan pula ke dalam dada (rohani, sukma) Abu Bakar Siddiq, termasuk Talqin zikir dan Nurun ‘alā nūrin.
Ada 2 pertanyaan dari beberapa tokoh di luar Negeri:
- Apakah Nurun ala Nurin itu dapat turun-temurun, tali-bertali, pindah-berpindah dari rohani Rasulullah, kemudian kepada rohani para Sahabat, selanjutnya terus ke bawah melalui tali silsilah hingga sampai pada saat sekarang ini?
Jawabannya akan dibagi dalam 2 bahagian:
- Berdasarkan Ilmu Eksakta (Ilmu Fisika).
- Berdasarkan Al-Qur’an dan Al Hadis.
Contoh ke-1:
Jika umpamanya ada 35 buah stasiun TV/radio, yang berurut-urutan, menghubungkan gelombangnya satu sama lain, umpamanya yang nomor 35 menghubungkan/menggabungkan gelombangnya dengan stasiun nomor 34 dan yang nomor 34 ini, telah menggabungkan pula gelombangnya dengan nomor 33 dan begitulah seterusnya, gabung-bergabung antara gelombang dengan gelombang mulai dari stasiun nomor 35 sampai dengan gelombang stasiun nomor 1, maka kita akan melihat, bahwa seluruh gelombang/frekwensi dari ke 35 stasiun itu telah bersatu dengan gelombang dari stasiun yang pertama.
Jika sang kepala negara berbicara di muka corong yang pertama, maka suara itu detik itu juga didengar oleh seluruh stasiun yang 35 itu. Begitu juga jika rohani dan 35 guru ahli silsilah telah menggabungkan diri rohaninya satu sama lain secara bertingkat, sudah jelaslah, bahwa seluruh rohani itu bergabung pada rohaniah yang pertama, yaitu rohani Rasulullah ﷺ. Sudah jelas pulalah bagi kita, bahwa Nurun ‘ala nurin yang diturunkan Allah SWT pada rohani Rasulullah telah pula oleh seluruh ahli silsilah ke 35 nya semuanya.
Maka, karena seluruh rohani itu telah tergabung dalam rohani Rasulullah yang hidup pada sisi Allah SWT hingga detik ini, maka sudah jelaslah bagi kita, bahwa siapa pun orangnya yang menggabungkan diri rohaninya kepada rohani yang ke 35 itu, pada detik itu juga ia akan berhubung dengan rohani Rasulullah, di mana di dalamnya berada Nurun ‘ala nurin sebagai saluran atau Wasilah yang langsung pula menyampaikannya ke hadirat Allah SWT. Kemudian, karena semua rohani itu adalah sangat-sangat halusnya, yang disebut juga dalam Ilmu Tasauf Lathifaturrabbaniah, maka seluruh proses gabungan rohani ini dapat terlaksana dalam hati sanubari seorang Mukmin yang khālish Mukhlishin.
Hadis Qudsi:
قال الله تعالى: لَمْ يَسَعْنِي أَرْضِي وَلَا سَمَائِي وَوَسِعَنِي قَلْبُ عَبْدِيَ الْمُؤْمِنُ اللَّيِّنُ الْوَادِعُ
Artinya:
“Allah SWT berfirman: Tidak dapat memuat zat-Ku, bumi dan langit-Ku, yang dapat memuat zat-Ku ialah hati sanubari hambaku yang suci, lunak dan tenang.” (HR. Al-Ghazi)³²
³² Al-Ghazi, Itqan, hal. 515
Barulah Insan itu berzikir, dan kemudian baru menegakkan shalat dalam keadaan rohani bersatu dengan rohani Rasulullah atau secara istilah agama: Berimam-imam rohani kita pada rohani Rasulullah, kemudian sujud bersama-sama di hadirat Allah SWT. Di dalam shalat sedemikian rupa, yang kelihatan pada zahirnya, kita berimam-imam, bersama-sama melaksanakan shalat dengan berjemaah-jemaah dalam mesjid-mesjid, namun dalam rohani kita, kita telah bergabung dengan rohani Rasulullah, hingga rohani kita terpelihara dari gangguan, Iblis dan Setan, barulah terlaksana shalat yang khusyuk dalam makam Ihsan.
Berjemaah, berimam-imam shalat dengan masyarakat ramai di dalam mesjid secara jasmaniah dan sekaligus berimam-imam pula kepada Rasulullah secara rohaniah, kemudian melaksanakan sujud ke hadirat Allah SWT. Shalat yang demikianlah yang Shalātul Muntahi atau Ash-shalātu mi’rajul mu’minīn!
Contoh ke II:
Contoh kedua ini mungkin lebih jelas lagi ialah:
Jika kita umpamanya mempunyai sebuah bak yang besar, yang berhubungan dengan pipa saluran yang menyalurkan air gula ke dalamnya, kemudian bak besar itu, kita hubungkan dengan beberapa bak lain, sudah jelaslah, bahwa dengan sendirinya air gula yang berada dalam bak pertama akan masuk ke dalam bak-bak yang telah dihubungkan tadi, sesuai dengan prinsip bejana berhubungan dalam ilmu fisika. Jika kemudian bak-bak pada tingkat dua tersebut di atas, dihubungkan pula dengan bak-bak tingkat ketiga dan seterusnya, maka seluruh bak-bak itu akhirnya akan terisi oleh air gula semuanya, karena air gula terus mengalir tak habis-habisnya. Dan si pemilik bak itu akhirnya akan banyak beruntung.
Menurut Al-Qur’anul Karim: manusia-manusia yang menerima Nūrin ‘ala nūrin dari Allah SWT mereka akan sangat beruntung dan selalu basah lidahnya dengan Dzikrullah pagi dan petang dan dia akan hidup sangat beruntung karena Tuhan menjamin mereka mendapat rizki yang tak terhingga banyaknya, sesuai Surat An-Nur, ayat: 35, 36, 37, 38, 39, 40, 41, 42; namun mereka yang engkar akan menderita seperti orang yang kehausan di padang pasir dan tidak pernah menerima kepuasan dan selalu keluh kesah dan gelisah dalam hidupnya, kalau tidak pada zahirnya pasti pada bathinnya.
- Apakah Nurun ‘ala nurin itu dapat beserta dengan guru ahli silsilah?
Jawabnya:
a. Allah berfirman dalam Hadis Qudsi:
وَإِنْ تَقَرَّبَ إِلَيَّ بِشِبْرٍ تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ ذِرَاعًا وَإِنْ تَقَرَّبَ إِلَيَّ ذِرَاعًا تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ بَاعًا وَإِنْ أَتَانِي يَمْشِي أَتَيْتُهُ هَرْوَلَةٌ
Artinya:
“Apabila hamba-Ku mendekati Aku sejengkal, maka Aku mendekati dia sehasta. Apabila dia mendekati Aku sehasta, maka Aku mendekati dia sedepa. Dan apabila dia datang mendekati Aku berjalan, maka Aku mendekati dia dengan berlari.” (HR Bukhari)³³
³³ Al-Bukhari, Al-Jami’ush Shahih, Juz. IV. h. 384
b. Hadis Qudsi:
وَمَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِي بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ وَمَا يَزَالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ فَإِذَا أَحَبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِي يَسْمَعُ بِهِ وَبَصَرَهُ الَّذِي يُبْصِرُ بِهِ وَيَدَهُ الَّتِي يَبْطِسُ بِهَا وَرِجْلَهُ الَّتِي يَمْشِي بِهَا وَإِنْ سَأَلَنِي لَأُعْطِيَنَّهُ وَلَئِنْ اسْتَعَاذَنِي لَأُعِيذَنَّهُ
Artinya:
“Apabila hamba-Ku menghampirkan diri pada-Ku dengan suatu amalan yang lebih-Aku cintai daripada sekedar mengamalkan apa-apa yang telah Kuwajibkan atasnya, dan terus menerus menghampirkan diri kepada-Ku dengan amalan-amalan yang baik, hingga Aku mencintainya, maka apabila Aku telah mencintainya, adalah Aku pendengarannya bila ia mendengar, Aku lah penglihatannya bila ia melihat, adalah Aku tangannya bila ia mengambil (melakukan sesuatu), Akulah kakinya bila ia berjalan, jika ia memohon niscaya Aku perkenankan permohonannya dan jika meminta perlindungan kepada-Ku pastilah Aku lindungi dia” (HR Bukhari)³⁴
³⁴ Ibid, h. 192
c. Dikuatkan oleh Ayat Al-Qur’an:
يَدُ اللَّهِ فَوْقَ أَيْدِيهِمْ
yadullāhi fauqa aidīhim
Artinya:
“Tangan Allah di atas tangan mereka”. (QS. Al Fath, ayat 10).
Wajah-Ku di atas wajahnya, roh-Ku di atas rohnya dan Nama-Ku di atas/beserta namanya.
d. Hadis Qudsi:
أنا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بي
“Aku menurut akan sangka kekasih-Ku”. (HR. Bukhari)³⁵
³⁵ Al-Bukhari, Al-Jami’ush Shahih, Jilid IV, hal.404
e. Ayat Al-Qur’an:
إِنَّ اللَّهَ مَعَ الَّذِينَ اتَّقَواْ وَالَّذِينَ هُم مُّحْسِنُونَ
Innallāha ma’alladzīnattaqaw walladzīna hum muhsinun
Artinya:
“Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertaqwa (yang dikasihi) dan orang-orang yang berbuat Ihsan (QS. An- Nahl: 128).
f. Hadis Qudsi:
قال الله تعالى : لَمْ يَسَعْنِي أَرْضِيْ وَلا سَمَاءِيْ وَوَسِعَنِي قَلْبُ عَبْدِيَ الْمُؤْمِنُ الَّيِّنُ الْوَادِعُ
“Allah Ta’ala berfirman: Tak dapat memuat Zat-Ku, bumi dan langit-Ku, yang dapat memuat zat-Ku ialah hati hamba-Ku/kekasihKu yang suci, lunak dan tenang.” (HR. Al-Ghazi)³⁶
³⁶ Al-Ghazī, Itqān Maa Jilid I, hal. 515
g. Ayat Al-Qur’an:
وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيدِ
wa nahnu aqrabu ilaihi min hablil-warīd
“Kami sangat akrab padanya (yang Kami kasihi) lebih hampir dari pada urat lehernya” (QS. Qaaf, ayat 16).
Para pembaca yang budiman, jelaslah dari ayat-ayat dan hadis-hadis di atas bahwa kalaulah Allah SWT sendiri berkenan mengakrabkan diri pada orang yang dikasihi-Nya, apalagi Nurun ‘ala nurin sudah jelas berada dalam diri rohani yang dikasihi-Nya itu dan juga dalam diri rohani orang yang berhubungan dengan rohani sang kekasih itu pula.
Kami pikir sekianlah, cukup jelas penjelasan dari kami.
Sebagai tambahan, kita utarakan di bawah ini, beberapa keistimewaan-keistimewaan atau keutamaan-keutamaan yang dianugerahkan Allah SWT pada para Aulia-Nya/para Kekasih-Nya di samping apa-apa yang telah kita sebutkan di atas tadi pada butir a – g. Akan jelaslah nanti bagi kita kelihatan, kelebihan-kelebihan yang hebat yang sangat menonjol, yang telah dikurniakan Allah SWT pada hamba-hambaNya yang shalihin, yang dikasihi-Nya, yang telah menerima Nurun ‘ala nurin, dan yang selalu doanya dikabulkan Allah SWT karena welas asihnya Allah SWT terhadapnya.
Namun segala kurnia itu adalah semata-mata sebagai “Gift sampingan” yang luar biasa sekali, yang terbit dari peramalannya, yang secara ikhlas dan sekhalis-khalisnya dilaksanakan, dengan niat yang sekhalis-khalisnya pula untuk menuju ke hadirat Allah SWT semata-mata untuk meraih cinta kasih dan ridha-Nya, sebagai tercermin dalam doanya yang masyhur yang sangat dalam maknanya yaitu: Ilahi anta maqshudi wa ridhaka mathlubi.
“Ya Allah tiada lain yang kumaksud, melainkan semata-mata untuk menghampirkan diriku (Rohaniku) pada-Mu dan cinta dan Kasih Ridha -Mu lah yang kupohonkan pada-Mu.”
Sungguh-sungguh benar suci dan tinggi serta halus dan agung martabat peramalan dzikrullah dalam ilmu tasauf dan sufi itu, jika dilaksanakan dengan metodologi thariqatullah, yang mengandung, tersimpan, tersembunyi Nurun ‘ala nurin, sebagai Wasilah yang mempunyai frekwensi yang tidak terhingga, yang menyalurkan dan menanamkan dalam rohani, hati dan sukma kita.
Kalimah Allah yang Maha Agung dengan izin dan ridha dan kasih Allah SWT, seperti juga yang telah diturunkanNya kepada Rasulullah ﷺ, pada segala Rasul-Rasul, kepada para sahabat, pada tabi’in, kepada tabi’it tabi’in yang shalihin, kepada para ulama yang shalihin dan shiddiqin, sebagai khalifah Allah dan khalifah Rasul, yang sederetan duduknya dengan para Nabi-Nabi, yang kesemuanya itu merupakan tali silsilah dalam bidang kerohanian atau tali Allah dalam arti kerohaniannya, dalam arti kezahirannya tali Allah adalah Al-Qur’an dan Al-Hadits yang didengar dan dibaca, serta tertulis dan dilihat dengan mata dan dapat diolah oleh otak kaum Muslimin dan diperangaikan oleh seluruh kaum Muslimin yang beriman dan yang taqwa.
Sekianlah uraian tambahan sekedarnya mengenai kwalifikasi para ahli silsilah, para aulia-Nya, para kekasih-Nya, yang sebenarnya pada hakekatnya mereka itu, adalah merupakan aparat yang tak terkalahkan di tangan Allah SWT yang Maha Agung, Maha Akbar dan Maha Kuasa, yang berfungsi sebagai channel/saluran langsung ke hadirat Allah SWT, yang menyalurkan Nurun ‘ala nurin, terhadap mereka yang akan diridhai Allah SWT pula.
Dalam hal ini rohani beliau-beliau itu sama sekali bukan perantara, tetapi rohaniahnya, sebagai aparat Allah, merupakan channel atau saluran langsung antara khalik dengan hamba-Nya, seperti kawat listrik menyalurkan langsung energi electricity (“nur electricity”) dari sumbernya langsung menuju sasarannya masing-masing.
Beberapa kurnia yang dimaksud di atas ialah sebagai berikut:
اطلبوا الفضل عند الرُّحَماءِ من أمتي، تَعِيشُوا في أكنافهم، فإن فيهم رحمتي، ولا تَطْلُبُوا من القاسية قلوبهم، فإنهم ينتظرون سَخَطِي
Artinya:
“Carilah kemuliaan pada orang-orang yang mempunyai sifat belas kasih daripada ummat-Ku, tentu kamu akan dapat hidup di bawah lindungannya, karena Rahmat-Ku ada pada mereka. Dan janganlah mencari kemuliaan dari orang-orang yang berhati kejam, karena sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang menunggu murka-Ku” (HR Suyuthi)³⁷
³⁷ Jalaluddin bin Abi Bakar as-Suyuthi, al-Jami’ ash-Shaghir, (Beirut: Darul Kutub ‘Ilmiyah, 2004) cet. 2, Jilid I, h. 72
قال الله تعالى : لَمْ يَسَعْنِي أَرْضِيْ وَلَا سَمَاءِيْ وَوَسِعَنِي قَلْبُ عَبْدِيَ الْمُؤْمِنُ الَّيِّنُ الْوَادِع
Artinya:
“Allah SWT berfirman: Tidak dapat memuat zat-Ku, bumi dan langit-Ku, yang dapat memuat zat-Ku ialah hati sanubari hambaku yang suci, lunak dan tenang.” (HR al Ghazi)³⁸
³⁸ Al-Ghazi, Itqan Maa Jilid I, hal. 515
وَإِنَّ أَوْلِيَائِي مِنْ عِبَادِي وَأَحِبَّائِي مِنْ خَلْقِي الَّذِينَ يُذْكَرُونَ بِذِكْرِي وَأُذْكَرُ بِذِكْرِهِمْ
Artinya: “Para wali-Ku dari hambaku dan para kekasih-Ku dari makhluk-Ku adalah mereka yang disebut-sebut jika Aku disebut, dan Aku disebut jika mereka disebut.” (HR. Thabrani)³⁹
³⁹ Abi Qāsim Sulaiman bin Ahmad ath-Thabrānī, al-Mu’jamul ausath, (Cairo: Darul Haramain, 1995), Jilid I, hal. 203
(Sebut nama Wali-Ku/ Kekasihku, Aku telah hadir pada sisimu, ingat saja: disebut nama Muhammad dalam shalawat, Allah langsung hadir pada sisi kita untuk memberi pertolongan, jelas kelihatan, bahwa Nama-Ku tak bercerai dengan nama Muhammad dan ulama Wali-Ku/Kekasih-Ku.)
Hadis Riwayat Al-Bazzar dari Ibnu Abbas menyebutkan:
قال الله تبارك وتعالى: إِنَّما أَتَقَبَّلُ الصلاةَ مِمَّنْ تَواضَعَ بِها لِعَظَمَتي، ولم يَسْتَطِلْ عَلَى خَلْقِي، ولم يَبِتْ مُصِرًّا على معصيتي، وقطع نهارَهُ في ذِكْرِي، وَرَحِمَ المسكين وابن السبيل والأرملَةَ، ورَحِمَ المصاب، ذلك نوره كنور الشمس، أكلوه بعزتي، وأَسْتَحْفِظُهُ ملائكتي، أجعلُ لَهُ فِي الظُّلْمَةِ نورًا، وفي الجهالَةِ حِلْمًا، ومَثَلُهُ في خَلْقِي كَمَثَلِ الفردوس في الجنة.
Artinya:
“Allah SWT berfirman: Sesungguhnya Aku hanya menerima shalat dari orang yang merendah diri (tadarruk) karena keagungan-Ku dan tiada menyombongkan dirinya di atas makhluk-Ku, tiada terus-menerus bermaksiat pada-Ku, menghabiskan masa harinya berzikir kepada-Ku, berbelas kasih kepada orang miskin, orang musafir Ibnussabil, perempuan janda dan orang yang terkena musibah. Ia memancarkan cahaya laksana matahari. (ia meneruskan pancaran Nūrun ‘ala nūrin pada orang-orang yang dikehendaki Allah, karena ia adalah aparat Allah SWT, seperti juga Rasulullah adalah aparat Allah SWT. yang pertama, dan ia adalah penerus tugas Rasulullah, sebagai Khalifah Allah dan Khalifah Rasul yang sebenar-benarnya, sebagai al-‘Ulamāu waritsatul anbiyāi yang sebenar-benarnya, lahir batin, dalam jasmani dan dalam rohani). Aku lindungi ia dengan kebesaran-Ku dan memerintahkan Malaikat-Ku menjaganya. Aku beri cahaya dalam menerangi hidupnya. la di antara makhluk-makhluk-Ku laksana Firdaus gemerlapan di antara barisan surga-surga-Ku”. (HR. al-Bazzar)⁴⁰
⁴⁰ As-Sayyid Sabiq, Fiqhu as-Sunnah, (Cairo: al Fathu lil A’lāmil ‘arabī, 1325), Jilid I, hal. 191
يشفع يوم القيامة الأنبياء والعلماء والشهداء .
Artinya:
“Pemberi syafaat pada hari Kiamat adalah para Nabi, Ulama dan Syuhada” (HR. Ash’adi)⁴¹
⁴¹ Muhammad bin Ahmad al-Yamani, an-Nawāfihul ‘Ithrah, (Beirut: Mu`assasah Kutub Tsaqāfiyah, 1412), cet.1, hal. 480
Begitulah hebatnya kurnia Allah SWT kepada para KhalifahNya dan hambaNya yang saleh yang dikasihi dari dunia sampai ke akhirat.
يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ ارْجِعِي إِلَى رَبِّكِ رَاضِيَةً مَرْضِيَّةً فَادْخُلِي فِي عِبَادِي وَادْخُلِي جَنَّتِي
yā ayyatuhan-nafsul-muthma`innah irji’ī ilā rabbiki rādhiyatam mardhiyyah fadkhulī fi ‘ibādī wadkhulī jannatī
“Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama’ah hamba-hamba-Ku, masuklah ke dalam surga-Ku.” (QS. Al-Fajr: 27-30)
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Wa lillāhil hamd
Sekelumit Komentar tentang Tasauf & Sufi Berdampingan dengan Teknologi Modern
Sekarang jelaslah bagi kita di sini, bahwa dalam Islam terdapat dua golongan Ulama, yang pada zahirnya tidak ada perbedaannya, kelihatannya satu sama lain dalam ibadatnya, karena sama-sama berpegang pada hukum-hukum fikih dalam melaksanakan ibadat.
Golongan Ulama yang pertama adalah ahli fikih (ahli zahir) semata-mata, sedangkan golongan yang kedua, di samping mengetahui hukum-hukum fikih, juga menguasai ilmu tasauf dan sufi dalam Islam (golongan kebatinan dalam Islam). Kedua golongan Ulama dalam Islam sangatlah diperlukan bagi perkembangan pendidikan ummat Islam di seluruh dunia, karena tugasnya adalah isi mengisi antara satu sama lain.
Hanya saja, karena ilmu tasauf dan sufi merupakan Ilmu kebatinan dalam Islam yang sangat halus, dalam dan tinggi ilmiahnya, sulit sekali untuk mendapatkan guru besarnya, yang expert, yang mampu menguasai ilmu-ilmu ini dalam teori dan prakteknya sepenuhnya sekaligus, sehingga selalu tidak pernah diajarkan pada sekolah-sekolah agama, walaupun sampai ke universitas-universitas Islam sekalipun, justru karena guru besarnya sulit sekali diperdapat, mengingat sulitnya mata-mata kuliah tersebut.
Akhirnya para kaum Ulama yang tergolong muda yang tammat di zaman ini, sama sekali tidak pernah mengenal akan ilmu tasauf dan sufi, apalagi cara-cara pelaksanaan teknis dalam
mengamalkan zikrullah dan ayat-ayat lain yang hebat-hebat, dimana di dalamnya tersimpan tersembunyi mutiara-mutiara, yang tak dapat dinilai betapa tinggi akan harganya, sehingga mutiara-mutiara yang maha bernilai itu, berlalu hilang lenyap tak berbekas sedikit pun, tanpa dapat dimanfaatkan sama sekali oleh umat Islam. Alangkah ruginya dan malangnya kaum Muslimin di seluruh dunia. Pantas saja mereka kalah di mana-mana saja, karena tidak mengamalkan Al Islam secara keseluruhannya lagi.
يَأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً
Yā ayyuhalladzīna āmanudkhulu fis-silmi kāffah
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu dalam Islam itu secara keseluruhan”. (QS. Al-Baqarah, ayat 208).
Yang paling berbahaya lagi ialah, karena para kaum ulama yang muda-muda tersebut di atas, tidak pernah mengetahui tentang ilmu tasauf dan sufi yang begitu dalam, halus dan tinggi dalam Islam mulia raya mereka malahan cenderung, dengan serta memfatwakan, bahwa ilmu tasauf dan sufi adalah Bid’ah dan sebagainya. Masya Allah, memang benar, alangkah besarnya ruginya kaum Muslimin dewasa ini di seluruh dunia. Betapa besar kekeliruan yang diperbuat selama ini. Cara pelaksanaan teknis menegakkan Shalat Khusu’-pun tak pernah dikupas, dimana mungkin, kaum Muslimin akan menang dalam hidupnya menghadapi segala macam perjuangan dalam hidup yang beraneka ragam ini. Sedang Allah berfirman dalam Al-Qur’an, hanya mereka yang Khusyuk’ dalam shalatnya, itu yang meraih kemenangan dalam hidup ini.
قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ هُمْ فِي صَلَاتِهِمْ خَاشِعُونَ
qad aflahal-mu`minūn. alladzīna hum fī shalātihim khāsyi’ūn
Artinya:
“Sesungguhnya mendapat Kemenangan orang-orang Mukmin yang berhati Khusyuk dalam Shalatnya. “(QS. Al-Mukminun: 1-2).
Betapa lumpuhnya Kaum Muslimin selama ini, karena tidak sepenuhnya lagi mengamalkan Al-Islam, yaitu bahagian tasauf dan sufinya telah ditinggalkan dan menjadi asing sama sekali baginya.
بَدَأَ الْإِسْلَامُ غَرِيبًا وَسَيَعُودُ كَمَا بَدَأَ غَرِيبًا فَطُوبَى لِلْغُرَبَاءِ
Artinya:
“Permulaan Islam ini asing, dan akan kembali asing pula, maka gembiralah orang-orang yang dianggap asing.” (HR. Muslim)⁴²
⁴² Muslim, Shahīh Muslim, Jilid I, h. 77
Justru di dalam tasauf dan sufi itulah tersimpan tenaga maha dahsyat dari metafisik Al-Qur’an.
Mereka mengajarkan ilmu tauhid, tanpa mengajarkan wasilahnya, (pembahasan tentang washilah pada Supletoir II di bawah), sehingga umat mencari hubungan langsung ke-Tuhan, secara awam (yang jelas tak mungkin dapat berhasil), Tuhan bukan zahir seperti kita, dimensinya bukan seperti manusia dan frekwensinya pun bukan seperti manusia, dimana mungkin ia dapat dihubungi seperti manusia (secara awam). Di samping beribadat secara manusia zahir, Tuhan memerintahkan kita mencari wasilah dan menemukannya.
يَأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَابْتَغُوا إِلَيْهِ الْوَسِيلَةَ وَجَاهِدُوا فِي سَبِيلِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Yā ayyuhalladzīna āmanuttaqullāha wabtaghū ilaihil-wasīlata wa jāhidū fi sabīlihī la’allakum tuflihun
Artinya:
“Hai orang yang beriman, taqwalah pada Allah, dan carilah/ temukanlah wasilah yang membawa engkau pada Allah (itu dia Nurun ‘ala nurin), sungguh-sungguhlah engkau di atas jalan itu, niscaya engkau menang (dunia -akhirat).” (QS. Al-Maidah: 35).
Dan mereka mengajarkan shalat, tanpa melanjutkan pengajarannya, sesudah sang murid dewasa, bagaimana metodologinya dari cara pelaksanaan teknis, agar shalat itu dapat Khusyu’. Sehingga akhirnya sang murid meninggalkan dunia yang fana ini dalam lanjut usia, masih tetap dengan ilmu shalatnya yang diperolehnya sewaktu ia umur 7 tahun, tidak maju-majunya. Ia tidak pernah diajar cara pelaksanaan teknis memusnahkan Al-Iblis dalam hati sanubarinya, yang sebenarnya adalah pokok/pangkal dari shalat yang tidak khusyuk. la hanya diajarkan menyebut A’ūdzubillahi minasy syaithanir rajim yang diproduksinya sendiri secara awam, ia sebenarnya hanya baru diajarkan meniru bunyi, tanpa pernah diajarkan bagaimana cara pelaksanaan teknisnya menyalurkan ayat tersebut dari sumbernya yang maha dahsyat, yang diarahkan pada sasarannya, sehingga musnah sama sekali, walaupun memang ada dipesankan padanya untuk berusaha menegakkan shalat khusyu’.
Dalam hal yang begini rupa insan tersebut akan mengalami kecelakaan besar yaitu ia akan kembali ke alam Baqa dengan masih bersama-sama dengan iblis di hatinya, karena ia tidak pernah mampu memusnahkannya selama hayatnya, karena tak pernah mengetahui cara metode pelaksanaan teknisnya. Bukankah keadaan Bani Adam yang begini rupa, sama sekali tidak kita inginkan karena sangat mengerikan.
Tidak pernah ada ustadz baginya semasa hidupnya yang mengupas secara mendalam dan mendetail, ⁴³ bahwa shalat yang khusuk, adalah sebenarnya merupakan suatu kemenangan yang gilang-gemilang, sebagai hasil yang sangat tinggi nilainya, dari suatu peperangan besar terhadap Iblis Laknatullah. la harus mampu memusnahkan Iblis yang dahsyat itu dengan strategi perang yang gilang-gemilang yang tak ada taranya, yang termaktub dalam ilmu thariqatullah yang brilliant.
⁴³ Maksudnya mengupasnya dengan ilmu tarekat dipadukan dengan teknologi
Rasulullah pernah bersabda kepada para sahabatnya yang kira-kira bunyinya:
قَدِمَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم مِنْ غَزاةٍ لَهُ، فَقَالَ لَهُم رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: قَدِمْتُمْ خَيْرَ مَقْدَمٍ، وَقَدِمْتُم مِنَ الْجِهَادِ الْأَصْغَرِ إِلَى الْجِهَادِ الْأَكْبَرِ. قَالُوا: وَمَا الْجِهَادُ الْأَكْبَرُ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: مُجَاهَدَةُ الْعَبْدِ هَوَاهُ.
Qadiman nabiyyu shalallahu ‘alaihi wasallama min ghazatin lahu faqala lahum rasulullahi shalallahu ‘alaihi wasallama qadimtum khaira magdam. Wa qadimtum minal jihadil asghari ilal jihadil akbar, qālu wa mal jihadul akbari ya rasulallahi. Qala: mujahadadatul abdi hawah.
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pulang dari sebuah perang, lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepada shahabat-shahabat beliau: “Kalian datang dengan datang yang baik, kalian datang dari jihad kecil menuju jihad yang besar”. Shahabat bertanya: “Apakah gerangan jihad besar itu, wahai Rasulullah?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallampun menjawab: “Berperangnya hamba melawan hawa nafsunya” (HR. Khathib al-Baghdadi)⁴⁴
⁴⁴ al-Jarāhī, Kasyful khafā-i, hal.425
Kita telah kembali dari memenangkan suatu peperangan kecil di medan laga, sekarang kita mulai menghadapi suatu peperangan besar, yaitu memusnahkan iblis Laknatullah yang berada di hati sanubari kita sendiri.
Di sini kita lihat:
- Di dalam perang kecil, Nabi selalu bersama para sahabat memusnahkan kaum kafirin dengan pedang yang tajam di medan laga, dengan strategi akal muslihat yang diwahyui Allah yaitu Rasulullah ﷺ dipimpin langsung dalam peperangannya oleh Allah SWT sendiri, dengan para panglimanya, antara lain Sayyidina Ali RA.
- Apalagi di dalam perang besar yang ghaib, yaitu dalam memerangi musuh ghaib yang dahsyat yang berada dalam dada diri rohani sendiri, adalah tetap sebagai pemimpin agungnya dari diri rohani Rasulullah, adalah tetap Allah SWT sendiri.
Pedang ghaib Allah SWT digerakkan langsung oleh tangan Allah yang Maha Ghaib, yaitu senjata Allah yang Maha Akbar yang disebut kalimah Allah yang Maha Dahsyat dan Maha Tajam, yang langsung disalurkan dari tangan Allah ke tangan rohani Rasulullah ﷺ, sebagai Rasul dan aparat Allah SWT. (QS. Al Fath, ayat 10: يَدُ اللَّهِ فَوْقَ أَيْدِيهِمْ yadullāhi fauqa aidīhim). Tangan Aku di atas tangan mereka ……., bersama-sama/tidak bercerai-berai dengan para panglima besar-Nya sebagai Khalifah-Khalifah Rasulullah, antara lain diri rohani arwahul muqaddasah Sayyidina Abu Bakar Siddiq (RA.) yang telah “menguras” habis isi dada/isi Rohani Rasulullah, yang intinya ialah Kalimatuļļāhi hiyal ‘ulya yang Maha-Maha Tajam dan Maha Akbar.
Dan rohani Rasul tidak pernah pula bercerai cerai dengan rohani para sahabatnya.
Dengan metode strategi akbar yang maha dahsyat barulah mampu al-Iblis yang sangat ghaib dan sangat sakti itu, dimusnahkan dari dalam diri hati sanubari kita, dan barulah mungkin Shalat yang Khālish Mukhlishīn dapat berdiri dengan sempurna, yang merupakan Ashshalātu mi’rājul mu’minīn. Barulah kita menang dalam hidup kita dari dunia sampai ke akhirat.
Kalaulah di tanah air kita dewasa ini jarang sekali kita jumpai perang kecil yang dimaksud seperti pada Hadis Nabi tersebut di atas, maka perang besar seperti tersebut pada Hadis Nabi di atas, harus dan wajib kita laksanakan sekurang-kurangnya lima kali sehari semalam, yang harus dan wajib selalu mesti pula kita menangkan, dan setiap peperangan ini hanya mungkin dapat dimenangkan dengan metodologi strategi yang sama seperti metodologi yang dipakai rohani Rasulullah yaitu berdasarkan Ayat Quran: “Tangan Aku di atas tangan mereka”, Kalimah Aku di atas Kalimah Allah yang mereka sebut, begitulah Kalimah Allah yang harus kita sebut, yaitu Kalimah Allah Haqiqi yang tersalur dari Maha Sumber-Nya yang Maha Dahsyat, melalui saluran Haqnya: Arwāhul Muqaddasah Rasūlullāh yang senantiasa hidup pada sisi Allah, dan seterusnya melalui Arwāhul Muqaddasah Waliyyam Mursyida, dan sesuai pula dengan Firman Allah: Wa mā ramaīta …… (QS. Al-Anfal, ayat 17) (bukan engkau yang menyebut, melainkan Aku) barulah terlaksana dengan sempurna: Wadzakarasma Rabbihīī Fashallaa (QS. Al-A’lā, ayat 15) dan karena selalu pula berzikir dalam shalat, kita tidak pula terkena hukuman Allah dalam Al-Qur’an: Fawailul lil mushallin dan seterusnya ….. (QS. Al-Ma’un, ayat 4-5). Artinya: Neraka Wail bagi orang yang shalat, yang shalatnya lalai (tidak zikir/lupa zikir) dalam shalatnya, karena begitu kita lupa zikir, begitu pula Iblis pun sudah kembali lagi pada tempatnya semula dalam hati kita.
Kwalifikasi dari Kehebatan-kehebatan Iblis antara lain ialah:
- Ia sangat sakti, hingga mampu menyusup ke dalam surga yang dipagari oleh Malaikat, apalagi menyusup ke dalam hati kita yang tidak berpagar sama sekali. (Maka oleh sebab itu, hati kita itu wajib dan harus dipagari oleh pagar yang melebihi kekuatan pagar Malaikat, yaitu pagar Kalimah Allah yang disalurkan dari sumbernya yang maha dahsyat).
- Iblis itu karena saktinya mampu merayu dan “menyihir” Adam dan Hawa, sehingga terpelanting dari surga. Apakah kita mampu membetengi diri dari rayuan dan sihir Iblis yang sangat halus itu, kalau tidak dibentengi dengan “Kalimah Allah yang hak yang disalurkan dari sumbernya yang maha dahsyat?”. Untuk menaklukkan iblis yang sangat dahsyat itu tentu harus dipakai metodologi/strategi yang sama seperti dalam peperangan besar yang dimenangkan Rasulullah ﷺ. Entahlah barangkali, kalau iblis itu sudah pula mulai inflasi kesaktiannya, maka barulah kita boleh pula memakai pagar yang inflasi pula, dan surga yang diharapkan adalah surga yang inflasi pula alias surga kelas kambing atau “hau-hau” atau sama sekali bukan surga.
- Umur Iblis sudah berjuta-juta tahun, umur kita tidak ada artinya dibanding dengan umurnya, maka oleh sebab itu, kita harus menghadapinnya dengan menyalurkan Kalimah Allah yang Haq, yang kekal abadi dan tak lapuk-lapuknya untuk mengalahkannnya.
- Iblis itu sangat sakti, sebagai maha guru dari segala tukang sihir yang hebat-hebat di dunia. Ia tamatan sekolah tinggi di langit, kita hanya tamatan sekolah tinggi di bumi. Ia hanya mampu dihadapi dengan kalimah maha sakti yang disalurkan dari sumbernya yang maha dahsyat. Kalimah Allah yang kita ucapkan selama ini adalah kalimah Allah palsu yang memang berbunyi sama, tetapi kosong isinya, sehingga tidak berfungsi sama sekali sebagai peluru penghancur Iblis, sedangkan kalimah Allah yang disalurkan, yang bunyinya juga sama saja, tetapi mengandung energi yang maha dahsyat, yang mampu memusnahkan, bukan saja Iblis laknatullah, tetapi juga gunung, bukit, segala-galanya akan musnah, termasuk atom dan nuklir dan lain-lain, jika ditujukan kepada sasarannya oleh aparat Allah SWT yang sangat hebatnya.
Bukan sebagai aparat dari diri pribadi sendiri, sebagai manusia lemah yang sangat berkekurangan. Menyebut kalimah yang terakhir ini adalah hampir sama saja dengan kalimah Allah yang disebut-sebut orang-orang kafir.
Coba kita lihat lagi sebagai contoh:
Bukankah tongkat ahli-ahli sihir Fir’aun yang mampu menjelmakan ular-ular yang sangat berbisa, yang kemudian hendak menyerang Nabi Musa As, cukup dihadapi oleh tongkat Nabi Musa As, di mana telah disalurkan kalimah Allah yang maha dahsyat, kalimah Allah yang maha sakti, yang dalam sekejap mata saja mampu melenyapkan ular-ular jadi-jadian itu, karena dimensi dari kalimah Allah yang Haq, yang Maha Tinggi dan Maha Agung, tidak dapat ditentang oleh apa saja pun dalam jagad ini.
Pendek kata segala kapasitas al-Iblis yang walaupun bagaimana hebat fenomenanya, mampu dihadapi oleh kalimah Allah yang Haq yang disalurkan dari Maha Sumbernya melalui salurannya yang Haq pula.
Paralel dengan fenomena-fenomena di dalam alam fisika, kita dapat menyalurkan tenaga-tenaga dahsyat, dengan metodologi/strategi tertentu, umpamanya dari air hening-bening dari Danau Toba yang tenang yang mampu mengeluarkan beratus-ratus ribu KVA energi electricity, yang kemudian disalurkan dan mampu melebur aluminium dan segala macam logam yang lain di Kuala Tanjung, belum lagi jika tenaga dahsyat tersebut, di “transfer” menjadi tenaga atom dan nuklir dan lain-lain, yang mampu melebur dunia ini dalam beberapa detik saja. Namun segala-gala fenomena-fenomena dari alam fisika yang sangat dahsyat sekalipun, segala-galanya dengan mudah dapat dibungkam atau dimusnahkan oleh tenaga energi metafisika dan Al-Qur’anul Karim, yang tak terbatas, yaitu Kalimatullahi hiyal ulya yang Maha Agung dan Maha Dahsyat dan Maha Perkasa, yang disalurkan melalui saluran Haq-nya.
لَوْ أَنزَلْنَا هَذَا الْقُرْءَانَ عَلَى جَبَلٍ لَّرَأَيْتَهُ خَاشِعًا مُّتَصَدِّعًا مِّنْ خَشْيَةِ الله.
Lau anzalnā hādzal-qur’āna ‘alā jabalil lara`aitahū khāsyi’am mutashaddi’am min khasy-yatillāh
“Kalau sekiranya Kami turunkan Al-Quran ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan ketakutannya kepada Allah” (QS.Al-Hasyr, ayat 21).
Dan ilmu ini semua ada dalam ilmu tasauf dan sufi, bagian sebelah dalam dari Al-Qur’an, yang juga harus kita pelajari dan amalkan dengan sungguh-sungguh baru Islam itu hebat dan dahsyat. Tak ada tolok bandingannya. Dan betapa pula kelumpuhan dan impotensi total yang dialami oleh kaum Muslimin terhadap lawan-lawannya, antara lain Masjidil Aqsa di Palestina, Mesjid suci ketiga kaum Muslimin di seluruh dunia, masih tetap dinodai oleh kaum Jahudi, hingga saat sekarang ini.
Dan kaum Muslimin di seluruh dunia tidak mampu berbuat apa-apa terhadap penodaan itu. Penodaan selanjutnya bukan tidak mungkin pula dilaksanakan oleh kaum zionis laknatullah terhadap Makkatul Mukarramah dan Madinatul Munawarah, tanpa kaum Muslimin seluruh dunia, mampu mencegahnya. Karena tidak menguasai, tidak memiliki, tidak mewarisi lagi Maha Energi dari kekuatan metafisik Al-Qur’an yang Maha Dahsyat, seperti yang disitir dalam AlHasyr, ayat 21.
Do’a Kaum Muslimin adalah seperti melempar balam dengan batu, yang 99% tidak akan mengenai sasarannya. Dia harus memakai teknologi dari metafisik Al-Qur’an, sehingga ia mampu di dalam do’anya terhadap Allah SWT, seperti menembak sasaran dengan telescope, di mana jika fokusnya telah tepat, pasti menurut
undang-undang dan hukumnya, tak pelak lagi tepat mengenai sasarannya.
Kita jangan hanya pandai bercerita tentang maqam Ihsan di mana memang benar pada maqam Ihsan itu tidak ada do’a yang ditolak Allah SWT, yang paling utama ialah bagaimana cara menguasai pelaksanaan teknisnya agar sampai mencapai maqam Ihsan itu, di mana Allah SWT tidak akan menolak tiap-tiap do`a dari hamba-Nya yang khalis mukhlisin, yang dikasihi, yang di dalam dadanya bersinar Nurun ‘ala nurin, barulah Allah SWT tergugah dan menurunkan langsung buah-buah Sijjil-Nya atau sebangsanya, sebagai peluru-peluru berkepala atom kalimah Allah yang pasti akan menghancur leburkan sasaran-sasarannya.
Kita harus faham bahwa maqam Ihsan adalah pada sisi Allah SWT di tempat yang jauh letaknya, di Arasy yang tak terhingga jauhnya (∞), mau tidak mau harus ada yang membawa rohani kita ke situ yang mempunyai kapasitas yang pula, itulah dia Nurun ‘ala nurin yang semestinya kita warisi dari rohani Rasulullah.
Dan semua ini termaktub dalam bidang tasauf dan sufi yang hanya dapat diuraikan dengan hukum-hukum teknologi modern, berdampingan dengan Al-Qur’an dan Al-Hadits. Semoga Allah SWT membukakan hijab bagi kita semuanya dan menurunkan Rahmat-Nya dan Kurnia-Nya dari sifat-Nya yang Maha Rahman dan Maha Rahim, Amin.
Sekian Komentar.
Sekelumit Tentang Perbedaan Antara Ilmu Tasauf (Agama Islam dalam Ilmu Kerohaniannya) Dibanding dengan Aliran Kepercayaan Dunia Timur dan Barat (Termasuk Hypnotisme, Spiritisme, Telepati, Somnambulisme, Telekinesis, Mediumship, dan Lain-Lain)
Sebenarnya kami dari LIMTI, berniat juga untuk membahas sedikit dalam buku ini secara ilmiah eksakta dan berdasarkan Al-Qur’an/Al-Hadits (secara ilmu tasauf dan sufi) segala macam ilmu kebatinan, agar dunia spiritual (Agama At-Tauhid, kepercayaan aliran kebatinan di dunia) dapat membedakan dan mengetahui dengan jelas, di mana letaknya selisihnya antara kebatinan agama at-Tauhid, yang dimasyhurkan dengan nama tasauf, dengan segala macam ilmu kebatinan di dunia.
Hingga saat ini tidak satu pun Agama At-Tauhid yang betul-betul mampu untuk meng-expose-nya berdasarkan ilmiah (apalagi ilmiah eksakta) dan berdasarkan ayat-ayat dalam kitab-kitab suci, sehingga jelas dapat dideteksi di mana “slip-nya”. Segala macam ilmu kebatinan yang bagaimanapun hebatnya kelihatan dan walaupun jelas memakai ayat-ayat kitab suci Al-Qur’an sekalipun dalam amalannya (penjelasannya akan diuraikan di halaman 83), dan walaupun mampu menghasilkan fenomena-fenomena yang luar biasa hebatnya, seperti mampu mengobati berbagai-bagai macam penyakit, bahkan mampu berjalan di atas air, atau mampu terbang di awang-awang sekalipun. Semua ini tidak ada artinya bagi Agama at-Tauhid, yang menguasai bidang ilmu kebatinannya, semua hal-ikhwal tersebut itu adalah kecil pada sisi Allah SWT dan pada sisi ilmu tasauf Islam.
Tujuan pokok dari ilmu tasauf yang paling tinggi pada sisi ilmu tasauf ialah: mampu sampai ke hadirat Allah SWT meraih ridha dan kasihNya.
Hadis Nabi:
قال الله تعالى: لم يسعني الارضي ولا سماءي ووسعني قلب عبدي المؤمن اللين الوادع
Artinya:
“Sesungguhnya langit-langit dan bumi-Ku tidak berdaya menjangkau-Aku, namun Aku telah dijangkau oleh hati seseorang Mukmin (yang Ku-kasihi), (yang telah menerima Nurun ‘ala nurin dari-ku)”. (HR al Ghazi)⁴⁵
⁴⁵ Al-Ghazī, Itqān, hal. 515
Dan ini hanya dapat dicapai antara lain melalui saluran Haq-nya yang diakui Allah SWT yaitu melalui rohani salah seorang dari para Rasul pilihan-Nya, yang tali silsilahnya masih nyata adanya. Karena hanya di situlah tersembunyi: frekwensi Allah SWT yang tidak terhingga halus, tinggi, agung dan sempurnanya, tetapi juga maha-maha dahsyat yang tidak dapat diukur.
Dan kalau dihadapkan pada ilmu kebatinan apa saja pun namanya, ilmu kebatinan akan lebur jadi abu sama sekali, begitu juga jika dihadapkan pada lawan fisis sekalipun. Segala macam dan jenis lawan metafisis apa pun namanya, walaupun yang berasal dari bumi, udara, lautan dan angkasa sekali pun, semua akan tunduk
dan bersujud pada dimensi yang tak terhingga itu, yang bermanifestasi melalui aparatnya di tangan yang maha berkuasa yang tak ada tolok bandingannya, di alam mana sajapun.
“None is comparable unto him nobody and nothing, whoever and whatever is able to compete him.”⁴⁶
⁴⁶ Tidak ada yang sebanding dengan dia tidak ada dan tidak ada, siapapun dan apapun yang mampu menyayangi dia.
بِسْمِ اللهِ الَّذِي لَا يَضُرُّ مَعَ اسْمِهِ شَيْتُ مَا فِي الأَرْضِ وَلَا فِي السَّمَاءِ
⁴⁷ Abi Daud, Sūnan, Jilid VII, cet. 1, h. 419.
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Walillähil Hamd.
Rumus Aljabarnya: x/∞ = 0
X dapat berupa apa saja, siapa saja, metafisik apa saja, dari langit dan bumi, atom, nuklir, galodo, kiamat dunia, Setan, Iblis dan lain-lain, dan lain-lain apabila dibagi dengan ∞ = 0.
Semua akan musnah habis oleh tenaga yang tak terhingga, yaitu energi nucleus dari kalimah Allah sebagai inti Al-Qur’an haqiqi (∞).
Kami cukupkan hingga di sini dahulu untuk sementara waktu pengupasan tentang hal ikhwal ilmu kebatinan di dunia, mudah-mudahan dilain kesempatan kami dapat menyambungnya lagi dengan lebih terperinci, hingga jelas dan tak ada ragu-ragunya lagi bagi kita sekalian.
Sekian, Wassalamu alaikum w.w.
Penjelasan:
Seperti juga mengamalkan Kalimah Lā ilāha illallāh sekalipun, tanpa memakai frekwensi unsur Muhammad, amalan itu tidak akan sampai kehadirat Allah SWT zikirnya akan tergantung di awang-awang. Begitu juga akan tergantung di awang-awang doa seseorang tanpa Shalawat atas Nabi (tanpa memakai frekwensi unsur Muhammad).
إنَّ الدُّعَاءُ مَوْقُوفُ بَيْنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ لَا يَصْعُدُ مِنْهُ شَيْءٌ حَتَى تُصَلِّي عَلَى نَبِيْكَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Artinya:
“Dari Umar bin Khaththab dia berkata Sesungguhnya do’a itu akan terhenti di antara langit dan bumi, sedikitpun tidak dapat naik, sehingga engkau bershalawat atas Nabimu Shalallallahu alaihi wa sallam” (HR Tirmidzi)⁴⁸
⁴⁸ Abī ʿĪsā Muhammad bin ʿĪsā at Tirmiḏzī, al Jāmiʿ al Kabīr (Beirut: Dār al Gharīb al Islāmī, 1996), cet. I, Jilid 1, hal. 496
Begitu juga mengucapkan Asyhadu an lā ilāha illallāh, tidak akan sampai kalau tidak memakai unsur Muhammad, dalam Wa asyhadu anna Muhammadar Rasūlullāh. Untuk mencapai frekwensi Muhammad, kita harus menyatukan diri rohani kita dengan diri rohani Muhammad, yang telah bersatu dan berada dalam diri rohani guru/yang ahli silsilah. Dalam keadaan bersatu rohani dengan rohani, maka frekwensi rohani kita telah bersatu pula dengan frekwensi rohani Muhammad, barulah kita dapat beramal segala macam ayat-ayat Al-Qur’an dan barulah segala ayat-ayat tersebut berjaya dengan sehebat-hebatnya.
Namun teori ini tidak boleh dan tidak dapat dijalankan sendiri-sendiri, tanpa pimpinan guru Waliyam Mursyida, Mursyid yang Kamil Mukammil, yang Khalish Mukhlishin dan Khawas lil Khawas, yang diri rohaninya telah berkekalan bersatu dengan diri rohani Muhammad, sebagai Khalifah Rasul dan Khalifah Allah SWT barulah metode sakral ini akan dapat berbuah dengan sebaik-baiknya.
Semuanya harus dilaksanakan dengan Talkin zikir oleh sang guru/ahli silsilah tersebut di atas, kalau tidak pekerjaan ini adalah sangat berbahaya. Karena pekerjaan ini sangat halus, suci serta mulia, maka sudah pasti banyak pulalah musuh-musuhnya yang juga hebat-hebat dan halus-halus, yang ingin mengganggu dan coba menyesatkan, yang harus dimusnahkan pula lebih dahulu oleh kekuatan zikir dari sang guru/ahli silsilah, yang berpengalaman dan ber-Ijazah (yang telah mendapat izin dan ridha dari sang guru/ahli silsilah di atasnya).
Sedangkan Rasulullah sendiri dalam Isra’ dan Mi’rajnya/dalam munajat Kehadirat Allah SWT masih hendak dicoba diganggu/digoda oleh Iblis yang bernama Jin Ifrit, yang kemudian musnah terbakar oleh “semburan” atom kalimah Allah dari sang pengawal.
Sekian keterangan singkat.
PENUTUP
Wahai saudara-saudaraku yang aku kasihi, para pembaca yang budiman. Sebagai penutup kami sampaikan di sini dengan hormat agar saudara-saudaraku sudi kiranya menelaah isi buku ini yang berisikan uraian-uraian tentang Nurun ‘ala nurin, tentang kerohanian, dan tentang cara menghampirkan diri ke hadirat Allah SWT dan semua ini termaktub dalam ilmu tasauf dan sufi dalam Islam.
Sudahlah jelas pula, bahwa semua uraiannya tidaklah mudah dapat difahami oleh mereka yang awam. Apalagi, jika ia tidak memahami ilmu teknologi dan tidak berilmu atau berpengalaman dalam ilmu tasauf. Sekali lagi, bukanlah Rasul tidak mampu untuk menerangkan Agama Islam dalam bidang ilmu kerohaniannya, seperti diuraikan di atas. Namun masyarakatnyalah pada zaman dahulu tidak akan mampu menerimanya, karena ilmu kerohanian yang ghaib itu setepat-tepatnya hanya dapat diterangkan dengan ilmu teknologi modern, karena harus memakai getaran-getaran dan frekwensi yang dari dimensi yang tak terhingga pula, karena sesuatu zat yang tak terhingga hanya dapat dihubungi dengan faktor yang tak terhingga pula, yang terbit dari pada zat yang tak terhingga itu sendiri.
Segala faktor atau unsur yang tak terhingga, hanya dapat kita miliki, jika diberikan sendiri oleh zat yang tak terhingga itu sendiri, karena hanya ia yang memilikinya. Barulah kita mempunyai harapan untuk sampai kepada-Nya, dalam ibadat dan amalan kita sebagai manusia yang sangat berkekurangan itu.
Ayat-ayat Al-Qur’an yang jelas menunjukkan semuanya itu, antara lain ialah ayat: Nurun ala nurin yahdilla hu li nurihi man yasya-u. Nur di atas Nur yang diberikan Allah kepada yang dikasihi-Nya. Sudah jelas Alburaq pun merupakan Nur yang tak terhingga kecepatan frekwensinya yang dapat membawa rohani Rasulullah ke hadirat Allah SWT juga dianugerahkan oleh zat yang tak terhingga itu.
Sebenarnya dalam buku kecil ini, kami sendiri tidak merasa puas untuk menguraikan segala sesuatunya tentang kekayaan alam kerohanian, beserta kedahsyatan alam metafisika Al-Qur’an, sebenarnya semuanya baru dapat diuraikan dengan sebaik-baiknya dalam suatu Fakultas Metafisika atas dasar Eksakta.
Saudara-saudara yang aku cintai semua.
Sekali-kali bukanlah kami bermaksud di sini untuk mendakwa bahwa saudara-saudaraku yang tidak memakai metode batiniah dalam ibadatnya tidak termasuk dalam golongan Islam, sekali-kali bukan itu maksud kami.
Islam itu sangat luas seperti lautan, yang ikannya berlapis-lapis jenisnya, kalau kita telah merasa puas diri dengan menangguk di permukaan laut dengan mendapatkan ikan kecil-kecil/ikan teri, itu pun namanya ikan juga, itu pun sudah bagus, tetapi jika mereka hendak memakai suatu angkatan armada perikanan itu sudah jelas lebih menguntungkan. Namun kalau ikan di laut ada masa-masanya berkurang, lautan rahmat Allah Ta’ala tidak akan pernah habis-habisnya, jauh lebih banyak dari pada bintang di langit, lebih banyak dari pada pasir di lautan, walaupun kalam di rimba dan dawat di lautan sudah habis untuk menuliskan akan rahmat-Nya itu, namun rahmat-Nya tidak akan habis-habisnya sesuai dengan ayat Al-Qur’an.
وَلَوْ أَنَّمَا فِي الْأَرْضِ مِن شَجَرَةٍ أَقْلَمٌ وَالْبَحْرُ يَمُدُّهُ مِنْ بَعْدِهِ سَبْعَةُ أَبْحُرٍ مَّا نَفِدَتْ كَلِمَاتُ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
Walau annamā fil-ardhi min syajaratin aqlāmuw wal-bahru yamudduhū mim ba’dihī sab’atu ab-hurim mā nafidat kalimātullāh, innallāha ‘azīzun hakīm
Artinya:
“Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta) ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah (kering) nya, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat-kalimat (Rahmat-rahmat) Allah. Sesungguhnya Allah Maha Gagah Perkasa lagi Maha Bijaksana” (QS. Luqman, ayat 27).
Itulah dia antara lain gambaran dari kekayaan Allah SWT di alam metafisika. Dan ini semua hendaknya bukan hanya untuk disebut-sebut saja, tetapi juga untuk dihayati, difahami, dipelajari pelaksanaan teknisnya, agar dapat dimanfaatkan untuk hidup dan kehidupan Ummat beragama di dunia dan di akhirat.
Dan ini telah dilaksanakan sejak dahulu kala oleh para “Mandataris” dan “Aparat” Allah SWT yaitu para Rasul, para Nabi, para Solihin, para Siddiqiin, para Rijalullah, para Aulia Allah sebagai Khalifah Allah dan Khalifah Rasul yang mewarisi semua ini, begitulah hebatnya dan perkasanya orang Mukmin di masa itu, karena keAkbaran Allah SWT juga.
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Walillahil hamd.
Akhirul kalam, kami serukan di sini, bagaimanapun atau apapun ijtihad kita masing-masing, di atas segala-galanya, marilah kita pelihara kesatuan dan persatuan Islam, kerukunan antar beragama di Negara RI yang kita cintai ini yang berazaskan Panca Sila dan UUD 45, di bawah kibaran bendera Sang Saka Merah Putih yang berjiwa keperwiraan dan kesucian. Semua ini ialah guna kesejahteraan hidup kita sebagai umat beragama di dunia, dan demi kesejahteraan kita berbangsa, bernegara dan bertanah air.
Semoga kita semuanya mendapat Taufik dan Hidayat dari Allah SWT serta hidup dalam ketenteraman dan ketenangan, dan senantiasa beserta dengan yang Maha Rahman dan yang Maha Rahim, hingga pada akhir hayat kita dan seterusnya hingga nun di seberang sana kelak. Amin, Amin, yā rabbal ‘alamin.
Suppletoir I
Kelebihan-Kelebihan/Kekeramatan sebagai Kurnia Allah bagi Ahli Zikrullah
Sebagaimana yang telah disebut pada bagian terdahulu, dimana disebutkan, guna untuk memperlengkapi ayat-ayat Allah dan Hadis Nabi, guna mendukung dalil-dalil zikrullah, bersama ini kita turunkan ayat-ayat dan Hadis-Hadis yang dimaksud agar dapat dimaklumi oleh kaum Muslimin, betapa pentingnya peramalan zikrullah itu.
Namun di atas segala-galanya, ibadat Nawafil tersebut, harus dilaksanakan dengan memakai frekwensi yang tak terhingga, seperti yang telah kita uraikan secara panjang lebar pada buku ini.
Di bawah ini, kita sitir lebih dahulu, beberapa Hadis dan ayat Quran yang menguatkan akan ucapan tersebut. Kita jangan lupa bahwa ayat Al-Qur’anul Karim dan Al-Hadits bukan hanya berlaku untuk jasmaniah manusia tetapi juga untuk rohaniah manusia. Karena Al-Islam mengatur jasmani dan rohani manusia dengan sesempurna-sempurnanya. Dengan lain perkataan ayat Al-Qur’an dan Al-Hadits di bawah mengenai Rasulullah, para khalifah Rasul dan para khalifah Allah juga meliputi selain jasmani beliau-beliau itu juga rohaninya.
Sebagai contoh kita sitir ungkapan di bawah ini :
إِنَّ الدُّعاءَ موقوف بينَ السَّماءِ والأرض لا يصعد منه شيء ، حتَّى تصلّي على نبيك صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّمَ
Artinya: “Sesungguhnya do’a itu terhenti di antara langit dan bumi sedikitpun tidak bisa naik, sehingga engkau bershalawat atas Nabimu Shalallahu ‘alaihi wasallam.” ⁴⁹
⁴⁹ At-Tirmizdi, al-Jāmi’, cet. I, Jilid I, hal. 496
Konklusi:
Tidak dikabulkan do’a seseorang, tanpa Shalawat atas Rasululullah Saw. Do’anya tergantung di awang-awang.
Terjemahan akademis: Tidak engkau mendapat akan frekwensi-Ku tanpa lebih dahulu mendapat frekwensi Rasul-Ku yang berada dalam diri Rohaninya. Ternyata diri Rohani Rasulullah is the Big Conductor (wasilah) bagi rohani kita dalam munajat ke hadirat Allah SWT.
1)
لما اعتقرت آدم الخطيئة قال يا رب أسألك بحق محمّد لما غفرت لي فقال الله عز وجل يا آدم وكيف عرفت محمّداً ولم أخلفه قال لأنك يا رب لما خلقتني بيدك ونفخت في من روحك رفعت رأسي فَرأيت على قوائم العرش مكتوباً لا إله إلا الله محمّد رسول الله فعلمت أنك لم تضف إلى اسمك إلا أحبّ الخلق إليك فقال الله عز وجل صدقت يا آدم إنّ الله لأحبّ الخلق إلي وإذ سألَتني بحقّه فقد غفرت لك ولولا محمد ما خلقتك
Artinya: “Pada ketika Nabi Adam telah membuat kesalahan, ia bertaubat dan berkata: Wahai Tuhan, saya mohon kepada-Mu dengan hak Muhammad supaya Engkau memaafkan saya. Maka Tuhan menjawab: Wahai Adam, bagaimana engkau mengetahui Muhammad sedang ia belum dijadikan? Adam menjawab: Wahai Tuhan, setelah Engkau jadikan saya, saya mengangkat kepala ke tiang Arasy di mana tertulis kalimah La ilaha illallah Muhammadur Rasulullah, maka saya tahu bahwa Engkau tidak akan menyertakan Nama-Mu, kecuali dengan nama orang yang Kamu kasihi. Maka Tuhan menjawab: Engkau benar hai Adam, la seorang laki-laki yang paling Ku kasihi; kalau engkau memohon kepadaku dengan Haqnya. (dapat frekwensi-Nya). Engkau Ku ampuni. Kalau tidaklah karena Dia, engkau tidak akan Aku jadikan.” (HR. Baihaqi) ⁵⁰
⁵⁰ Abī Bakar Aḥmad bin al-Ḥusain al Baihaqī, Dalā’il an-Nubuwwah wa ma’rifah ahwālī shāhib asy syar’ah, (Beirut: Dār al Kutub al ‘ilmiyyah, 1988), Jilid I, cet. I, hal. 489
2)
Diceritakan dalam suatu kisah, bahwa Khalifah Abbasiyah yang ke II Manshur, naik haji ke Mekkah dari Baghdad. Sesudah mengerjakan haji beliau datang ke Madinah untuk menziarahi makam Nabi Muhammad ﷺ. Pada ketika itu Imam Malik bin Anas (pembangun Madzbab Maliki) ada bersama beliau di mesjid Madinah. Khalifah Manshur bertanya kepada Imam Malik:
“Hai Abu Abdillah (gelar Imam Malik), sesudah ziarah dan hendak mendo’a, apakah saya harus menghadap Ka’bah atau mendo’a menghadap Rasulullah?”
Imam Malik menjawab:
فَلَا تَصْرِفْ وَجْهَكَ عَنْهُ وَهُوَ وَسِيْلَتُكَ وَوَسِيْلَةُ أَبِيْكَ آدَمَ بَلْ اسْتَقْبِلْهُ وَاسْتَشْفِعْ بِهِ فَيُشْفِعُهُ اللهُ فِيْكَ قال الله تعالى وَلَوْ أَنَّهُمْ إِذْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ جاءوك فاستغفر والله واستغفر لهم الرسول الله لواجد والله توابا رحيما
Artinya: “Janganlah engkau palingkan mukamu dari pada-Nya karena beliau adalah wasilah engkau dan wasilah bapak engkau Adam kepada Allah. Menghadaplah kepada-Nya dan mintalah Syafa’at dengan Dia, maka Allah akan memberi Syafa’at-Nya kepada-mu. Tuhan berfirman: “Kalau manusia telah menganiaya dirinya (dengan berbuat dosa) datang menghadap-Mu (hai Rasulullah), lalu mereka memohon ampun kepada Allah (di hadapan-Mu) dan Rasul pun memohonkan untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima Taubat dan Penyayang.” ⁵¹
⁵¹ Aḥmad bin Muḥammad al-Qasthīlānī, Al-Muwāhibu al-Laduniyah, (Beirut: al-Maktabah Islāmī, 2004), Jilid IV, hal. 579
3)
اللهم إني أسألك وأتوجه إليك بنبيك محمد نبي الرحمة إني توجهت بك إلى ربي في حاجتي هذه لتقضى لي.
Artinya:
“Ya Allah, aku bermohon dan menghadap kepada-Mu dengan Nabi-Mu Muhammad, Nabi yang membawa Rahmat, kuhadapkan wajahku (bersamamu) kepada Tuhanku, agar hajatku diterima”. ⁵²
⁵² at-Tirmidzi, Jāmi’ at-Tirmidzi, hal. 816
4)
عن مالك الدار، قال: وكان خازن عمر على الطعام، قال: أصاب الناس قحط في زمن عمر، فجاء رجل إلى قبر النبي صلّى الله عليه وسلّم فقال: يا رسول الله، استسق لأمتك فإنهم قد هلكوا، فأتى الرجل في المنام فقيل له: “ائت عمر فأقرأته السلام، وأخبره أنكم مستقيمون وقل له: عليك الكيس، عليك الكيس”، فأتى عمر فأخبره فبكى عمر ثم قال: يا رب لا آلُو إلا ما عجزت عنه.
Artinya: Dari Malik Ad-Dari berkata, “Manusia ditimpa kekeringan pada masa Umar bin Khattab, lalu datanglah seorang lelaki ke kubur Nabi ﷺ lalu berdoa, ‘Wahai Rasulullah, mintalah hujan kepada Allah untuk umatmu, sesungguhnya mereka mendekati kebinasaan.’ Lalu lelaki itu didatangi oleh Rasulullah ﷺ dalam mimpinya. Beliau bersabda, ‘Datanglah kepada Umar lalu sampaikan salamku untuknya, dan beritahukan kepadanya bahwa kalian akan diberi hujan. Katakan juga: Hendaknya kalian menggunakan akal pikiran. Hendaknya kalian menggunakan akal pikiran.’ Lalu lelaki itu mendatangi Umar dan menceritakan apa yang dialaminya tersebut. Umar pun menangis kemudian berkata, ‘Ya Rabb, aku tidak akan berpaling kecuali dari apa yang aku tidak mampu melakukannya.” (HR. Al-Baihaqi) ⁵³
⁵³ Abi Bakar Ahmad bin al-Husain al-Baihaqi, Dalail an-Nubuwwah, (Beirut: Dâr al Kutub al-‘Ilmiyyah, 1988), Jilid VII, cet.1, hal. 47.
(Jelas Rohani Rasulullah hidup pada sisi Allah SWT, dan tetap memberi syafa’at, begitu juga yang sederetan duduknya dengan para Rasul, tetap memberi syafa’at pada umat sampai ke akhirat).
5)
وَلَوْ أَنَّهُمْ إِذْ ظَلَمُوا أَنفُسَهُمْ جَاءُوكَ فَاسْتَغْفَرُوا اللَّهَ وَاسْتَغْفَرَ لَهُمُ الرَّسُولُ لَوَجَدُوا اللَّهَ تَوَّابًا رَّحِيمًا
walau annahum izh zhalamū anfusahum jā’ūka fastaghfarullāha wastaghfara lahumur-rasulu lawajadullāha tawwābar rahīmā
Artinya:
“Jikalau mereka telah menganiaya dirinya (berbuat dosa) lantas datang kepadamu (hai Rasulullah) lalu mereka memohon ampun kepada Allah dan Rasul pun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang” (QS. An-Nisa, ayat 64).
6)
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ كَانَ إِذَا قَحَطُوا
اسْتَسْقَى بِالْعَبَّاسِ بْنِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ فَقَالَ اللَّهُمَّ إِنَّا كُنَّا نَتَوَسَّلُ إِلَيْكَ بِنَبِيِّنَا
فَتَسْقِينَا وَإِنَّا نَتَوَسَّلُ إِلَيْكَ بِعَمٍ نَبِيِّنَا فَاسْقِنَا قَالَ فَيُسْقَوْنَ
Artinya:
“Dari Anas bin Malik bahwa ‘Umar bin Al Khaththab Ra ketika terjadi musibah kemarau pada kaum Muslimin, ia meminta hujan dengan bertawasul kepada ‘Abbas bin ‘Abdul Muththalib seraya berdo’a, “Ya Allah, kami meminta hujan kepada-Mu dengan bertawasul Nabi kami, kemudian Engkau menurunkan hujan kepada kami. Maka sekarang kami memohon kepada-Mu dengan bertawasul paman Nabi kami, maka turunkanlah hujan untuk kami.” Anas berkata, “Mereka pun kemudian mendapatkan hujan.” (HR Bukhari) ⁵⁴
⁵⁴ Abi ‘Abdillah Muhammad bin ‘Ismā’il al-Bukhāri, Al-Jāmi’ ash-Shahih, (Cairo: al-Mathba’atus Salafiyah, 1400), Jilid II, hal. 24.
Jelas bahwa rohani Nabi memberi syafa’at, dan rohani paman Nabi juga memberi syafa’at, karena telah menerima penerusan dari Nurun ‘ala nurin dengan sempurna.
7)
وَمَن يَتَوَلَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَالَّذِينَ ءَامَنُوا فَإِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْغَالِبُونَ
Wa may yatawallallāha wa rasūlahū walladzīna āmanū fa inna hizballāhi humul-ghālibūn
Artinya:
“Barang siapa yang mengangkat Allah dan RasulNya dan orang yang beriman menjadi pemimpinnya (lahir batin telah menerima penerusan dari Nurun ala Nurin dengan sempurna) maka (ia masuk partai mereka, dan) sesungguhnya partai Allah-lah yang mendapat kemenangan.” (QS. Al-Maidah, ayat 56).
8)
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَن كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
Laqad kāna lakum fī rasūlillāhi uswatun ḥasanatul liman kāna yarjullāha wal-yaumal-ākhira wa dzakarallāha katsīrā
Artinya: “Sesungguhnya bagimu sudah ada pada diri Rasulullah ikutan yang baik (pemimpin diri rohani dan jasmani), yaitu bagi orang yang mengharap (ridha) Allah dan Hari Kemudian, dan bagi orang yang banyak mengingat Allah (zikir).” (QS. Ahzab, ayat 21).
9)
يَشْفَعُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ الْأَنْبِيَاءُ وَالْعُلَمَاءُ وَالشُّهَدَاءُ
Artinya: “Yang memberi syafa’at di hari Qiamat ialah: Anbiya’ (para Nabi), Ulama dan para Syuhada” (HR. Ash’adi) ⁵⁵
⁵⁵ al-Yamani, an-Nawāfiḥul ‘Ithrah, hal. 480
10)
وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُم بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ وَلَا تَعْدُ عَيْنَاكَ عَنْهُمْ تُرِيدُ زِينَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَلَا تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَن ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَنَهُ وَكَانَ أَمْرُهُ فُرُطًا
Washbir nafsaka ma’alladzīna yad’una rabbahum bil-gadhāti wal-‘asyiyyi yurīdūna waj-hahū wa lā ta’du ‘aināka ‘an-hum, turīdu zīnatal-hayātid-dun-yā, wa lā tuthi’ man aghfalnā qalbahu ‘an dzikrinā wattaba’a hawāhu wa kāna amruhū furuthā
Artinya: “Sabarlah engkau bersama (berkawan atau ber-imam) orang-orang yang menyeru Tuhannya pagi dan petang, sedang mereka itu menghendaki keridhaan Allah, janganlah engkau palingkan pemandanganmu (tetap hadir/tetap dalam frekwensi) dari mereka karena mengharapkan perhiasan hidup di dunia. Janganlah engkau ikut orang-orang yang lalai hatinya dari mengingat Kami dan ia menurutkan hawa nafsunya dan adalah perbuatannya itu lebih dari patut/melampaui batas (tak baik)”. (QS. Al-Kahfi, ayat 28).
11)
يَقَوْمَنَا أَجِيبُوا دَاعِيَ اللَّهِ وَعَامِنُواْ بِهِ يَغْفِرْ لَكُم مِّن ذُنُوبِكُمْ وَيُجِرْكُم مِّنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ
Yā qaumanā ajībū dā’iyallāhi wa āminū bihī yaghfir lakum min dzunūbikum wa yujirkum min ‘adzābin alīm
Artinya: “Wahai kaum kami ikutlah (berimam lahir-batin) orang yang menyeru kamu kepada Allah, dan percayalah kepada-Nya, niscaya Allah mengampuni dosamu dan melepaskan kamu dari pada azab yang pedih”. (QS. Al-Ahqaf, ayat 31).
12)
وَنُرِيدُ أَن نَّمُنَّ عَلَى الَّذِينَ اسْتُضْعِفُوا فِي الْأَرْضِ وَنَجْعَلَهُمْ أَئِمَّةً وَنَجْعَلَهُمُ الْوَارِثِين
Wa nurīdu an namunna ‘alalladzīnashtudh’ifū fil-ardhi wa naj’alahum a immataw wa naj’alahumul-wāritsīn
Artinya: “Dan Kami kehendaki dengan nikmat Kami kepada hamba-hamba Kami, di muka bumi, lalu Kami jadikan mereka menjadi ikutan (lahir batin) dan orang penerima warisan. (QS. Al-Qashash, ayat 5).
13)
وَمَن يُطِعِ اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَأُوْلَئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِم مِّنَ النَّبِيِّنَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِينَ وَحَسُنَ أُوْلَئِكَ رَفِيقًا
Wa may yuthi’illāha war-rasula fa ulāika ma'alladzīna an'amallāhu 'alaihim minan-nabiyyīna wash-shiddīqīna wasy-syuhada
i wash-shāliņīn, wa hasuna ulā`ika rafīqā
Artinya: “Mereka itulah orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah seperti para Nabi-nabi, Siddiqin (Ulama), Syuhada dan Solihin (Ulama)”. (QS. An-Nisa:69).
14)
وَجَعَلْنَا مِنْهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوا وَكَانُوا بِايَاتِنَا يُوقِنُونَ
Wa ja’alnā min-hum aimmatay yahdūna bi
amrinā lammā shabarū, wa kānū bi`āyātinā yīqinun
Artinya: “Dan Kami jadikan mereka menjadi ikutan (lahir batin) untuk menunjuki manusia dari perintah ketika sabar serta yakin dengan keterangan Kami” (QS. As-Sajadah, ayat 24).
15)
أُوْلَئِكَ الَّذِينَ هَدَى اللَّهُ فَبِهُدَتْهُمُ اقْتَدِهُ
Ulā`ikalladzīna hadallāhu fa bihudāhumuqtadih
Artinya: “Mereka itulah orang yang telah diberi Allah petunjuk, maka ikutilah mereka (lahir batin) dengan petunjuk itu” (QS. Al-An’am, ayat 90).
16)
أُوْلَئِكَ هُمُ الْمُؤْمِنُونَ حَقًّا لَّهُمْ دَرَجَاتٌ عِندَ رَبِّهِمْ وَمَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ
Ulāika humul-mu
minūna ḥaqqā, lahum darajātun ‘inda rabbihim wa maghfiratuw wa rizqung karīm
Artinya: “Mereka itulah orang-orang sebenar-benarnya ber-Iman. Mereka mendapat derajat yang tinggi dari Tuhannya, dan ampunan serta rezeki yang mulia.” (QS. Al Anfal, ayat 4).
17)
إِنَّ الَّذِينَ يُبَايِعُونَكَ إِنَّمَا يُبَايِعُونَ اللَّهَ يَدُ اللَّهِ فَوْقَ أَيْدِيهِمْ
Innalladzīna yubāyi’ūnaka innamā yubāyi’ūnallāh, yadullāhi fauqa aidīhim
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang teguh dengan engkau (Muhammad) sebenarnya mereka berjanji teguh dengan Allah. Tangan Allah di atas tangan mereka (Wajah-Ku di atas wajah mereka, rohku di atas roh mereka).” (QS. Al-Fath, ayat 10).
18)
ذَلِكَ مِنْ ءَايَاتِ اللَّهِ مَن يَهْدِ اللَّهُ فَهُوَ الْمُهْتَدِ وَمَن يُضْلِلْ فَلَن تَجِدَ لَهُ وَلِيًّا مُّرْشِدًا
dzālika min āyātillāh, may yahdillāhu fa huwal-muhtadi wa may yudhlil fa lan tajida lahu waliyyam mursyidā
Artinya: “Demikianlah tanda kekuasaan Allah. Siapa yang ditunjuki Allah dapat petunjuklah dia, dan siapa yang disesatkan-Nya, tiadalah akan mendapat pimpinan yang menunjukinya (Waliyam Mursyida = orang yang menerima Nurun ‘ala nurin dengan sempurna (QS. Al-Kahfi, ayat 17).”
19)
اتَّبِعُوا مَن لَّا يَسْأَلُكُمْ أَجْرًا وَهُم مُّهْتَدُونَ
Ittabi’u mal lā yas`alukum ajraw wa hum muhtadun
Artinya: “Ikutlah (lahir-batin) orang yang tiada meminta upah kepadamu itu, karena mereka mendapat pimpinan yang benar”. (QS. Yasin, ayat 21).”
20)
قال الله تعالى: لَمْ يَسَعْنِي أَرْضِي وَلَا سَمَاءِي وَوَسِعَنِي قَلْبُ عَبْدِيَ المُؤمِنُ الَّيِّنُ الْوَادِعِ
Artinya: “Allah SWT berfirman: Tidak dapat memuat zatku, bumi dan langit-Ku, yang dapat memuat zatku, ialah hati hamba-Ku yang Mukmin, lunak dan tenang (yang telah menerima penerusan dari Nurun ‘ala nurin dengan sempurna)”. (HR. Al-Ghazi) ⁵⁶
⁵⁶ al-Ghazī, Itqān, hal. 515
21)
إِنَّ هَذِهِ تَذْكِرَةٌ فَمَن شَاءَ اتَّخَذَ إِلَى رَبِّهِ سَبِيلًا
Inna hādzihī tadzkirah, fa man syā attakhadza ilā rabbihī sabīlā
Artinya: “Sesungguhnya ini menjadi peringatan. Barang siapa yang hendak mendapat pengajaran, niscaya diambilnya jalan/metode untuk menyampaikannya kepada Tuhan” (dari orang yang menerima Nurun ‘ala nurin dengan sempurna sebagai aparat Allah Ta’ala). (QS. Al-Muzammil, ayat 19).
22)
إِنَّ الَّذِينَ يُبَايِعُونَكَ إِنَّمَا يُبَايِعُونَ اللهَ يَدُ اللَّهِ فَوقَ أَيْدِيهِمْ ، فَمَن نَكَثَ فَإِنَّمَا يَنكُثُ عَلَى نَفْسِهِ وَ مَنْ أَوْفَى بِمَا عَهَدَ عَلَيْهِ اللهَ فَسَيُؤتِيهِ أَجْرًا عَظِيمًا
Innalladzīna yubāyi’ūnaka innamā yubāyi’ūnallāh, yadullāhi fauqa aidīhim, fa man nakatsa fa innamā yangkutsu ‘alā nafsih, wa man aufā bimā ‘āhada ‘alaihullāha fa sayu`tīhi ajran ‘azhīmā.
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang berjanji teguh dengan engkau (Muhammad), sebenarnya mereka berjanji teguh dengan Allah. Tangan Allah di atas tangan mereka (Wajah Allah di atas wajah mereka. Jelas kelihatan, bahwa mereka adalah aparat Allah, Mursyid itu, setelah menerima dengan sempurna penerusan dari pada Nūrun ‘alā Nūrin). Barang siapa yang melanggar janjinya maka bahayanya itu atas dirinya sendiri dan barang siapa yang menyempurnakan janjinya dengan Allah, maka Allah menganugerahkan pahala yang besar kepadanya.” (QS. Al-Fath, ayat 10).
23)
مَنْ عَادَى لِي وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْحَرْبِ وَمَا تَقَرَّبَ إِلَى عَبْدِي بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ وَمَا يَزَالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِي يَسْمَعُ بِهِ وَبَصَرَهُ الَّذِي يُبْصِرُ بِهِ وَيَدَهُ الَّتِي يَبْطِسُ بِهَا وَرِجْلَهُ الَّتِي يَمْشِي بِهَا وَإِنْ سَأَلَنِي لَأُعْطِيَنَّهُ وَلَئِنْ اسْتَعَاذَنِي لَأُعِيذَنَّهُ وَمَا تَرَدَّدْتُ عَنْ شَيْءٍ أَنَا فَاعِلُهُ تَرَدُّدِي عَنْ نَفْسِ الْمُؤْمِنِ يَكْرَهُ الْمَوْتَ وَأَنَا أَكْرَهُ مَسَاءَتَهُ.
Artinya: “Barang siapa yang memusuhi seseorang penolong-Ku, maka Aku mengumumkan perang kepadanya (jelas kelihatan, ia kekasih Allah adalah aparat Allah SWT, di tangan Allah karena telah menerima penerusan dari Nurun ‘ala nurin dengan sempurna), dan apabila hamba-Ku menghampirkan diri kepadaKu dengan sesuatu amalan, yang lebih Aku cintai, dari pada hanya sekedar mengamalkan apa-apa yang telah Kuwajibkan atasnya, kemudian itu ia terus-menerus mendekatkan dirinya kepada-Ku dengan amalan-amalan yang nawafil (yang baik), hingga Aku mencintainya Maka apabila Aku telah mencintainya, adalah Aku pendengarannya bila ia mendengar, dan Akulah penglihatannya bila ia melihat, dan adalah Aku tangannya bila ia mengambil (melakukan sesuatu), dan adalah Aku kakinya bila ia berjalan demi jika memohon, niscaya Aku perkenankan permohonannya, demi jika ia meminta perlindungan kepada-Ku pastilah Aku lindungi dia.” ⁵⁷
⁵⁷ Abi Abdullah Muhammad bin Ismā’il al-Bukhari, Shahih Bukhari, (Damaskus: Dar Ibn Katsir, 2002) hal. 1617
24)
وقال بعض العلماء إن الله عز وجل يقول أيها عبد إن اطلعت على قلبه فرأيت الغالب عليه التمسك بذكرى توليت سياسته وكنت جليسه ومحادثه وأنيسه
Artinya: “Dan berkata sebagian ulama, sesungguhnya Allah Azza Wa Jalla berkata: Manakala Aku timbul di hati hamba-Ku (jadi sudah berada di hatinya, semua jadi gerak Allah = sebagai Aparat Allah SWT), lalu Aku lihat orang yang menguasai hatinya menggantungkannya dengan mengingat Aku maka Aku-lah mengendalikan siasatnya (geraknya, perbuatannya), Akulah teman duduknya, Aku-lah yang memberitahu, Akulah yang menggembirakannya”, (Tanda nyata, orang ini telah menerima penerusan dari Nurun ‘ala nurin dengan sempurna). ⁵⁸
⁵⁸ As-Sayyid Muḥammad bin Muḥammad al-Husainī az-Zubaidī, Ittiḥāf as-Sāadat al-Muttaqīn Syarh Ihyā-u ‘ulumuddīn, (Beirut: Dār alKutub al ‘Ilmiyyah,1971), Jilid V, hal. 194.
25)
اذْهَبْ أَنتَ وَأَخُوكَ بِايَاتِي وَلَا تَنِيَا فِي ذِكْرِي
Idz-hab anta wa akhūka bi`āyātī wa lā taniyā fī dzikrī
Artinya: “Pergilah engkau bersama saudara engkau (lahir-batin) dengan membawa mu’jizat-Ku. Janganlah luput mengingat Aku”. (QS. Thaha, ayat 42. Yang diturunkan Allah kepada Nabi Musa dan Nabi Harun, sewaktu diperintahkan untuk mengalahkan Fir’aun).
Di bawah ini kami turunkan beberapa ayat Al-Qur’an dan Al-Hadits, yang gunanya sebagai lanjutan dalam menunjukkan kebesaran-kebesaran zikrullah dan keutamaan-keutamaan bagi orang yang mengamalkannya yang dihadiahkan Allah SWT baginya sebagai Gift sampingan.
B.1)
وَالذَّاكِرِينَ اللَّهَ كَثِيرًا وَالذَّاكِرَاتِ أَعَدَّ اللَّهُ لَهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا
wadz-dzākirinallāha katsiraw wadz-dzākirāti a’addallāhu lahum magfirataw wa ajran ‘azhīmā
Artinya: “Dan bagi pria yang banyak berzikir kepada Allah dan bagi wanita yang banyak berzikir kepada Allah disediakan ampunan dan pahala yang besar oleh Tuhan.” (QS. Al-Ahzab, ayat 35).
(Banyak berzikir pada Allah inilah yang dilaksanakan para ahli thariqat di dalam suluknya selama berhari-hari).
2)
وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى
Wa man a’rada ‘an dzikri fa inna lahū ma’Isyatan dhangkaw wa nahsyuruhū yaumal-qiyamati a’mā
Artinya:
“Barang siapa yang tidak mau mengingat Aku dia akan mendapat kehidupan yang sulit dan di akhirat akan dikumpulkan sebagai orang buta” (QS. Thaha, ayat 124).
3)
الَّذِينَ ءَامَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
Alladzina āmanū wa tathma’innu qulubuhum bidzikrillāh, alā bidzikrillähi tathma’innul-qulub
Artinya:
“Orang-orang mukmin hatinya tenteram karena mengingat Allah, ingatlah Allah, karena dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram”. (QS Ar-Ra’ad ayat 28).
4)
يَأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اذْكُرُوا اللَّهَ ذِكْرًا كَثِيرًا وَسَبِّحُوهُ بُكْرَةً وَأَصِيلًا
Yā ayyuhalladzīna āmanudzkurullāha dzikrang katsīrā Wa sabbihuhu bukrataw wa ashīlā
Artinya: “Hai sekalian orang-orang yang beriman. Ingatlah Allah sebanyak-banyaknya dan bertasbihlah pagi dan petang” (QS. al-Ahzab, ayat 41-42).
(Berzikir dan bertasbih sebanyak-banyaknya, pagi dan petang inilah yang dilaksanakan oleh para ahli thariqat).
5)
وَاذْكُر رَّبَّكَ كَثِيرًا وَسَبِّحْ بِالْعَشِيِّ وَالْإِبْكَارِ
wadzkur rabbaka katsīraw wa sabbiḥ bil-‘asyiyyi wal-ibkār
Artinya: “Dan ingatlah Tuhanmu sebanyak-banyaknya dan bertasbihlah di waktu petang-petang dan pagi-pagi”. (QS. Ali Imran, ayat 41).
(Berzikir dan bertasbih sebanyak-banyaknya pagi dan petang inilah yang dilaksanakan para ahli thariqat).
6)
قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَثَلُ الَّذِي يَذْكُرُ رَبَّهُ وَالَّذِي لَا يَذْكُرُ رَبَّهُ مَثَلُ الْحَيِّ وَالْمَيِّتِ.
Artinya: “Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Perumpamaan orang yang mengingat Tuhannya dengan orang yang tidak mengingat Tuhannya seperti orang yang hidup dengan yang mati.”” ⁵⁹
7)
قال الله: لا إله إلا الله كلامي وأنا هو، من قالها مخلصًا دخل في حصني، ومن دخل في حصني فقد أمن عذابي.
Artinya: “Telah berfirman Allah Ta’ala: La ilaha illallah, itulah perkataan-Ku dan la adalah Aku, barang siapa yang mengatakannya dengan ikhlas, niscaya masuk ia ke dalam benteng-Ku dan siapa masuk ke dalam benteng-Ku niscaya amanlah ia dari pada segala siksaan-Ku.” (HR Ibn Hibban) ⁶⁰
⁶⁰ al-Bistī, Al-Majruhīn, h. 509
8)
عن أبي هريرة قال كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يسير في طريق مكة فمر على جبل يقال له جمدان فقال سيروا هذا جمدان سبق المفردون قالوا وما المفردون يا رسول الله قال الذاكرين الله كثيرا والذاكرات.
Artinya: “Dari Abu Hurairah dia berkata; Pada suatu ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pergi ke Makkah melewati sebuah gunung yang bernama Jumdan. Kemudian beliau bersabda: Ayo jalanlah! Inilah Jumdan. Telah menang para mufarridun. Para sahabat bertanya; Ya Rasulullah, apakah yang dimaksud dengan mufarridun? Beliau menjawab: Yaitu orang-orang (laki-laki/perempuan) yang banyak berzikir kepada Allah”
(Yang membanyakkan selalu berzikir laki-laki dan perempuan ialah para ahli thariqat dalam suluknya berpuluh hari). ⁶¹
⁶¹ Muslim, Shahih Muslim, Jilid II, h. 1235
9)
ألا إن الدنيا ملعونة ملعون ما فيها إلا ذكر الله وما والاه وعالم أو متعلم.
Artinya: “Ketahuilah sesungguhnya dunia itu terlaknat dan segala isinya pun juga terlaknat, kecuali zikir kepada Allah dan apa yang berkaitan dengannya, dan orang yang alim atau penuntut ilmu”
(HR Tirmidzi) ⁶²
⁶² Abi Isa Muhammad bin ‘Isa Saurat at-Tirmidzi, Jami’ at-Tirmidzi, (Riyadh: Bait al-Afkar ad-Dauliyah), hal. 532
10)
أَلَا أُنَبِّئُكُمْ بِخَيْرٍ أَعْمَالِكُمْ وَأَزْكَاهَا عِنْدَ مَلِيكِكُمْ وَأَرْفَعِهَا فِي دَرَجَاتِكُمْ وَخَيْرٌ لَكُمْ مِنْ إِنْفَاقِ الذَّهَبِ وَ الْوَرِقِ وَخَيْرٌ لَكُمْ مِنْ أَنْ تَلْقَوْا عَدُوَّكُمْ فَتَضْرِبُوا أَعْنَاقَهُمْ وَيَضْرِبُوا أَعْنَاقَكُمْ قَالُوا بَلَى قَالَ ذِكْرُ اللَّهِ تَعَالَى
Artinya: “Maukah aku beritahukan kepada kalian mengenai amalan kalian yang terbaik, dan yang paling suci di sisi Allah, paling tinggi derajatnya, serta lebih baik bagi kalian daripada menginfakkan
emas dan perak, serta lebih baik bagi kalian daripada bertemu dengan musuh kemudian kalian memenggal leher mereka dan mereka memenggal leher kalian?” Mereka berkata; ya. Beliau berkata: “Berzikir kepada Allah Ta’ala. “(HR Tirmidzi) ⁶³
⁶³ Ibid, hal. 535
11)
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ بُسْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَجُلًا قَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّ شَرَائِعَ الْإِسْلَامِ قَدْ كَثُرَتْ عَلَيَّ، فَأَخْبِرْنِي بِشَيْءٍ أَتَشَبَّثُ بِهِ. قَالَ: لَا يَزَالُ لِسَانُكَ رَطْبًا مِن ذِكْرِ اللَّهِ.
Artinya: “Dari Abdullah bin Busrin radliallahu ‘anhu bahwa seorang laki-laki berkata; wahai Rasulullah, sesungguhnya syari’at-syari’at Islam telah banyak yang menjadi kewajibanku, maka beritahukan kepadaku sesuatu yang dapat aku jadikan sebagai pegangan. Beliau bersabda: “Hendaknya senantiasa lidahmu basah karena berzikir kepada Allah.” (HR Tirmidzi) ⁶⁴
(Yang senantiasa lidahnya basah zikir pada Allah ialah mereka yang berzikir berpuluh hari dalam suluknya).
⁶⁴ Ibid, hal. 534
12)
فَوَيْلٌ لِّلْقَاسِيَةِ قُلُوبُهُم مِّن ذِكْرِ اللَّهِ أُوْلَئِكَ فِي ضَلَالٍ مُّبِينٍ
fa wailul lil-qasiyati qulubuhum min dzikrillāh, ulā`ika fi dhalālim mubīn
Artinya: “Siksaanlah bagi orang yang engkar hatinya mengingat Allah, orang-orang itu dalam kesesatan yang nyata”. (QS. Azzumar, ayat 22).
13)
وَلَا تَنِيَا فِي ذِكْرِي
wa lā taniyā fī dzikrī
Artinya: “dan janganlah kalian luputi dalam mengingat-Ku” (QS. Thaha, ayat 42)
14)
يَأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اذْكُرُوا اللَّهَ ذِكْرًا كَثِيرًا
Yā ayyuhalladzīna āmanudzkurullāha dzikrang katsīrā
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, ingatlah akan Allah dengan ingatan yang banyak-banyak” (QS. Al-Ahzab, ayat 41).
15)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ وَلَا أَوْلَادُكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ، وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ
Yā ayyuhalladzīna āmanu lā tul-hikum amwālukum wa lā aulādukum ‘an dzikrillāh, wa may yaf’al dzālika fa ulā`ika humul-khāsirūn
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu lalai oleh harta-bendamu dan anak-anakmu dari mengingat Allah, barang siapa yang berbuat demikian maka adalah ia orang yang merugi.” (QS. Al-Munaafiqun, ayat 9).
16)
فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوا لِي وَلَا تَكْفُرُونِ
Fadzkurũni adzkurkum wasykurū lī wa lā takfurūn
Artinya: “Ingatlah akan Aku, supaya Aku ingat pula akan engkau, dan janganlah engkau menyangkal akan nikmat-Ku” (QS. Al-Baqarah, ayat 152).
17)
وَمَن يَعْشُ عَن ذِكْرِ الرَّحْمَنِ نُقَيِّضْ لَهُ شَيْطَانًا فَهُوَ لَهُ قَرِينٌ
Wa may ya’syu ‘an dzikrir-rahmāni nuqayyidh lahū syaithānan fa huwa lahū qarīn
Artinya: “Barang siapa berpaling dari berzikir (mengingat, menyebut akan Allah), Kami turunkan kepadanya seekor syaitan yang terus-menerus menjadi kawan seiring baginya.” (QS. Azzukhruf, ayat 36).
18)
إِذَا مَرَرْتُمْ بِرِيَاضِ الْجَنَّةِ فَارْتَعُوا قَالُوا وَمَا رِيَاضُ الْجَنَّةِ قَالَ حِلَقُ الذِّكْرِ
Artinya: “Apabila kamu melalui taman surga, maka ikutlah atau masuklah kamu padanya. Bertanya salah seorang sahabat: Apakah taman surga itu, ya Rasulullah? Sabda Rasul: Yaitu halqah-halqah zikir (Halqah-halqah ialah bundaran orang banyak duduk berkeliling = bertawajuh)”. (HR Tirmidzi) ⁶⁵
⁶⁵ at-Tirmidzi, Jāmi’ at-Tirmidzi, hal. 800
19)
لَا يَقْعُدُ قَوْمٌ يَذْكُرُونَ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ إِلَّا حَفَّتْهُمُ الْمَلَائِكَةُ وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ وَنَزَلَتْ عَلَيْهِمْ السَّكِينَةُ وَذِكَرَهُمْ اللَّهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ
Artinya: “Tidaklah suatu kaum yang duduk berkumpul untuk mengingat Allah, kecuali dinaungi oleh para malaikat, dilimpahkan kepada mereka rahmat, akan diturunkan kepada mereka ketenangan, dan Allah Azza Wa jalla akan menyebut-nyebut mereka di hadapan para makhluk yang ada di sisi-Nya.” (HR Muslim)
(Kaum yang mengucapkan zikir pada Allah ialah mereka yang berniat dan melaksanakan zikir berpuluh hari dalam suluknya). ⁶⁶
⁶⁶ Muslim, Shahih Muslim, Jilid II, h.1242
20)
مَا مِنْ قَوْمٍ اجْتَمَعُوا يَذْكُرُونَ اللَّهَ لَا يُرِيدُونَ بِذَلِكَ إِلَّا وَجْهَهُ إِلَّا نَادَاهُمْ مُنَادٍ مِنْ السَّمَاءِ أَنْ قُومُوا مَغْفُورًا لَكُمْ قَدْ بُدِّلَتْ سَيِّئَاتُكُمْ حَسَنَاتٍ
Artinya: “Tiada satu kaum yang berkumpul untuk berdzikrullah sedangkan mereka tidak mengharapkan selain dari keridhaan-Nya (Allah) kecuali Tuhan berseru dari Langit: Sesungguhnya dengan bangunmu (bangun/bangkit/setelah selesai melaksanakan dzikrullah berhari-hari dalam suluk/i’tikaf dzikrullah) telah Kuampuni dan kejahatan-kejahatanmu telah Ku-ganti dengan kebaikan”. (HR. Baihaqi) ⁶⁷
⁶⁷ Jalaluddin ‘Abdur Rahman as-Suyūthi, Jāmi’ al-Ahādīts, (Beirut:Dār al Fikr, 1994), Jilid V, hal. 393
21)
مَا جَلَسَ قَوْمٌ مَجْلِسًا يَذْكُرُونَ اللَّهَ فِيهِ إِلَّا حَفَّتْهُمُ الْمَلَائِكَةُ وَتَغَشَّتْهُمُ الرَّحْمَةُ وَتَنَزَّلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِينَةُ وَذَكَرَهُمْ اللَّهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ
Artinya: “Tidaklah ada suatu kaum duduk sambil berzikir kepada Allah, kecuali para Malaikat akan mengelilingi mereka, dan akan diselubungi rahmat, akan turun kepada mereka sakinah (ketenangan), dan Allah akan menyebut-nyebut orang-orang yang ada di sisi-Nya. “(HR Thabrani) ⁶⁸
(Kaum yang mengucapkan zikir pada Allah ialah mereka yang berniat dan melaksanakan zikir berpuluh hari dalam suluknya).
⁶⁸ Abi Qasim Sulaiman bin Ahmad ath-Thabrāni,Kitābu ad-Du’a’, (Beirut: Dār al-Basyāir al-Islāmiyyah, 1978), Jilid I, cet. 1, hal. 1252
22)
إِنَّ الَّذِينَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَأَخْبَتُوا إِلَى رَبِّهِمْ أُوْلَئِكَ أَصْحَابُ الْجَنَّةِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
Innaladzina amanu wa ‘amilush-shalihati wa akhbatu ila rabbihim ula-ika ash-habul jannah, hum fiha khalidun.
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh dan tetap hatinya ingat kepada Allah (selalu berzikir pada Allah), mereka itu isi surga dan kekal di dalamnya” (mulai dari dunia hingga kelak di akhirat).” (QS. Hud: 23).
(Orang-orang yang selalu berzikir pada Allah ialah mereka yang sengaja berniat dan melaksanakan zikir berhari-hari dalam suluknya).
23)
أَنَا مَعَ عَبْدِي مَا ذَكَرَنِي وَتَحَرَّكَتْ بِي شَفَتَاهُ
Artinya: “Aku akan bersama hamba-Ku selama ia mengingat-Ku, dan kedua bibirnya bergerak untuk berzikir kepada-Ku.” (HR. Ibn Hibban) ⁶⁹
(Yang selalu kedua bibirnya bergerak untuk zikrullah ialah mereka para ahli thariqat yang diajarkan sedemikian rupa).
⁶⁹ Abi Hatim Muhammad bin Hibban, Al-Ihsan fi Taqrib Shahih ibn Hibban, (Beirut: Muassasah al-Risalah, 1987), Jilid III, cet. I, hal. 97
24)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بِي وَأَنَا مَعَهُ إِذَا ذَكَرَنِي فَإِنْ ذَكَرَنِي فِي نَفْسِهِ ذَكَرْتُهُ فِي نَفْسِي وَإِنْ ذَكَرَنِي فِي مَلَإٍ ذَكَرْتُهُ فِي مَلَإٍ خَيْرٍ مِنْهُمْ وَإِنْ تَقَرَّبَ إِلَيَّ بِشِبْرٍ تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ ذِرَاعًا وَإِنْ تَقَرَّبَ إِلَيَّ ذِرَاعًا تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ بَاعًا وَإِنْ أَتَانِي يَمْشِي أَتَيْتُهُ هَرْوَلَةً
Artinya: “Dari Abu Hurairah Ra, berkata Nabi Muhammad ﷺ :Berkata Allah Ta’ala, Aku menurut keyakinan hamba-Ku dan Aku bersama dia apabila ia mengingat Aku, kalau ia mengingat Aku secara tersembunyi (dalam hatinya saja), Aku ingat pula ia secara itu, kalau ia mengingat Aku di hadapan umum, maka Aku ingat pula ia di hadapan yang lebih baik dari itu. Kalau ia mendekatkan diri kepada-Ku sejengkal Aku dekatkan diri-Ku kepadanya sehasta, kalau ia mendekatkan diri sehasta Aku dekatkan diri-Ku sedepa padanya, kalau ia datang kepada-Ku berjalan kaki, Aku akan datang kepadanya berlari”. (HR Bukhari) ⁷⁰
⁷⁰ al-Bukhāri, al-Jāmi’, Jilid IV, hal. 384
25)
وَاذْكُرِ اسْمَ رَبِّكَ وَتَبَتَّلْ إِلَيْهِ تَبْتِيلًا
Wadzkurisma rabbika wa tabattal ilaihi tabtīlā
Artinya: “Sebutlah nama Tuhanmu dan beribadatlah kepada-Nya dengan sepenuh hati” (QS. Al-Muzammil, ayat 8).
(Yang berhari-hari menyebut nama Allah dan beribadat kepada-Nya sepenuh hati adalah pengajaran khas dari pada thariqatullah).
26)
وَاذْكُرِ اسْمَ رَبِّكَ بُكْرَةً وَأَصِيلًا
Wadzkurisma rabbika bukrataw wa ashīlā
Artinya: “Dan sebutlah nama Tuhanmu pagi dan petang”. (QS. Al-Insan, ayat 25).
27)
وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى
Wa man a’rada ‘an dzikrī fa inna lahū ma’īsyatan dhangkaw wa nahsyuruhū yaumal-qiyāmati a’mā
Artinya: “Barang siapa yang tidak mau mengingat Aku dia akan mendapat kehidupan sulit dan di akhirat akan dikumpulkan sebagai orang buta”. (QS. Thaha: 124).
28)
وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِّنَ الْجِنِّ وَالْإِنسِ لَهُمْ قُلُوبٌ لَّا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لَّا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ عَاذَانٌ لَّا يَسْمَعُونَ بِهَا أُوْلَئِكَ كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُوْلَئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ
Wa laqad dzara’na lijahannama katsiram minal-jinni wal-insi lahum qulubul la yafqahūna bihā wa lahum a’yunul la yubshiruna bihā wa lahum ādzānul la yasma’ūna bihā, ulāika kal-an'āmi bal hum adhal, ulā
ika humul-ghāfilun
Artinya: “Sesungguhnya Allah jadikan isi neraka jahanam itu, kebanyakan terdiri dari pada bangsa jin dan manusia. Yang mana mereka itu berhati, tetapi tidak mengerti (tidak faham, tidak mendapat petunjuk, bebal). Mereka bermata tetapi tidak melihat, mereka bertelinga tetapi tidak mendengar. Mereka seperti hewan, bahkan mereka lebih sesat lagi dari padanya. Mereka itulah orang yang lalai (tidak zikir).” (QS. Al-A’raf, ayat 179).
29)
فَإِنَّهَا لَا تَعْمَى الْأَبْصَرُ وَلَكِن تَعْمَى الْقُلُوبُ الَّتِي فِي الصُّدُورِ
fa innahā lā ta’mal-abshāru wa lākin ta’mal-qulūbullatī fish-shudūr
Artinya: “Bukanlah buta mata kepala mereka, tetapi buta matahati yang di dalam dada mereka.” (QS. Al-Hajj, ayat 46)
Mata hatinya gelap, karena tak pernah berusaha untuk memperoleh/menerima Nurun ‘ala nurin yang hanya dapat diperoleh dari Allah SWT melalui saluran-nya/wasilahnya, yaitu tali Allah/aparat Allah SWT.
30)
قَدْ أَفْلَحَ مَن تَزَكَى
Qad aflaha man tazakkā
Artinya: “Beruntunglah orang yang suci hatinya (disucikan Dzikrullah)”. (QS. Al-A’la, ayat 14).
Siapakah orang yang suci hatinya itu atau bagaimanakah hati yang suci itu? Sesuai dengan sabda Nabi ﷺ (lihat Ihya Ulumuddin) yang menjelaskan, hati yang bersih itu di dalamnya ada lampu yang bersinar (Nurun ‘ala nurin), yang demikian itulah hati Mukmin.
31)
إِنَّ الْمُتَّقِينَ فِي جَنَّاتٍ وَعُيُونٍ
Innal-muttaqīna fi jannātiw wa ‘uyūn
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang taqwa itu, berada di dalam kebun surga (dunia sampai ke akhirat), di mana mengalir mata air (Rahman dunia sampai ke akhirat)”. (QS. Al Hijr, ayat 45).
32)
وَمَن كَانَ فِي هَذِهِ أَعْمَى فَهُوَ فِي الْ ءَاخِرَةِ أَعْمَى وَأَضَلُّ سَبِيلًا
Wa mang kāna fī hādzihī a’mā fa huwa fil-akhirati a’mā wa adhallu sabīlā
Artinya: “Barang siapa yang buta hatinya di dunia niscaya buta juga di akhirat nanti, bahkan sesat jalannya lagi”. (QS. Al Isra’, ayat 72).
Konklusi: Siapa yang mendapat surga di dunia niscaya juga berada dalam surga di akhirat kelak.
33)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ, قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ لَمْ يُكْثِرُ ذِكْرَ اللَّهِ تَعَالَى فَقَدْ بَرِئَ مِنَ الْإِيمَانِ
Artinya: “Dari Abu Hurairah, Rasulullah ﷺ bersabda: Barangsiapa tiada membanyakkan menyebut Allah, terlepaslah ia dari Iman”. (HR Thabrani) ⁷¹
⁷¹ Nuruddin ‘Ali bin Abi Bakar al-Haitsami, Bughyatu ar-Raid fi Tahqiq Majmum’ az-Zawaid, (Beirut: Darul Fikr, 1994), Jilid X, hal. 82
34)
لَا يَقْعُدُ قَوْمٌ يَذْكُرُونَ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ إِلَّا حَفَّتْهُمُ الْمَلَائِكَةُ وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ وَنَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِينَةُ وَذَكَرَهُمْ اللَّهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ
Artinya: “Tidaklah suatu kaum yang duduk berkumpul untuk mengingat Allah, kecuali dinaungi oleh para malaikat, dilimpahkan kepada mereka rahmat, akan diturunkan kepada mereka ketenangan, dan Allah Azza Wa jalla akan menyebut-nyebut mereka di hadapan para makhluk yang ada di sisi-Nya.” (HR Muslim) ⁷²
(Kaum yang mengucapkan zikir pada Allah ialah mereka yang berniat dan melaksanakan zikir berpuluh hari dalam suluknya).
⁷² Muslim, Shahih Muslim, Jilid II, hal. 1242
35)
لَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى لَا يُقَالَ فِي الْأَرْضِ اللَّهُ اللَّهُ
Artinya: “Kiamat tidak akan terjadi hingga di bumi tidak diucapkan lagi Allah, Allah”.
(Orang yang selalu membaca Allah, Allah dengan rukun dan syaratnya ialah para ahli tasauf). ⁷³
⁷³ Ibid, Jilid I, h. 78
37)
وَالذَّكِرِينَ اللَّهَ كَثِيرًا وَالذَّكِرَاتِ أَعَدَّ اللَّهُ لَهُم مَّغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا
wadz-dzākirīnallāha katsīraw wadz-dzākirāti a’addallāhu lahum magfirataw wa ajran ‘azhīmā
Artinya: “Dan bagi pria yang banyak berzikir kepada Allah dan bagi wanita yang banyak berzikir kepada Allah disediakan ampunan dan pahala yang besar oleh Tuhan”. (QS. Al-Ahzab, ayat 35).
(Orang-orang yang selalu berzikir pada Allah ialah mereka yang sengaja berniat dan melaksanakan zikir berhari-hari dalam suluknya).
38)
وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى
Wa man a’radha ‘an dzikrī fa inna lahū ma’īsyatan dhangkaw wa nahsyuruhū yaumal-qiyāmati a’mā
Artinya: “Barang siapa yang tidak mau mengingat Aku, dia akan mendapat kehidupan yang sulit dan di akhirat akan dikumpulkan sebagai orang buta”. (QS. Thaha, ayat 124).
39)
مثل الذي يذكر ربه والذي لا يذكر ربه مثل الحي والمَيِّت
Artinya: “Perumpaan orang yang mengingat Tuhannya dengan orang yang tidak mengingat Tuhannya seperti orang yang hidup dengan yang mati.” ⁷⁴
⁷⁴ al-Bukhārī, Al-Jāmi’ush-Shahīh, Juz. IV. h. 183
Sudah jelaslah bagi kita bahwa para ahli zikir yang benar-benar mengamalkan dzikrullah dengan teliti dan seksama menurut syarat-syarat yang diperlukan serta menguasai ilmu teori dan prakteknya secara sempurna, termasuk/tergolong sebagai Khalifah Allah dan Khalifah Rasul yang mempunyai pengharapan besar menerima kurnia dari pada Allah SWT yang Maha bernilai itu, mulai dari dunia hingga ke akhirat kelak. Juga ia dapat digolongkan ke dalam golongan yang disebut Allah dalam Al-Qur’anul Karim sebagai ahli zikir di dalam Ayat Al-Qur’an, Surat An Nahl ayat 43, yang berbunyi:
فَسْـَٔلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِن كُنتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
fas`alū ahladz-dzikri ing kuntum lā ta’lamūn
Artinya “Maka bertanyalah kepada ahli zikir jika kamu tidak mengetahui”.
Jadi jelasnya ahli zikir adalah mereka yang benar-benar memahami masalah dzikrullah dengan pengetahuan yang luas, baik secara teoritis maupun praktis, benar-benar mengamalkannya, di samping mengamalkan ibadah-ibadah lainnya yang wajib. Mereka itulah yang dimasyhurkan sebagai orang-orang yang basah lidahnya menyebut nama Allah.
Merekalah yang benar-benar memahami rahasia pelaksanaan amalan dzikrullah, sehingga amalan mereka membuahkan hasil yang sebesar-besarnya. Semoga kita semua mendapat Rahmat dari Allah SWT sebanyak-banyaknya. Amīn Yā Rabbal ‘Ālamīn.
Suppletoir II
Penjelasan Tentang Wasilah
Kita akan mencoba menguraikan di sini soal yang maha pelik, yang maha sulit, tetapi juga maha penting yakni soal Wasilah dalam ibadah, agar supaya mendapat gambaran yang sejelas-jelasnya mengenai ilmu tasauf, khususnya mengenai ilmu thariqat dan sufi. Kita akan mencoba menguraikan kunci yang paling penting ini, tetapi yang juga paling sulit untuk diuraikan bahkan yang dapat kita golongkan sebagai rahasia tertinggi. Tanpa Wasilah tiap-tiap orang yang munajat ke hadirat Allah SWT tidak akan mencapai sasaran, dengan lain perkataan tidak akan sampai ke hadirat Allah SWT.
Dalil-dalil yang akan kita pakai di sini adalah semua dalil-dalil yang bersangkut-paut dengan Wasilah. Yang utama tentu saja kita pakai ayat-ayat Al-Qur’anul Karim dan Al-Hadits yang tertulis, didukung oleh ayat-ayat yang tertulis “di dalam ilmu alam”, yaitu sunnatullah, ilmu-ilmu, hukum-hukum ilmu alam yang tidak tertulis di dalam Al-Qur’an, tetapi terkandung di dalam Al-Qur’an.
Tentu saja ayat Tuhan yang tidak tertulis di dalam Al-Qur’an, tetapi tertulis dalam ilmu alam, yang benar-benar mengetahuinya, adalah para ahli-ahli ilmu alam dan teknologi, disesuaikan dengan Firman-firman Allah dalam Al-Qur’an dan Hadis Nabi.
- Yang demikian adalah sesuai pula dengan Firman Allah dalam Surat Yusuf, ayat 105:
وَكَأَيِّن مِّنْ ءَايَةٍ فِي السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ يَمُرُّونَ عَلَيْهَا وَهُمْ عَنْهَا مُعْرِضُونَ
Wa ka`ayyim min āyatin fis-samāwāti wal-ardhi yamurruna ‘alaihā wa hum ‘an-hā mu’ridhun.
Artinya: “Dan banyak sekali ayat-ayat Allah (Keterangan-keterangan Allah) di langit dan di bumi yang mereka melaluinya, sedang mereka berpaling daripadanya.”
Konklusi: Telah banyak ayat-ayat-Ku, Aku tuliskan di langit dan di bumi, tetapi mereka berlalu juga dan tidak memperhatikannya.
- Kemudian sesuai pula dengan Surat An-Nur, ayat 35:
وَيَضْرِبُ اللَّهُ الْأَمْثَالَ لِلنَّاسِ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
wa yadhribullāhul-amtsāla lin-nās, wallāhu bikulli syai`in ‘alīm.
Artinya: “Allah banyak membuat perumpamaan-perumpamaan dalam melipat gandakan petunjuk-Nya kepada manusia. Dan Allah Maha Mengetahui segala-galanya. (artinya: masih banyak lagi yang harus diriset). - Sesuai pula dengan yang sering kami sampaikan:
الْإِسْلَامُ عِلْمِيٌّ وَعَمَلِيٌّ
Islam adalah ilmiah dan amaliah.
Ayat yang kita kupas yang mengenai Wasilah ialah Surat Al-Maidah, ayat 35.
يَأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَابْتَغُوا إِلَيْهِ الْوَسِيلَةً وَجَاهِدُوا فِي سَبِيلِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Yā ayyuhalladzīna āmanuttaqullāha wabtaghū ilaihil-wasīlata wa jāhidū fī sabīlihī la’allakum tuflihun
Artinya “Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah pada Allah (termasuk banyak berzikir dan shalat) dan carilah cara (metode untuk menghampirkan engkau pada-Nya) dan berjihadlah (sungguh-sungguh berjuang, secara intensiflah beramal) pada jalan-Nya itu (pada metode itu) semoga kamu menang.”
Ayat ini setepat-tepatnya kita lihat ditujukan pada orang-orang yang beriman dan yang taqwa. Yang beriman, ialah orang-orang yang benar-benar telah percaya pada Allah sepenuhnya, yang Islamnya dan imannya telah diuji berpuluh-puluh kali. Yang taqwa, ialah mereka yang tetap setia dan dengan teliti melaksanakan suruh Allah SWT dan menghentikan tegah-Nya selama bertahun-tahun. Jadi inilah orang yang wara’. Jadi bukan saja ditujukan kepada orang yang beriman tetapi juga kepada orang yang taqwa. Kedua-dua ini adalah tinggi sekali martabatnya.
Agar dapat disebut orang yang beriman ialah mereka yang telah menjalani segala macam cobaan berpuluh-puluh kali dan tetap tabah. Cobaan yang berat-berat yang berpuluh-puluh macamnya, yang telah ditempuhnya dengan sukses. Kemudian orang yang taqwa ialah mereka yang bertahu-tahun tidak pernah tinggal/retak sembahyangnya.
Setelah benar-benar beriman dan taqwa, barulah ia diperintahkan وَابْتَغُوْا إِلَيْهِ الْوَسِيلَةَ Wabtaghū ilaihil wasīlata. Berarti mencari dan menemukan Wāsīlah ini adalah sangat tinggi ilmunya dan martabatnya. Justru karena sangat halus dan tingginya, ia menjadi sulit dimengerti oleh ahli-ahli fikih biasa dan juga oleh ahli-ahli tasauf kebanyakan sekalipun, sehingga ahli tasauf selama berabad-abad tidak mampu menerangkannya dengan cara memuaskan. Kalau mereka ditanya mengenai thariqat, mereka diam, karena mereka merasakan kehebatannya, tetapi tak mampu menerangkannya, karena ilmunya terlalu tinggi, yang hanya mampu diterangkan oleh orang yang berilmu tinggi pula.
Kami bukan hendak mengatakan di sini bahwa mereka tidak memakainya. Bukan, justru beliau-beliau itulah yang memakainya dengan sangat gilang-gemilang dan dengan hasil yang sangat memuaskan. Tetapi untuk menuangkannya ke dalam keterangan yang berdasarkan Al-Qur’an dan Al-Hadits yang didukung oleh ilmiah, sampai sekarang hampir dapat dikatakan, belum ada yang cukup mampu dan memuaskan.
Hal ini disebabkan Al-Qur’an dan Al-Hadits yang tertulis, harus didukung pula oleh ayat-ayat Allah yang tidak tertulis di dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits tetapi terkandung di dalamnya, namun tertulis dalam hukum-hukum ilmu alam yang tinggi. Oleh sebab itu yang mampu menerangkan semua ini ialah mereka yang paham tasauf, paham teknologi dan mereka yang taqwa dan yang beriman. Orang yang tidak beriman dan yang tidak taqwa dan bukan ahli teknologi atau ahli eksakta serta tidak mengetahui tentang ilmu tasauf, janganlah ia hendaknya memberikan komentar di sini, karena ia tidak punya bahan sama sekali untuk menilai tulisan ini.
Kami bukanlah pula hendak mengatakan bahwa para Masyaikh yang terdahulu tidak melaksanakan Wasilah, bahkan beliau-beliau itulah yang melaksanakannya dengan sangat gilang-gemilang. Hanya saja beliau-beliau tidak menerangkannya secara ilmiah, karena pada zaman dahulu, belum perlu penerangan ilmiah seperti pada zaman sekarang ini.
Kami di sini menerangkan pula, bahwa penerangan secara ilmiah teoritis semata-mata tidak akan tepat, tanpa didukung oleh kedua unsur pokok, yaitu Al-Qur’an dan Al-Hadits yang tertulis dalam Kitabullah. Ilmu-ilmu teknologi dalam ilmu alam, sudah jelas dapat dipakai untuk menjelaskannya, karena:
الْإِسْلَامُ عِلْمِيٌّ وَعَمَلِيٌّ
Islam adalah ilmiah dan amaliah.
Nanti kita akan lihat, bahwa Al-Islam itu benar-benar maha tinggi ilmiahnya, tidak ada yang mengalahkannya secara ilmiah, sesuai dengan hadis Nabi ﷺ.
الْإِسْلَامُ يَعْلُوْا وَلَا يُعْلَى عَلَيْهِ
Islam itu sangat tinggi (ilmiahnya dan amaliahnya) tiada yang dapat melebihinya/mengalahkannya (ilmiahnya dan amaliahnya tak ada taranya =∞). (HR. ar-Ruyani) ⁷⁵
⁷⁵ ar-Rūyāni, Musnad, hal. 38
Tuhan mengakui bahwa Al-Islam tidak ada tandingannya. Allah SWT yang Maha Sempurna, Maha Tinggi. Maha Agung, Maha Besar, Maha Kuasa, mengakui hanya Islam itulah Agama pada sisi-Nya. Kalau Yang Maha Tinggi, Maha Sempurna itu mengakui bahwa Islam adalah Agama satu-satunya pada sisi-Nya, maka Agama yang diakui oleh Yang Maha Akbar itu adalah Agama yang sangat-sangat tingginya, dalam segala hal, baik tentang ilmiahnya maupun tentang amalannya. Jadi sudah jelas sulit sekali untuk dapat dipahamkan oleh orang awam dan oleh para ahli tasauf sendiri, yang ilmunya belum begitu tinggi.
- Firman Allah:
إِنَّ الدِّينَ عِندَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ
Innad-dīna ‘indallāhil-islām
“Sesungguhnya Agama yang diridhai pada sisi Allah ialah Islam.” (QS. Ali Imran, ayat 19). - Hadis Nabi:
الْإِسْلَامُ يَعْلُوْا وَلَا يُعْلَى عَلَيْهِ
“Islam itu sangat tinggi, tiada yang dapat melebihinya /mengalahkannya.” (HR. Ruyani) ⁷⁶
⁷⁶ ar-Rūyānī, Musnad, hal. 38
- Ungkapan kami:
الْإِسْلَامُ عِلْمِيُّ وَعَمَلِيٌّ
Islam adalah ilmiah dan amaliah.
Atas dasar Surat Yusuf, ayat 105, Surat Al-Maidah, ayat 35 dan pengakuan Rasulullah ﷺ melalui Hadisnya, kita akan menerangkan soal yang maha pelik itu, yaitu Wasilah.
Apakah Wasilah itu? Apakah Wasilah itu manusia? Jawabnya tegas, bukan manusia. Dalilnya, tidak ada manusia yang sampai ke haderat Allah SWT. Manusia terdiri dari tiga unsur: yang pertama adalah jasmani, yang kedua adalah akal, yang ketiga adalah ruh. Ketiga-tiganya adalah baharu yang hanya mempunyai kapasitas kemampuan yang sangat terbatas. Si baharu tidak akan mungkin sampai dan tak mungkin ia mampu dapat membawa siapa pun kepada Yang Maha Qadim, karena gelombang si baharu adalah sangat terbatas, sangat berkekurangan, sama sekali tidak berkemampuan untuk dapat menjangkau Arasy tempat Allah SWT bersemayam pada dimensi yang tak terhingga. Walaupun ruhnya sekalipun. Karena yang akan dijangkaunya berada pada dimensi yang tak terhingga jauhnya.
Satu contoh yang jelas, Rasulullah ﷺ sendiri harus diberi suatu faktor yang tiada terhingga (∞), baru mampu beliau munajat sampai ke Hadirat Allah SWT. Faktor yang tak terhingga itu diberikan/dianugerahkan sendiri oleh Zat Yang Maha Tinggi yang berdimensi tidak terhingga pula. Hanya Dia yang mampu memberikan faktor yang tiada terhingga cepatnya itu. Ini adalah suatu contoh yang sangat jelas bahwa manusia tidak akan sampai pada Allah tanpa diberi bantuan sesuatu alat yang tak terhingga kapasitasnya.
Dalam Surat Al Majdah, ayat 35, dituliskan, Wabtaghu ilaihil Wasilata, wasilah yang menyampaikan kepada Allah SWT. Tadi telah kita sebut salah satu Wasilah, yaitu yang menyampaikan Rasulullah ﷺ dengan Unlimited speed, yang digambarkan sebagai Al-Buraq, ke Hadirat Allah SWT di Arasy, menembus Raf-raf, menembus Sidratul muntaha sampai ke Hadirat Allah SWT. Faktornya nampak jelas, Wasilahnya pun nampak jelas, ialah suatu alat yang tiada terhingga, yang tidak dimiliki oleh manusia, siapa pun orangnya termasuk Rasulullah ﷺ sendiri, sebagai anak bani Adam.
Kembali kita kepada hal yang akan kita sebutkan tadi, apakah Wasilah itu manusia? Jelaslah sudah, bukan manusia. Karena jasmani manusia tidak akan sampai, akal manusia tidak akan sampai, bahkan ruh manusia pun tidak akan sampai pada Allah karena semuanya adalah baharu. Semua yang baharu tidak akan sampai ke Hadirat Allah SWT. Yang Maha Qadim, karena semuanya hanya berkemampuan dan memiliki kapasitas terbatas, sedangkan yang akan dijangkaunya berada di tempat/dimensi yang tidak terhingga. Jelas kelihatan, dengan dalil ini bahwa manusia tidak sanggup sampai pada Allah dalam munajatnya sekalipun, tanpa diberikan sesuatu alat untuk itu, yang berkapasitas tak terhingga yang mampu menjangkau Hadirat Allah SWT.
Sekali lagi:
يَأَيُّهَا الَّـذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَابْتَغُوا إِلَيْهِ الْوَسِيلَةَ وَجَاهِدُوا فِي سَبِيلِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Yā ayyuhalladzīna āmanuttaqullāha wabtaghū ilaihil-wasīlata wa jāhidų fi sabīlihī la’allakum tuflihun
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman bertaqwalah pada Allah (termasuk banyak berzikir dan shalat) dan carilah cara (metode untuk menghampirkan engkau padaNya) dan berjihadlah (sungguh-sungguh berjuang, secara intensiflah beramal) pada jalan-Nya itu (pada metode itu) semoga kamu menang.” (QS.Al- Maidah, ayat 35).
Untuk menyelidikinya lebih lanjut, kita cari dahulu siapakah yang pertama sekali, manusia manakah yang pertama sekali yang telah mendapatkan Wasilah itu? Manusia manakah yang sempurna beriman dan taqwa, yang telah mendapatkan Wasilah itu yang telah dapat menyampaikannya kepada Allah SWT, yang bersungguh-sungguh di atasnya, dan yang telah mendapatkan kemenangan dari padanya. Tentu saja kita kembali kepada manusia yang utama, pemhawa Al-Islam Mulia Raya: ‘Abduhu wa rasuluhu, abdi Allah dan pesuruh-Nya.
Tidak pelak lagi Rasulullah ﷺ-lah yang merupakan manusia satu-satunya, yang terjamin beriman, yang terjamin taqwa, yang terjamin telah menemukan Wasilah dan memanfaatkannya, yang telah sungguh-sungguh beramal di atasnya dan yang akhirnya telah mendapat kemenangan. Karena kalaulah bukan Rasulullah ﷺ yang mendapat maka ia bukanlah Rasul. Allah mengajarkan:
أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَّسُوْلُ اللهُ
Jaminan daripada Allah. Timbal balik pengakuan: Asyhadu allā ilāha illallāh, pengakuan Rasulullah ﷺ kepada Allah SWT, dan Wa asyhadu anna Muhammadar Rasūlullah, pengakuan Allah kepada Rasul-Nya. Mau tidak mau, Rasulullah Muhammad ﷺ adalah satu-satunya yang terjamin dan diakui Allah SWT yang telah menerima Wasilah, yang menyampaikannya ke Hadiral Allah SWT. Ini tak pelak lagi. Kemudian kita lihat, kemanakah ditanamkan Wasilah itu dalam diri Rasulullah ﷺ. Ke dalam jasmaninyakah? Tidak mungkin, jasmani itu kasar. Ke dalam akalnyakah? Tidak mungkin, akal itu adalah produk dari pada otak. Otak itu adalah baharu dan itu adalah kasar. Ke dalam ruhnyakah? Nah, inilah yang kita harus teliti. Kita lihat di atas bahwa ruh itu pun terbatas kemampuannya, tetapi jika padanya dipancarkan sesuatu zat yang tidak terbatas kapasitasnya dari Yang Maha Tidak Terbatas itu, yang disebut Nurun `alā nurin yahdillāhu li nūrihī mayyasya’-u (Nur ilahi beriringan dengan Nur Muhammad, yang diberikan-Nya pada orang-orang yang dikehendaki-Nya) (QS. An-Nur, ayat 35), maka sudah jelaslah bahwa ruh itu sekarang berkemampuan untuk munajat ke hadirat Allah SWT dan segala amal ibadahnya pun akan sampai pula ke hadirat Allah SWT, karena didukung/dibawa oleh Wasilah yang mempunyai kapasitas tak terbatas itu (seperti Al-Buraq mampu membawa Nabi langsung sampai ke Arasy, di tempat Allah SWT bersemayam).
Hampir kita sudah mulai dapat me”nomenklatur”kan bahwa Wasilah itu adalah Nurun alā nurin. Kita akan mencari lagi dalil-dalilnya untuk menguatkannya. Bukan satu dalil, kita akan cari dua, tiga, empat, lima, kalau dapat sampai sepuluh dalil. Ini baru satu dalil saja: Nurun
alā nūrin yahdillāhu li nūrıhī mayyasya’-u.
Sebagai tamsil kita sekarang masuk ke dalam ayat yang tertulis dalam alam. (Antara lain Surat Yusuf, ayat 105 dan Surat An-Nur, ayat 35).
Lihatlah matahari yang memancarkan cahayanya ke seluruh alam. Cahaya matahari adalah satu, sinar matahari adalah tak terhingga banyaknya. Kalau matahari umumya sejuta tahun, sinar matahari pun umurnya sejuta tahun pula kurang satu detik, atau kurang 1/100 detik, 1/1000 detik, atau 1/1000.000 detik; sesudah matahari berdiri, maka berdirilah cahayanya. Memancarlah cahayanya pada detik itu juga, pada saat itu juga, 1/1000 detik itu juga, hanya selisihnya tak terhingga pula kecilnya. Barangkali 1/1000.000 detik. Umurnya pun begitu. Dan kita mengetahui bahwa tidak ada apa pun yang sampai ke matahari, zat apa saja pun walaupun gas yang seringan-ringannya seperti Helium, Argonium, Krypton, Hidrogenium, semuanya tidak akan sampai. Seluruhnya adalah vacuum. Vacuum, hampa di sekeliling matahari. Yang sampai kepada matahari adalah yang terbit daripadanya, yaitu cahayanya sendiri yang berdiri di atas matahari yang memancarkannya ke seluruh alam.
Menurut ahli-ahli ilmu alam, cahaya matahari adalah getaran-getaran transversal dan longitudinal daripada matahari. Ada pula yang mengatakan cahaya matahari adalah partikel-partikel dari pada matahari itu sendiri. Jadi jelas pulalah Wasilah yang menyampaikan sesuatu itu kepada Allah SWT, tidak lain dan tidak bukan yang dapat menyampaikannya ialah semata-mata yang terbit daripada Fi’il, sifat zat Allah SWT sendiri, yang memiliki getaran-getaran yang maha dahsyat, Nurun ‘ala nurin. Cahaya di atas cahaya yang berisikan kalimah Al-Haq yang terpancar dari yang maha punya nama.
Nurun ‘ala nurin yang memasuki rohani Rasulullah ﷺ, satu-satunya manusia yang pasti dimasukinya, karena tanpa Wasilah ini, tidak akan ada alat komunikasi antara Muhammad dengan Allah SWT, sesuai dengan keterangan berikut:
إِنَّ الدُّعَاءَ مَوْقُوفٌ بَيْنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ لَا يَصْعَدُ مِنْهُ شَيْءٌ حَتَّى تُصَلِّيَ عَلَى نَبِيِّكَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Dari Umar bin Khaththab dia berkata Sesungguhnya do’a itu akan terhenti di antara langit dan bumi, sedikitpun tidak dapat naik, sehingga engkau bershalawat atas Nabimu Shalallallahu alaihi wa sallam” (HR. Tirmidzi) ⁷⁷
⁷⁷ at-Tirmidzī, al-Jāmi’ al-Kabīr, hal. 496
Yang pasti mau tidak mau, ‘Abduhu wa rasuluhu, inilah manusia yang terjamin telah menerima Nurun ‘ala nurin ini. Kalau tidak, dia bukan Rasul karena tak akan ada alat untuk berkomunikasi dengan Allah SWT. Begitu juga segala para Rasul pilihan yang terdahulu, pasti menerima Wabtaghu ilaihil wasilata, kalau tidak, beliau-beliau itu bukan Rasul, karena tidak akan ada mempunyai alat komunikasi dengan Allah SWT. Dan turunnya bukan kepada jasmani atau kepada akalnya, turunnya pasti kepada rohnya karena ayat Al-Qur’anul Karim mengatakan:
فَإِذَا سَوَّيْتُهُ وَنَفَخْتُ فِيهِ مِن رُّوحِي فَقَعُوا لَهُ سَاجِدِينَ
Fa idzā sawwaituhū wa nafakhtu fihi mir rūhī faqa’ū lahū sājidīn
“Maka setelah Aku sempurnakan dia dan Aku tiupkan di dalamnya sebagian Roh-Ku, rebahkanlah dirimu bersujud kepadaNya.” (QS. Al-Hijr, ayat 29). (Sujud pada Ruh-Ku yang telah Aku tiupkan ke dalam Khalifah-Ku Adam, jadi bukan sujud pada Sang Adam).
Konklusi: Kalau Adam itu telah Kusucikan, Kusempurnakan, Kubersihkan, maka Aku tiupkan roh-Ku, masuk ke dalam roh Adam (maka di saat itulah roh Adam menerima alat komunikasi daripada Allah SWT). Tentu sama saja juga kejadiannya dengan Rasulullah, yaitu dimasukkannya alat komunikasi ke dalam roh Rasulullah ﷺ, juga ke dalam roh para rasul yang terdahulu. Bagi kita, Adam terlalu jauh untuk dijangkau, Luth terlalu jauh, Ibrahim terlalu jauh dari kita, Ismail terlalu jauh, Ishaq terlalu jauh, Ya’qub terlalu jauh, Yusuf terlalu jauh, Musa, Daud, Sulaiman terlalu jauh, Isa terlalu jauh.
Rasulullah ﷺ, yang pasti telah mendapat Wasiilah, alat komunikasi, channel terhadap Allah SWT, yakni: Nurun ‘alā nurin yahdillāhu li nūrihi mayyasya-u, yang dimasukkan ke dalam roh Rasulullah ﷺ dan telah tetap tertanam di dalamnya Wabtaghū ilaihil wasīlata, Nūrun ‘alā nūrin itu. Abu Bakar Siddiq RA juga mempunyai jasmani, mempunyai akal, dan mempunyai roh. Abu Bakar Siddiq RA menggabungkan pula rohnya dengan roh Rasulullah ﷺ yang telah berisikan Nūrun ‘alā nūrin, yang telah ditanam di dalamnya ilaihil wasīlata, yakni: Channel yang langsung berhubungan dengan Allah SWT. Nabi bersabda:
ما صب الله في صدري شيئًا إلا صببته في صدر أبي بكر
“Apa-apa yang dicurahkan Allah ke dalam dadaku aku curahkan pula ke dalam dada Abu Bakar Siddiq)”. (dada=hati=sukma = roh). ⁷⁸
⁷⁸ Abi Abdillah Muhammad bin Abi Bakar bin Ayyüb ibn Qayyim al-Jauziyah, al-Manāru al-Munif, (Jeddah: Dār ‘Ālimu Fawāid, tt), hal. 108
Benda padat dengan benda padat, tak dapat digabung. Benda cair dengan benda cair dapat digabung, gas dengan gas dapat digabung. Apalagi rohani dengan rohani yang sangat-sangat halusnya pasti dapat digabung. Dia bersatu, berfusi antara roh dengan roh, yang di dalam roh yang pertama tertanam ilaihil Wasilata, Nurun ‘ala nurin. Dengan sendirinya roh yang kedua (roh Abubakar Siddiq) automatis pasti pula memiliki sekaligus apa yang dimiliki roh dimana ia menggabungkan dirinya ke dalamnya, yaitu roh Rasulullah ﷺ. Kedua roh yang halus itu telah bergabung dalam satu frekwensi yang sama, dan di dalam roh yang pertama (roh Nabi) telah tertanam ilaihil Wasilata (Channel pada Allah untuk selama-lamanya).
Menurut ilmu akal, ilmu logika eksakta di sinilah letaknya rahasia terjaminnya roh Abubakar Siddiq masuk surga; begitu juga dengan roh semua Khalifah Rasul yang pilihan yang semua bergabung menjadi satu dalam roh Rasulullah, yang terjamin memiliki Channel langsung dengan Allah, dan yang dengan sendirinya memiliki pula kekebalan benteng yang tak tergoyahkan dan yang tak dapat ditembus oleh iblis mana pun juga, hingga suci, bersih, murni dan terang, bersama-sama pada sisi Allah SWT.
Kalau kita membeli seekor lembu, bukan kepalanya saja yang kita beli. Bukan kakinya saja yang kita beli. Tetapi seluruh lembu itu telah kita miliki apa saja yang ada dalam lembu itu. Jika kita telah memiliki lembu itu segala apa yang berhubungan dengan lembu itu kita miliki pula jantungnya, paru-parunya, susunya dan sebagainya. Kalau kita menikah dengan seseorang, semua yang ada pada diri orang itu telah menjadi hak milik kita pula. Kalau kita telah bergabung antara roh dengan roh, apa yang ada pada roh yang pertama itu otomatis telah menjadi kepunyaan kita pula.
Di sinilah terletaknya rahasia terbesar dalam ilmu tasauf/sufi, terjaminnya ilmu batin Islam itu, yang dinamakan thariqat itu sah dan haq, karena ilmu kerohaniannya, karena ilmu kebatinannya berada di dalam/bersatu dengan roh Rasulullah ﷺ sebagai frekwensi yang menyampaikan segala macam ibadahnya, termasuk shalat, zikir dan lain-lainnya ke Hadirat Allah SWT.
Hadis Nabi:
أنَّ عُمَرَ بنَ الخطاب قال: إِنَّ الدُّعاءَ مَوقوفٌ بين السماء والأرض لا يصعد منه شيء ، حتَّى تصلي على نبيك صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّمَ
“Bahwasanya Umar bin Khaththab berkata: sesungguhnya do’a itu terhenti di antara langit dan bumi sedikitpun tidak bisa naik, sehingga engkau bershalawat atas Nabimu Shalallahu ‘alaihi wasallam.” (HR Tirmidzi) ⁷⁹
⁷⁹ at-Tirmidzi, al-Jami’ al-Kabir, hal. 496
Hadis Qudsi berbunyi:
فَإِنَّ هذا القرآنَ سَبَب طرفه بيد الله وطرفه بأيديكم فتمسكوا به فإنَّكم لن تضلوا ولن تهلكوا بعده أبدًا.
“Maka sesungguhnya Al-Qur’an ini ujungnya ada di tangan Allah dan ujung satunya lagi ada di tangan kalian. Maka berpegang teguhlah kalian dengannya, sebab kalian tidak akan sesat dan tidak akan binasa selama-lamanya selama kalian berpegang teguh dengannya” (HR. Ibn Hibban) ⁸⁰
⁸⁰ Abī Ḥātim Muḥammad bin Hibbān al-Busti, al-Ihsan fī Taqrīb Shahīḥ Ibn Hibbān, (Beirut: Muassasah al-Risālah, 1988), Jilid I, Cet. 1, hal. 329
Al-Qur’an adalah salah satu tali hubungan antara Rasul dengan Allah dan Firman Allah:
فَإِذَا سَوَّيْتُهُ وَنَفَخْتُ فِيهِ مِن رُّوحِي فَقَعُوا لَهُ سَاجِدِينَ
Fa idzā sawwaituhū wa nafakhtu fihi mir rūhī faqa’ū lahū sājidīn
“Maka setelah Aku sempurnakan dia dan Aku tiupkan di dalamnya sebagian roh-Ku, rebahkanlah dirimu bersujud kepada-Nya.” (QS. Al-Hijr, ayat 29).
Konklusi: Nur Ilahi yang terbit dari Allah sendiri adalah tali yang nyata antara Allah dengan rohani Rasulullah. Ujung Nur Ilahi itu ada dalam dada/rohani Rasulullah. Ujungnya itulah yang kita hubungi dengan roh kita pula, sudah jelas roh kita akan dapat frekwensi daripada Allah SWT. (Lihat Capita Selecta jilid I). Kemudian murid Sayidina Abu Bakar Siddiq RA, yaitu Salman al Farisi RA, begitu juga melaksanakannya. Jadi Nurun ‘ala nurin itu via Ruh Abu Bakar telah dipunyai tiga orang, dan seterusnya dan seterusnya kepada seluruh silsilah rohaniah. Bukan silsilah dari apa yang tertulis dan yang didengar, diolah dengan otak yang menjadikan jasmani dan otak itu bermental Islam, akan tetapi antara roh dengan roh yang semuanya bergabung dengan roh Rasulullah ﷺ. Barulah roh itu terjamin Islamnya.
Antara jasmani dengan jasmani itu berjarak, kadang-kadang ratusan bahkan ribuan tahun, tetapi antara roh dengan roh, tidak berjarak. Karena roh yang diisi Nurun ‘ala nurin yang maha bernilai itu, tetap hidup pada sisi Allah, sebab telah dimasuki unsur yang hidup, yang tiada mati, Nurun ‘ala nurin.
Sedangkan jasmaniah Fir’aun saja pun tidak busuk walaupun hanya diawetkan dengan rempah-rempah. Cairan-cairan pun banyak yang diawetkan oleh rempah-rempah, atau oleh bahan-bahan kimiawi. Apalagi roh yang hidup di sisi Allah. Maka oleh sebab itu janganlah disangka para syuhada, para aulia, atau para Rasul itu mati, tetapi beliau-beliau tetap hidup pada sisi Allah SWT, karena di dalamnya diberikan zat yang hidup (Nūrun ‘ala nūrin) yang tak mati-mati.
Segala sesuatu yang diberi/dimasak dengan gula akan menjadi manis. Walaupun buah cermai yang asam akan menjadi manis. Walaupun buah malaka yang amat sepat akan menjadi manis. Apa saja, berilah gula banyak-banyak maka akan hilang segala sifat aslinya, dia akan menjadi manis. Begitu juga roh kalau dimasukkan sepenuhnya Nūrun ‘ala nūrin yang membawa Kalimatullahi Hiyal ‘Ulya yang asli dan haqiqi yang tiada mati, dia akan hidup pada sisi Allah Swy. Bentuk daripada sang roh itu adalah menyerupai bentuk jasmaniah dimana ia duduk di tempatnya, seperti air yang duduk di tempatnya mengambil bentuk daripada tempat ia duduk. Gas, cahaya, nur, rohani, juga begitu semuanya.
Kembali di sini kita pakai dalil daripada ayat-ayat Allah yang tidak tertulis dalam Al-Qur’an, tetapi terkandung di dalamnya, namun tertulis dalam ilmu alam yang besar ini. Maka tiap-tiap manusia yang rohnya telah bergabung dengan roh Nabi, maka roh yang menggandeng “di belakangnya” tersebut, jelas pula akan bersatu pula dengan roh yang Pertama dan akan memiliki pula kurnia Allah yang maha besar yakni turut memiliki Wabtaghu ilaihil wasilata, Nūrun ‘ala nūrin yang mengandung frekwensi tak terhingga yang mampu menyalurkan Kalimah Allah yang Hak dari Maha Sumbernya. Allahu Akbar. Kita sudah mulai sampai kepada jawaban yang sejelas-jelasnya Begitulah tingginya ilmu tasauf, begitulah tingginya ilmu sufi di dalam Al-Islam. Begitulah tingginya ilmu thariqat itu, thariqatullah asli yang maha akbar. Sungguh-sungguh beramal di atasnya, berzikir di dalam Nūrun ālā nurin adalah sangat bahagia.
Jadi sekarang sudah jelas bagi kita, tiap-tiap roh yang menggabungkan dirinya kepada roh silsilah yang terakhir, akan memiliki wabtaghū ilaihil wasilata, Temukanlah dia, carilah dia, niscaya bertemu Insya Allah Ta’ala. Barangsiapa belum beserta Allah, besertalah dengan roh orang yang beserta Allah, roh orang itulah (yang berisikan Nūrun alā nurin) yang menghubungkan roh engkau dengan Allah.
Wabtaghū ilaihil wasilata dalam rohani sang guru, inilah yang disebut Waliyam Mursyida yang Kamil lagi Mukammil yang Khalis Mukhlisin. Seperti 35 stasiun Televisi atau stasiun Radio menggabungkan gelombangnya kepada satu stasiun induk, maka seluruh gelombangnya akan hilang lenyap dalam gelombang yang satu itu. Jika Kepala Negara bersuara, sekaligus yang 35 itu bersuara. Apa yang diucapkan oleh yang Pertama diucapkan pula oleh yang ke 35. Apa yang ada dalam gelombang yang Pertama, pasti ada dalam gelombang yang 35 itu semuanya.
Di sinilah letaknya rahasia dari segala kelebihan-kelebihan dan mereka yang dikasihi Allah. Segala fasilitas, segala identitas, segala kwalitas para Rasul sudah jelas ada pada mereka, karena frekwensinya telah bersatu dengan frekwensi para Rasul. Wasilah dalam diri para Rasul mereka juga miliki. Nūrun ālā nurin pada diri Rasul yang dianugerahkan Allah SWT juga mereka warisi. Segala kekeramatan para Rasul juga mereka warisi karena hukumnya sama, dan dengan hukum yang sama pasti menerbitkan hasil yang sama. Di sinilah letak haknya dan sahnya ilmu tasauf dan sufi serta thariqat dalam Islam karena berdasarkan :
- Al-Qur’an dan Al-Hadits yang didukung oleh sunnatullah dalam ilmu alam.
- Karena bersatunya roh Rasul dengan roh para ahli silsilahnya.
Dengan sendirinya segala ilmu kebatinan yang tidak mempunyai silsilah yang nyata bertalian kepada Nabi harus ditolak, karena itu semuanya pasti di luar yang haq dan akan hancur berantakan mulai dari dunia sampai Yaumil Mahsyar.
- Man lam yakun syaikhun fa syaikhahusy syaithan”.
مَنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ شَيْخٌ فَشَيْخَهُ الشَّيْطَانُ
“Barangsiapa yang tidak ada Syekhnya (Waliyam Mursyida), maka pastilah setan pemimpinnya dalam ilmu kebatinannya.” (Sayyidi Syaikh Abu Yazid Al-Busthami) ⁸¹
⁸¹ Ismāʾīl Ḥaqqī al-Khalwatī, Rūḥul Bayān fī Tafsīr al-Qurān, (Beirut: Dārul Kutub al-ʿIlmiyyah, 1971), jilid V, hal. 266 - مَن يَهْدِ اللَّهُ فَهُوَ الْمُهْتَدِ وَمَن يُضْلِلْ فَلَن تَجِدَ لَهُ وَلِيًّا مُرْشِدًا
may yahdillahu fa huwal-muhtadi wa may yudhlil fa lan tajida lahu waliyyam mursyida
“Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, dialah orang yang mendapat petunjuk dan siapa yang dibiarkannya sesat, maka tidak ada seorang pemimpin pun yang memberi petunjuk.” (QS. Al-Kahfi, ayat 17). - Sebagai keterangan sekedarnya, kita uraikan di sini sekelumit betapa dahsyat bahayanya bagi mereka yang mengamalkan ilmu bathin tanpa pimpinan Waliyam Mursyida (tanpa bergabung dengan rohani Rasul yang dijamin Allah telah memiliki Wasilah yang tak terbatas Frekwensinya, yaitu Nurun ‘ala nurin). Jelas kelihatan dan harus kita sadari, bahwa Allah SWT. berada di Arasy tempat Maha Agung yang tak terhingga jauhnya, sehingga Rasulullah sendiri wajib diberikan frekwensi (Speed) yang tak terhingga kapasitasnya (∞). Kalaulah Rasulullah wajib memakai faktor tak terhingga (∞), pasti siapapun orangnya wajib memiliki faktor yang tak terhingga, yang harus sama pula dengan yang dipakai Rasul, agar tempat mendaratnya terjamin sama pula pada sisi Allah SWT. Untuk itu tidak ada lain jalan, harus menggabungkan diri rohaninya dengan arwahul muqaddasah Rasulullah, yang telah bergabung dengan arwahul muqaddasah Waliyam Mursyida sebagai silsilahnya (yang telah terpatri kedua rohani-nya dalam satu fusi yang kekal dan abadi).
Sesuai dengan Rumus Ilmu Eksakta:
(Firman-firman Tuhan yang tertulis dalam ilmu alam) :
- S (jarak) = Vxt S = Spazium = jarak.
- ∞ = ∞ xt V=Velocitas = kecepatan.
- ∞ = V x ∞ (= t) t = tempo= waktu.
Jelas kelihatan pada Rumus nomor 3 ini, bahwa faktor kecepatan tak terhingga jika tidak kita miliki untuk menuju Kehadirat Allah SWT, maka sudah pasti, bahwa t-nya lah yang menjadi artinya: kita tidak akan sampai-sampainya kehadirat Allah SWT sampai hari Kiamat.
Walaupun kita terbang dengan alat apa sajapun selama bermilyard-milyard tahun lamanya, walaupun dengan akal dan ma’rifat apa saja pun, karena kapasitas semuanya itu tetap terbatas, bukan tak terhingga. Ini berarti bahwa roh kita tetap akan gentayangan untuk selama-lamanya di alam roh yang luas, yang tak bertepi, tak berujung dan tak berpangkal, tanpa pedoman hingga akhirnya hancur berantakan, karena sudah pasti disambar dan diperdayakan oleh jin, setan atau Iblis. Kemana hilangnya atau musnahnya? Wallahu a’lam. Tetapi pasti tidak dan bukan kembali pada Allah SWT, karena untuk sampai pada Allah harus wajib memakai frekwensi tak terhingga ∞, yang hanya berada dalam dada Rasulullah yang hanya dapat diwarisi dari Rasulullah ﷺ.
Ini pulalah sekaligus kunci terbesar satu-satunya daripada segala ibadat, karena hanya dengan mendapatkan frekwensi tak terhingga ∞ dari pada Allah SWT, mengalirlah kekuatan kalimah Allah yang maha Sakti secara murni langsung melalui sukma Rasulullah ﷺ dan melalui arwahnya sang Mursyid yang telah Khalis Mukhlisin, tepat menuju sasarannya dengan energi yang tak terhingga, yang maha dahsyat yang dimilikiNya, maka hancurlah bukit, gunung, iblis setan atau lawan apa saja, walaupun atom dan nuclear sekalipun, akan hancur luluh, kalau dihadapkan pada Oer atom kalimah Allah yang maha maha dahsyat ini. Dengan tenaga tak terhingga dari segala kekuatan di bumi dan langit, dunia dan akhirat, barulah berlaku realita: A’udzubillalli minasy syaithanirrajim dan lain-lain ayat, dalam arti kata realita yang sebenar-benarnya, jika telah dihadapkan langsung pada kalimah Allah mahasakti yang khalis dan tulen (bukan kalimah tiruan “produksi” manusia).
Inilah dia senjata maha sakti di tangan Mukmin yang perkasa di segala zaman dari dunia sampai ke akhirat, yang diterimanya langsung dari Allah SWT via saluran yang Haq, sebagai maha “Controller” dan “Big Conductor” dari Allah SWT yaitu: Arwahul Muqaddasah Rasulullah ﷺ. (Fadzkurullaha la’allakum tuflihun)
Eureka, Eureka, Eureka, Wir haben das grosse Geheim gefunden. Selamat, selamat, selamat, kita telah menemukan rahasia maha sakti kalimah Allah yang Maha Dahsyat.
Hidup kaum Mukmin, Hidup Al Islam Mulia Raya. Hidup kaum Mufarridun, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar walillahil hamd.
- Kita telah menemukan rahasia maha akbar walaupun baru dalam teorinya saja. Rahasia yang dicari-cari umat di dunia, umat yang pertama sampai umat yang penghabisan, yang dicari umat ber-Agama yang pertama dan umat ber-Agama yang penghabisan. Dan kalau ini belum ditemuinya hidupnya belum sampai pada tujuan fitrahnya, masih sia-sia, karena ia tak akan pernah sampai pada Tuhannya hingga kiamat dunia dan tetap terlunta-lunta untuk selama-lamanya. (Sesat engkau sekalian kecuali yang Kuberi taufik. Hadis Qudsi).
Inilah rahasia senjata Allah maha dahsyat di tangan para Rasul dan para Wali yang kenamaan dari abad ke abad, yang dijolok dan di keluarkan melalui hukum-hukum ilmu tasauf dan sufi Islam, dengan metode teknisnya yang tepat, yang ilmiahnya diuraikan dengan ilmu metafisika eksakta, bidang yang sama sekali bukan terletak dalam ilmu fiqih Islam. Di sinilah secara khas ilmu kerohanian dan metafisika tasauf Islam atas dasar eksakta.
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Walillahilhamd.
- Oleh sebab itu, semasa kita hidup, sebelum mati, kita harus berjuang sehebat-hebatnya dengan segala daya upaya, untuk mendapatkan faktor tak terhingga (∞) ini, dan ini hanya berada dalam dada/rohani Rasulullah ﷺ.
- Sebuah rumus aljabar yang masyhur, sebagai sebuah petunjuk yang jelas dari Sunnatullah, ialah sebagai berikut: x/∞ = 0
Dimana x dapat saja berupa iblis, setan, hantu, penyakit-penyakit, cancer, narkotika, atom, nuclear, bala kutuk, galodo, dosa, kiamat dunia dan lain-lain dan lain-lain, apa saja pun, fisis atau metafisis, kasar ataupun halus.
Jika x tersebut dibagi, dihancur leburkan oleh tenaga tak terhingga (∞) = Kalimah Allah atau ayat-ayat Al-Qur’an yang khusus untuk penghancur/pemunah segala apa yang negatif, yang berada antara bumi dan langit.
Semua itu akan hancur luluh, jika dihadapkan pada Oer Atom kalimah Allah Maha Sakti, yang mengalir dari maha sumbernya!
Bukan Kalimah Allah yang relatif yang diproduksi manusia sendiri-sendiri.
Jika tenaga maha dahsyat itu tidak hadir, tidak ada, maka jelaslah bahwa semua yang di atas itu tidak akan musnah. Berarti segala unsur-unsur negatif yang sangat berbahaya bagi kehidupan manusia dunia akhirat, tetap akan merajalela sampai akhir hayat kita dan dilanjutkannya sampai ke akhirat kelak. Oleh sebab itu di dunia ini semua harus diselesaikan dengan tuntas dengan pimpinan Rasulullah zahir bathin.
Dan ini dapat terlaksana dengan gilang-gemilang (khusus tentang Ilmu kerohaniannya). Dengan wasilah, bergabungnya arwah kita dengan arwah Rasulullah yang dijamin Allah SWT, memiliki frekuensi yang tak terhingga, satu-satunya Channel yang ditanamkan Allah SWT sendiri langsung ke dalam arwah para Rasul untuk dapat berkomunikasi langsung dengan Allah SWT. Dan channel ini pulalah yang kita pakai sebagai alat komunikasi yang terjamin langsung berkomunikasi dengan Allah SWT sendiri. Inilah dia fungsi wasilah yang sebenar-benarnya.
Dan ini semua dapat terlaksana dalam prakteknya dalam satu titik yang maha halus di hati sanubari seorang Mukmin yang Khalis Mukhlisin, jadi pada hakikatnya Wasilah/Channel yang dipakai para Rasul untuk berkomunikasi dengan Allah SWT. Yang ditanamkan dalam diri para Rasul, alat itu juga/channel itu juga, Wasilah itu juga, yang kita pakai untuk berkomunikasi langsung dengan Allah SWT, jadi sama saja halnya dengan para Rasul, hanya saja alat itu ditanamkan Allah dalam rohani para Rasul di “pekarangan” para Rasul, bukan dalam “pekarangan” rohani kita, sudah jelaslah kita harus gabungkan rohani kita lebih dahulu dengan rohani Para Rasul.
Rasul yang terdekat pada kita ialah Muhammad ﷺ dan ia masih nyata ada mempunyai tali silsilah yaitu para ulama silsilah, sedangkan para Rasul lainnya sudah tidak diketahui lagi mana tali silsilah-nya, alias putus hubungannya sama sekali dengan Allah, maka oleh sebab itu pada waktu itu mutlak perlu diturunkan Allah seorang Nabi baru, Nabi akhir zaman. yaitu Rasulullah ﷺ yang sudah jelas masih nyata ada mempunyai ahli silsilah yang tahqiq, hingga saat ini, sebagai syarat mutlak untuk dapat langsung berkomunikasi dengan Allah SWT. Jadi tugas utama para ahli silsilah ialah meneruskan tugas pokok para Rasul sebagai wasilah-carrier, si pembawa Wasilah.
- Satu Petunjuk lain yang sangat jelas dan sangat berharga dari Sunatullah ialah:
1 x ∞ = ∞
1/100 x ∞ = ∞
1 zarah x ∞ = ∞
Di sini jelas kelihatan, bahwa jika ibadah kita, walaupun sebesar biji bayam kecilnya, jika dihubungkan/digandengkan atau di-ikutsertakan unsur frekwensi yang tak terhingga, maka hasilnya akan sangat besar pahala-nya, yang kalau ditujukan pada sasarannya, pasti akan memberi bekas yang sangat memuaskan karena dahsyatnya. Di sini kelihatan lagi fungsi wasilah itu dengan jelas sekali, dan nilainya yang sangat tinggi sekali itu.
Sekian penjelasan ala kadarnya yang lebih terperinci dari Wasilah.
Selanjutnya, semua kurnia Allah, yang ada tertulis pada Suppletoir I pada Buku ini, semua kelebihan-kelebihan para rohani Rasul itu berlaku pula bagi rohani semua para ahli silsilah karena roh Rasul telah bersatu dengan roh mereka, sukma Rasul telah bergabung dengan sukma mereka, rohani Rasul telah terpatri jadi satu dengan sukma mereka oleh patri yang kekal dan abadi, yakni: Wasilah; Nūrun ‘ala nūrin, yang berintikan kalimah Allah haqiqi yang Maha Dahsyat, yang mengalir dari Maha Sumber-Nya yang Maha Agung. Inilah kedahsyatan At thariqah dalam Islam yang termaktub dalam ilmu tasauf Islam yang sangat halus dan tinggi serta juga sangat hebat.
Sesuai dengan Firman Tuhan: وَمَن يُطِعِ اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَأُوْلَئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِم مِّنَ النَّبِيِّ نَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِينَ وَحَسُنَ أُوْلَائِكَ رَفِيقًا
Wa may yuthi’illāha war-rasūla fa ulā’ika ma’alladzīna an’amallahu ‘alaihim minan-nabiyyīna wash-shiddīqīna wasy-syuhadā’i wash-shālihin, wa hasuna ulā’ika rafīqā “Mereka itulah orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah seperti para Nabi-Nabi, Siddiqin (Ulama), Syuhada dan Salihin (Ulama).” (QS. An-Nisa Ayat 69).
Bagi para ahli silsilah yang rohaninya telah bersatu dengan frekwensi rohani Rasulullah maka segala apa yang berlaku bagi rohani Rasul berlaku pula bagi rohani mereka, karena mereka bukan saja mengikuti Rasul dengan seksama dan teliti, atau mentauladani Rasul dengan terperinci, bahkan mereka telah menyatukan diri rohaninya dengan diri rohani Rasulullah. Sehingga semua ayat dan Hadis sama-sama berlaku bagi rohani mereka dan bagi rohani Rasulullah.
Umpamanya:
- Tangan Allah di atas tangan mereka. (QS. Al-Fath, ayat 10). (Wajah Allah di atas wajah mereka).
- Kalau mereka melihat, Aku matanya. (Hadis Qudsi, HR. Bukhari).
- Kalau mereka mengambil, Aku tangannya, (Hadis Qudsi, HR. Bukhari).
- Kalau mereka berjalan, Aku kakinya (Hadis Qudsi, HR.Bukhari).
- Kalau mereka digempur musuh, Aku lawannya, (Hadis Qudsi HR. Bukhari).
- Rahmat-Ku Aku titipkan padanya untuk ditaburkan pada Ummat-Ku. (HR. Al Qudha’ii dari Abi Said).
- Mereka men-Syafa’ati seperti Rasul men-Syafa’ati (HR. Ibnu Majjah).
- Kalau mereka duduk, Aku temannya, (Hadits dalam Al-Atsar-Ihya Ulumuddin, halaman 85).
- Kalau namanya disebut, Umat pun telah menyebut Nama-Ku dan sebaliknya jika Nama-Ku disebut ummat, telah turut disebut namanya di dalamnya.(HR. Tabrani, Al Hakim dan Abu Naim).
- Mereka yang (rohnya berisikan Nūrun ‘alā nūrin bersama-sama) sederetan duduknya dengan para Nabi …. (QS. An- Nisa, ayat 69).
- Barangsiapa belum beserta Allah, besertalah dengan orang (Ruhnya) yang beserta Allah, (Ruh) orang itulah (yang berisi dengan Nurun ala Nurin) yang menghubungkan Ruh engkau dengan Allah.
- Bumi dan langit-Ku tak berdaya menjangkau Aku, namun Aku telah dijangkau oleh Ruh/Hati hamba-Ku yang Ku-kasihi (yang Ruhnya berisikan Nūrun ‘alā nūrin). (HR. Ahmad).
- Dan lain-lain; yang no. 1 sampai dengan no. 12 dan lain-lainnya, semuanya ada dalam Suppletoir 1 dalam Buku ini.⁸²
⁸² Namun hukum-hukum syari’at yang berlaku bagi jasmani Rasul tidak berlaku bagi jasmani mereka, karena mereka bersatu dalam rohani bukan dalam jasmani. Bagi mereka sebagai manusia Mukmin sejati tetap berlaku hukum-hukum hidup dan kehidupan yang telah digariskan dalam Syari’at Islam bagi seluruh Kaum Muslimin di dunia.
Untuk menguatkan ayat-ayat dan hadis-hadis tersebut di atas, kami tuturkan di bawah ini secara ringkas tentang keutamaan yang hebat dari seorang Aulia di zaman tabi’in, yang tidak berjumpa dengan Nabi.
كَانَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ إِذَا أَتَى عَلَيْهِ أَمْدَادُ أَهْلِ الْيَمَنِ سَأَلَهُمْ: أَفِيكُمْ أُوَيْسُ بْنُ عَامِرٍ؟ حَتَّى أَتَى عَلَى أُوَيْسٍ، فَقَالَ: أَنْتَ أُوَيْسُ بْنُ عَامِرٍ؟ قَالَ: نَعَمْ. قَالَ: مِنْ مُرَادٍ، ثُمَّ مِنْ قَرَنٍ؟ قَالَ: نَعَمْ. قَالَ: فَكَانَ بِكَ بَرَصٌ فَبَرَأْتَ مِنْهُ إِلَّا مَوْضِعَ دِرْهَمٍ؟ قَالَ: نَعَمْ. قَالَ: لَكَ وَالِدَةٌ؟ قَالَ: نَعَمْ. قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: «يَأْتِي عَلَيْكُمْ أُوَيْسُ بْنُ عَامِرٍ مَعَ أَمْدَادِ أَهْلِ الْيَمَنِ، مِنْ مُرَادٍ، ثُمَّ مِنْ قَرَنٍ، كَانَ بِهِ بَرَصٌ فَبَرَأَ مِنْهُ إِلَّا مَوْضِعَ دِرْهَمٍ، لَهُ وَالِدَةٌ هُوَ بِهَا بَرٌّ، لَوْ أَقْسَمَ عَلَى اللَّهِ لَأَبَرَّهُ، فَإِنِ اسْتَطَعْتَ أَنْ يَسْتَغْفِرَ لَكَ فَافْعَلْ». فَاسْتَغْفِرْ لِي. فَاسْتَغْفَرَ.
Ketika Umar bin Khaththab didatangi oleh rombongan orang-orang Yaman, ia selalu bertanya kepada mereka: “Apakah Uwais bin Amir dalam rombongan kalian?” Hingga pada suatu hari, Khalifah Umar bin Khaththab bertemu dengan Uwais seraya bertanya; “Apakah kamu Uwais bin Amir?” Uwais menjawab; “Ya. Benar saya adalah Uwais.” Khalifah Umar bertanya lagi; “Kamu berasal dari Murad dan kemudian dari Qaran?” Uwais menjawab; “Ya benar.” Selanjutnya Khalifah Umar bertanya lagi; “Apakah kamu pernah terserang penyakit kusta lalu sembuh kecuali tinggal sebesar mata uang dirham pada dirimu?” Uwais menjawab; “Ya benar.” Khalifah Umar bertanya lagi; “Apakah ibumu masih ada?” Uwais menjawab; “Ya, ibu saya masih ada.” Khalifah Umar bin Khaththab berkata; “Hai Uwais, sesungguhnya aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Uwais bin Amir akan datang kepadamu bersama rombongan orang-orang Yaman yang berasal dari Murad kemudian dari Qaran. Ia pernah terserang penyakit kusta lalu sembuh kecuali tinggal sebesar uang dirham. Ibunya masih hidup dan ia selalu berbakti kepadanya. Kalau ia bersumpah atas nama Allah maka akan dikabulkan sumpahnya itu, maka jika kamu dapat memohon agar dia memohonkan ampunan untuk kalian, lakukanlah! “Oleh karena itu hai Uwais, mohonkanlah ampunan untukku” Lalu Uwais pun memohonkan ampunan untuk Umar bin Khaththab. ⁸³
⁸³ Muslim, Shahīh Muslim, cet. I, Jilid II, h. 1183
Betapa hebatnya kelebihan-kelebihan seorang Aulia Allah itu, Rasul sendiri menggambarkan kehebatan itu, Namun para Waliyam Mursyida tidaklah banyak di dunia ini, namun pada tiap-tiap abad pasti ada orangnya, the Wasilah Carrier si Pembawa Wasilah. Wasilah mana berada di dalam rohnya tersembunyi. Para pembaca yang budiman.
Kami telah memberanikan diri menguraikan secara panjang lebar akan jalan rahasia kepada Allah ini, karena dituntut zaman.
Kapankah lagi kita akan menguraikan semua ini, sedangkan dunia telah begitu tua dan begitu rawan? Huru-hara melanda seluruh dunia, kemelut, kekacauan bergelora di antara bangsa-bangsa di dunia. Ancaman-ancaman kehancuran jagad ini telah di ambang pintu. Hanya hasil dari Jalan Thariqatullah dalam Islam inilah satu-satunya jalan keluar yang mampu mengatasinya secara tuntas.
Apakah saya tidak bersalah, jika Jalan utama ini tidak saya uraikan sekadarnya, dan membiarkan kemelut dunia, yang disebabkan oleh setan di semua pelosok dunia dan dalam pribadi manusia berkecamuk terus, tanpa dapat dibendung oleh mereka sendiri, sehingga membahayakan seluruh jagad ini.
Wahai kaumku, kaum Muslimin di seluruh dunia yang aku kasihi, yang telah berabad-abad lamanya dipecah-belah dan menderita oleh kaum non Islam orientalis Barat. Mereka para orientalis benar-benar faham bahwa energi Islam terpendam dalam tasauf/thariqat Islam sebagai Teknologi dalam Al-Qur’an.
Thariqat Islam sangat tinggi, sangat dalam, oleh karenanya sulit dimengerti oleh orang awam beragama Islam, apalagi pada zaman dahulu, dimana ilmiah eksakta masih belum umum dikuasai. Di sini lah mereka, para orientalis, menyusup untuk mengacau dan melaga antara Islam dengan Islam. Mereka menciptakan thariqat-thariqat palsu yang menyesatkan, dan atas dasar ini mendiskreditkan seluruh thariqat termasuk thariqat yang Hak. Di sinilah kekuatan Islam mulai pudar, menuju kehancuran. Para Ulama muda/Para Wahabiah memfatwakan bahwa semua thariqat tanpa pandang bulu adalah salah dan sesat.
Betapa dahsyatnya kerugian orang Islam selama berabad-abad lamanya. Disebabkan oleh para Orientalis yang berhasil dengan sangat licik memecah-belah dan menghancur-leburkan kesatuan dan persatuan Islam yang sangat bernilai itu.
Umat Islam menjadi kacau-balau di dunia. Untuk menggambarkan keadaan di atas, selanjutnya kami turut lampirkan di sini ulasan seorang ahli thariqat dari Malaysia (dipersilahkan membaca dan meneliti kebenarannya, yang kami tempatkan pada halaman terakhir dari pada buku ini).
Syukur pada Allah bahwa dewasa ini thariqat dapat diterangkan secara ilmiah eksakta, sehingga jelas kelihatan mana thariqat asli mana yang palsu. Ilmu eksakta adalah sunnatullah, yakni firman-firman Tuhan yang tidak tertulis dalam Al-Qur’an, namun terkandung di dalamnya. Ilmu eksakta adalah saringan yang ketat terhadap thariqat yang beredar, sehingga dapat dibedakan mana yang asli dan mana yang palsu.⁸⁴
⁸⁴ Ucapan DR Nurcholis Madjid dalam kesempatan diskusi yang diselenggarakan Himpunan Masyarakat Pencinta Buku (Himapbu) sebagai berikut:
Sebagaimana ilmu dan teknologi yang menjadi inti kemodernan harus dapat dipertanggungjawabkan secara etik dan moral, maka agamapun harus bersedia dihadapkan pada pengujian ilmu pengetahuan. Agama adalah suprarasional, walaupun demikian sesuatu yang suprarasional tidak berarti bertentangan dengan rasio, hanya berada pada tingkat yang lebih tinggi. Agama yang tidak bisa bertahan karena bertabrakan dengan ilmu dan teknologi, tidak lagi dapat dikatakan sebagai Agama. (Lihat Harian Kompas Senin tanggal 23 Maret 1985 No. 262 TAHUN KE – 20).
Kami merisetnya selama ± 40 tahun atas dasar Ilmu eksakta secara teori dan praktek dengan bukti-bukti yang otentik. Dan Ilmu eksakta mampu menguraikan Firman Allah yang mengandung energi teknologi dalam Al-Qur’an. Harap dunia Islam memperhatikannya, demi bangkitnya Al-Islam kembali dengan dahsyatnya. Dan demi segala aliran kebatinan di dunia kembali kepada induknya yakni Al-Qur’an dan Al-Hadits dan merupakan potensi maha dahsyat sebagai benteng Agama dan benteng Negara Pancasila.
Sekian uraian mengenai Wabtaghu ilaihil wasilata. Semoga kita semua mendapat Taufik dan Hidayah dari Allah SWT yang Maha Agung, Maha Pemurah lagi Penyayang. Amin. Alhamdulillāhi rabbil ‘Alamin.
Kata Penutup
Dalam uraian yang panjang lebar ini kami tetap tidak mengilmiahkan Allah SWT. Yang terbit daripada Allah SWT, yaitu Nūrun ‘alā nūrin, itu pun tidak kami ilmiahkan. Kami hanya mengilmiahkan Rasulullah ﷺ mulai daripada jasmaninya sampai akalnya, terutama rohnya, karena kita memiliki juga unsur yang tiga itu. Ini yang dapat secara maksimal kita ilmiahkan, yakni yang ada pada kita.
Jadi janganlah para pembaca yang budiman mendakwakan bahwa kami mengilmiahkan hal-hal yang berada di atas daripada apa-apa yang dimiliki Rasulullah ﷺ. Karena kita telah yakin dan percaya bahwa Rasulullah ﷺ itu adalah manusia yang “super genius” karena senantiasa berhampir kepada Allah SWT.
Firman Allah:
وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيدِ
wa naḥnu aqrabu ilaihi min hablil-warīd
“Dan kami lebih hampir kepadanya daripada kedua urat lehernya.” (QS. Qaf ayat 16).
Rohnya tidak bercerai-cerai sepanjang masa dari sisi Allah SWT. Dan pada roh inilah kita fokuskan roh kita pula dalam gabungan yang bersatu-padu. Jadi jangan disangka bahwa kami mengilmiahkan selain daripada Rasulullah ﷺ. Karena inilah objek utama kita yang sempurna lahir batin. Inilah dia konduktor yang sempurna, karena dalam bergabung dengan Rasulullah ﷺ dalam arwahul Muqaddasahnya pasti pulalah kita sampai ke Hadirat Allah SWT. Scope kita, tujuan kita, target kita, fokus kita hanya sampai berhampir pada Rasulullah ﷺ. Bergabung dalam rohaninya otomatis kita menerima, mempusakai, mewarisi apa yang diwarisi Rasulullah ﷺ keseluruhannya, mulai dari ilmunya, sampai pada makrifatnya, dan akhirnya sampai kepada surganya.
Jadi fokus kita, target kita, hanya sampai pada Rasulullah ﷺ. Ke atas, itu tidak kita kupas secara ilmiah apa pun karena tidak perlu dan tidak ada gunanya, karena tujuan telah tercapai.
Saudara-saudaraku Umat Islam di seluruh dunia yang aku kasihi.
Marilah kita murnikan Islam kita kembali, jangan dinodai lagi oleh siapa pun: syariatnya, thariqatnya dan hakikatnya semuanya harus asli (fikih dan tasaufnya) harus sejalan bergandengan tangan, jangan ada yang ditinggalkan. Terimalah Islam itu secara keseluruhan.
ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً
Udkhulū fis-silmi kāffah
“Masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan” (QS. Al-Baqarah, ayat 208).
Hanya dengan mengamalkan keseluruhan Islam (syariat, thariqat dan hakikat Islam) kita menang dunia-akhirat.
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Walillahil Hamd.
Daftar Kepustakaan
Abdillah, Abi Muhammad bin Abi Bakar bin Ayyub ibn Qayyim al Jauziyah, al Manāru al Munif, Jeddah: Dar ‘Alimu Fawaid, tt.
Abdullah, Abi Muhammad bin Isma’il al Bukhari, Al Jami’ush Shahih, Cairo: al Mathba’atus salafiyah, 1400, Jilid I.
_, Al Jami’ush Shahih, Cairo: al Mathba’atus salafiyah, 1400, Jilid IV.
Abi Daud, Imām, Sunan Abi Daud, Beirut: Dar ar Risalah al ‘Alamiyah, 2009, Jilid VII, cet. 1.
Abi, Jalaluddin bin Bakar as Suyuthi, al Jami’ ash Shaghir, Beirut: Darul Kutub ‘Ilmiyah, 2004, cet.2, Jilid I.
Abū Bakr, Abū Muhammad bin Hārūn ar Rūyānī, Musnad Ar Rūyānī, Cairo: Muasasah Qurthubah, 1995, Jilid II.
Ahmad al Yamani, Muhammad bin, an Nawafihul ‘Ithrah, Beirut: Muassasah Kutub Tsaqafiyah, 1412, cet.1.
Amin, Muhammad al Kurdi, Tanwirul qulub fi mu’amalat ‘alamal ghuyub, Indonesia: Haramain, 2006, cet.1.
Anshari, Endang Saifuddin, Kuliah Al Islam Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi, Bandung: Penerbit Pustaka Perpustakaan Salman ITB, 1986.
asSamarqandi, Abi alLaits, Tanbihul Ghafilin, Beirut: Dar Ibn Katsir, 2000, cet.III.
Ashshiddieqy, Hasbi. Pedoman Dzikir dan Do’a. Jakarta: Penerbit Bulan Bintang, cet.ke 2, 1964.
Bakr Abi, Ahmad bin al Husain al Baihaqi. al Jami’ Syuabul Iman. Riyadh: Maktabat al Rusyd, 2003, Jilid II, cet.1.
Djufri. Fadhilah Berdzikir. Bandung: Penerbit Al Ma’arif, 1972.
Gandadiputra, Mulyono dan Amir Hamzah. Al-Asma’ul Husna. Jakarta: Penerbit Yayasan Masagung, 1984.
Halliday, David. Introductory Nuclear Physics. 1957.
Haqi, Isma’il al Khalwati. Ruhul Bayan fi Tafsir al Quran. Beirut: Darul Kutub al ‘Ilmiyyah, 1971, jilid V.
Hibban, Muhammad bin al Bisti. al Ihsan fi Taqrib Shahih Ibn Hibban. Beirut: Muassasah al Risalah, 1988, Jilid I, Cet.I.
__. Al Majruhin min al Muhadditsin. Beirut: Darush Shami’i, 2000, cet. 1, jilid II.
Isa, Abi Muhammad bin ‘Isa bin Saurat at Tirmidzi. Jami’ at Tirmidzi. Riyadh: Bait Afkar ad Dauliah, 2000.
Ibrahim, ‘Abd Allah. Kashif al-albas ‘an faydhat al-khatm Abi al-‘Abbas. al-Maghrib: al-Matba’ah al-‘Arabiyah, 1934.
Muhammad, Ismā’il bin al ‘Ajluni al Jarahi. Kasyful khafa-i wa muzilul ilbas. Beirut: Daru ihya atturats al ‘arabi, 1351, cet.2.
Muhammad Ali, Maulana dan H.M Bachrun, Qur’an Suci-The Holy Qur’an, Jakarta: Penerbit Kutubul Islamiah, 1979.
Muhammad, Najmuddin bin Muhammad al Ghazī, Itqân Mã Yuhsin Min al Akhbār ad Dairah ‘ala al Sunnah, Cairo: al Faruq al Haditsah li ath-Thaba’at wan Nasyr, Jilid I
Muslim, Imām, Shahih Muslim, Riyadh: Dar Taibat lin Nasyr wat Tauzi’, 2006, cet.I, Jilid I.
Shahih Muslim, Riyadh: Dar Taibat lin Nasyr wat Tauzi’, 2006, cet.I, Jilid II
P.Parker, Listrik dan Fisika Atom, 1978.
Qāsim, Abi Sulaiman bin Ahmad ath Thabrani, al Mu’jamul ausath, Cairo: Darul Haramain, 1995, Jilid I.
Sabiq, As Sayyid, Fiqhu as Sunnah, Cairo: al Fathu lil A’lamil ‘arabi, 1325, JIlid I
Soewandi, Pandangan Mengenai Metafisika Barat dan Timur serta Metafisika Tasauf Islam, Medan: Penerbit LIMTI, 1985.
Surin, Bachtiar, Tafsir Al Qur’an, Jilid I,II,III, Jakarta: Penerbit Fa.Sumatera (Disyahkan Depag RI), 1978.
Tajuddin, Muhammad bin Al Munawi Al Haddadi, 272 Hadits Qudsi alih Bahasa H. Salim Bahreisy, Surabaya: Penerbit PT. Bina Ilmu, 1978.
Yahya, Kadirun, Azas-Azas dan Dalil-Dalil Thariqatullah, Medan: Penerbit FIKM-UNPAB, 1984.
Capita Selecta Tentang Agama, Metafisika, Ilmu Eksakta Jilid I, Medan: Penerbit FIKM UNPAB, 1982.
Capita Selecta Tentang Agama, Metafisika, Ilmu Eksakta Jilid II, Medan: Penerbit FIK UNPAB, 1982.
Filsafat Tentang Ke-Akbaran dan Kedahsyatan Kalimah Allah, Medan: Penerbit: FIKM UNPAB, 1983.
Ibarat Sekuntum Bunga dari Taman Firdaus, Medan: Penerbit FIKM-UNPAB, 1982.
Kumpulan Kuliah pada Lembaga Ilmiah Tasauf Islam, Medan: Penerbit FIKM-UNPAB, 1984.
Sinopsis Sistem Mendarah Dagingkan Pancasila, Medan: Penerbit FIKM UNPAB, 1979
Teknologi Modern dan Al Qur’an (Mengiringi Seminar Islam pada IAIN, Medan: Penerbit FIKM-UNPAB, 1983.
Teknologi Modern dan Al Qur’an atau Ilmu Metafisika Eksakta dalam Mengupas Isra’ Mi’raj Rasulullah ﷺ, Medan: Penerbit FIKM-UNPAB, 1984.
Lampiran I
Lampiran ini diambil dari buku Mengamankan Sila Ketuhanan Yang Maha Esa Hasil Symposium I.A.I.N Syarif Hidayatullah Ciputat Kebayoran Lama Jakarta
Kesimpulan-Kesimpulan Symposium “Mengamankan Sila Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Symposium “Mengamankan Sila Ketuhanan Yang Maha Esa” yang diselengarakan oleh I.A.I.N. Syarlf Hidayatullah Jakarta bersama-sama dengan Lembaga Penelitian Gerakan/Aliran Kerokhanian Departemen Agama (LEGA) pada tanggal 4 sampai dengan 8 Februari 1960 di Jakarta, setelah:
Memperhatikan:
- Amanat Y.M. Menko Urusan Agama. Prof. K.H. Saifuddin Zuhri;
- Ceramah Y.M. Menko Hubra, Prof. Dr. Ruslan Abdul Gani tentang “Falsafah Ketuhanan Yang Maha Esa dalam Pancasila”;
- Ceramah dari wakil Panitia Interdep Pakem Kejaksaan Agung tentang “Sejarah Perkembangan Aliran-aliran Kebatinan di Indonesia”.
Mendengar:
- Prasaran Prof. Dr. Selo Sumardjan, berjudul “Kebatinan Mystik sebagai Gejala Sosial”;
- Prasaran H. Abu Bakar Aceh, berjudul “Islam dan Mystik”;
- Prasaran Prof. H, Mahmud Junus, berjudul “Tasawuf dan Pembangunan”;
- Prasaran Y.M. K.H. Moh. Ilyas, berjudul “Bahaya Atheisme terhadap Keamanan Sila Ketuhanan Yang Maha Esa”;
- Pembahasan-pembahasan daripada Pembahas Utama dan;
- Pembahasan Umum dari peserta;
BERKESIMPULAN
I. KEBATINAN/MYSTIK SEBAGAI GEJALA SOSIAL.
A. Sikap terhadap Ilmu Ghaib, Kebatinan dan Agama.
- Mendekati terhadap aliran-aliran Kebatinan yang bersumber asas-asas Islam dan menolak praktek-praktek ilmu Ghaib (dalam pengertian magic/dukun-dukunan).
- Menolak ajaran-ajaran Kebatinan yang bersifat merusak terhadap ‘aqidah dan ajaran Agama Islam.
- Membantu aktif pemerintah untuk memberantas ilmu Klenik.
- Menolak aktif Atheisme.
- Pengamanan Sila Ketuhanan Yang Maha Esa harus dijalankan secara integral melalui bidang dan saluran hukum kenegaraan, sosial, ekonomi, kebudayaan, pendidikan dan lain-lain.
- Para penganjur dan Pembawa Obor Sila Ketuhanan Yang Maha Esa mau tidak mau, sadar, tidak sadar, tidak akan luput dari pandangan umum bahwa ia merupakan contoh kehidupan baik dalam pekerjaannya maupun hidup privenya, yang akan diikuti oleh masyarakat sekitarnya.
B. Methode mempelajari Agama Islam
- Menganggap perlu ditumbuhkannya metode untuk mempelajari Agama yang dapat diterima oleh ulama-ulama dan dunia ilmu pengetahuan.
- Mengharap kepada I.A.I.N. sebagai Lembaga Pendidikan/pengajaran Tinggi Islam untuk mengambil inisiatif dalam menumbuhkan metode tersebut.
II. ISLAM DAN MYSTIK:
- Tasawuf adalah salah satu jalan pelaksanaan dari ajaran-ajaran yang bersumber dari Al-Qur’an dan Sunnah Nabi ﷺ, dan merupakan Islam.
- Tujuan Ilmu Tasawuf, ialah untuk mempertebal Iman dan Tauhid, serta Akhlak.
- Dengan pengertian tasawuf seperti tersebut di atas, maka tasawuf itu dari suatu segi dapat dinamakan mystik.
- Mystik yang salah menurut Islam ialah segala praktek keagamaan yang tidak berasal dari Syariat Islam, dan yang berkeyakinan tidak berdasarkan I’tiqad yang telah ditetapkan dalam pendirian-pendirian Ahli Sunnah wal Jama’ah.
- Tariqat tidak lain dari metode melaksanakan tauhid dan ibadah untuk pendidikan rokhani, sebagai madrasah, suatu metode untuk memudahkan memahami pengajaran ilmu pengetahuan; berfaedah bagi Imu dan amal Islam selama tidak menyeleweng dan tidak disalah gunakan untuk pemerasan atau pelanggaran susila.
- Di samping melaksanakan segala amal ibadat yang wajib dengan sebaik-baiknya. Islam juga menganjurkan memperbanyak amal sunat, seperti zikir, shalawat, do’a wirid dan sebagainya, sehingga Syariat, tariqat, haqiqat, dan ma’rifat tidak dapat dipisah-pisahkan antara satu sama lainnya. Oleh karena itu, melaksanakan tariqat harus dibarengi dengan Syari’at.
- Apa yang dinamakan “Gerakan Kebatinan” di Indonesia, pada umumnya adalah ditimbulkan oleh kegelisahan jiwa, maka penyaluran dan pemberantasannya sesudah penyelidikan dan pengawasan, hendaklah disusul selekas mungkin dengan penerangan-penerangan dan penyuluhan-penyuluhan agama yang benar.
- Bidang ilmu tasawuf harus mendapat perhatian penuh dari alim ulama, sarjana dan cendekiawan, terutama mahasiswa untuk mengadakan penyelidikan dan pengupasan yang luas, karena ajaran agama di Indonesia tak dapat terlepas dari kehidupan yang ascetik dan mystik (kezuhudan dan keshufian).
- Dianjurkan kepada guru-guru yang mengajarkan tasawuf, agar menekankan pelajaran-pelajarannya terutama kepada perbaikan Achlak dan menebalkan keyakinan uuhid dalam rangka mengamankan Sila Ketuhanan Yang Maha Esa.
III. TASAWUF DAN PEMBANGUNAN:
- Tasawuf adalah ajaran yang mengandung tenaga tersimpan, yang hingga sekarang kurang banyak dipergunakan, padahal bila diterapkan
secara baik ternyata akan sangat bermanfaat bagi berhasilnya nation and character building.
- Hal ini disebabkan karena dalam masyarakat kita masih terdapat salah pengertian terhadap hakikat tasawuf itu, salah pengertian itu antara lain diakibatkan oleh gerakan-gerakan kebatinan yang menyalah gunakan tujuan tasawuf itu dan oleh Kitab-kitab yang berisi Klenik, yang dibolehkan masuk ke Indonesia oleh pemerintah kolonial Belanda.
- Untuk memahami tasawuf yang sebenarnya diperlukan sumber-sumber dan literature, terutama karya-karya Imam Ghozali dan penjelasan-penjelasan yang mengenai tasawuf, sesuai dengan syariat yang sebenarnya menurut Ahli Sunnah wal Jama’ah yang tidak menghambat pembangunan dan kemajuan duniawi.
- Ekses-ekses yang timbul dalam mengamalkan ajaran tasawuf adalah disebabkan oleh salah pengertian, dan oleh karena itu tidaklah perlu dijadikan alasan untuk menolaknya.
- Hidup suburnya aliran-aliran kebatinan-kebatinan dan ajaran-ajaran klenik di Indonesia adalah akibat pembawaan manusia yang senang pada tasawuf tetapi tidak mendapat saluran dan bimbingan yang semestinya, sehingga sering merupakan hambatan bagi lancarnya pembangunan. Oleh sebab itu maka tasawuf Islam adalah ajaran yang mampu dan tepat untuk membimbing ajaran-ajaran kebatinan dan klenik yang sesat ke arah yang benar untuk dikerahkan ke bidang pembangunan.
- Semakin tersiar dan semakin diamalkan ajaran-ajaran tasawuf yang benar semakin kuat pulalah kepercayaan orang terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
IV. BAHAYA ATHEISME TERHADAP KEAMANAN SILA KETUHANAN YANG MAHA ESA:
- Komunisme adalah berlawanan dengan agama, karena itu kedua-duanya sama sekali tak dapat dipertemukan.
- Atheisme baik dalam kehidupan maupun dalam keilmuan, wajib diberantas.
- Dalam masalah Iman, Umat Islam tidak mengenal kompromi.
- Pemerintah wajib mengawasi aparaturnya dalam pelaksanaan kewajiban beragama.
- Piagam Jakarta wajib diwujudkan dalam seluruh kehidupan keagamaan dalam negara Indonesia.
- Pendidikan dan Pengajaran agama, terutama tentang Ketuhanan Yang Maha Esa, harus lebih digiatkan.
- Lembaga Penerbitan yang ada pada I.A.I.N Al-Jami’ah perlu menerbitkan buku-buku tentang Marxis yang ditinjau dari sudut Agama Islam.
Jakarta, 8 Pebruari 1966
SYMPOSIUM “MENGAMANKAN SILA KETUHANAN YANG MAHA ESA”
Ketua Sidang Khusus dan Sidang Paripurna ke-III
ttd
(Prof. R.H.A Sunaryo, S.H)
Ketua Sidang Khusus dan Sidang Paripurna Ke IV
ttd
(Ustadz H.Husen Yahya)
Ketua Sidang Khusus dan Sidang Paripurna Ke V
ttd
(Saaduddin Jambek)
Ketua Sidang Khusus dan Sidang Paripurna Ke-VI
ttd
(Prof.H.M.Toha Yahya Omar M.A)
Ketua Umum Panitia Symposium
ttd
(Prof. Drs. Soenarjo)
Lampiran II
Lampiran ini diambil dan Majalah “SARINA” edisi bulan Maret 1985 (Malaysia)
Antara Tarikat Sesat dan Tarikat yang Hak
Kata Syaikh Ahmad Al-Rafale; “Tidak ada jalan yang lebih mudah menghampirkan diri dengan Allah kecuali melalui tarikat.”
Dipetik daripada Al-Arqam Januari 1985
Tarikat merupakan bahagian terpenting daripada perlaksanaan syariat Islam di abidang Tasauf. Mempelajari ilmu Tasauf dengan tidak mengelahui dan melakukan tarikat dianggap sia-sia.
Prof. Haji Abu Bakar Acheh dalam bukunya “Syariat ilmu Fikah menurut tarikat Kadriah” berkata, dalam ajaran Tasauf diterangkan bahawa syariat itu hanya peraturan belaka, sementara tarikat merupakan perbuatan untuk melaksanakan syariat itu. Apabila syariat dan tarikat sudah dapat dikuasai, maka lahirlah hakikat yang tidak lain adalah memperbaiki hal ehwal (zahiriah yakni akhlak yang mulia).
Menurut Al-Ghazali tarikat adalah sebahagian perjalanan syariat batiniah. Walau bagaimanapun untuk menjalani tarikat, menurut Imam Malik dan Imam Al-Ghazali, memerlukan kekuatan di abidang ilmu syariat terutama di bidang Usulluddin (Tauhid).
Kelebihan ilmu tarikat amat banyak. Menurut imam Al-Ghazali di adalam kitabnya Al-Munkizu Minad Dhalalah bahawa kelebihan ilmu tarikat itu akan menjadi seseorang yang menjalaninya mempunyal akhlak yang mulia (zahir dan batin) menepati akhlak nabi.
Kata Sheikh Muhamad AlSulaiman, “barang siapa yang menjalani ilmu tarikat ia akan mendapat kemenangan di dunia dan akhirat serta kesudahan matinya dalam kebajikan (Hasnul Khatimah). Ahli-ahli tarikat sentiasa bersifat tawaduk dan menjauhi takbur (ego).
Kata Sheikh Ahmad Al-Rafaie, tidak ada jalan yang lebih mudah menghampiri diri dengan Allah kecuali melalui tarikat.
Kata Sheikh Syed Muhammad Saman, “orang yang bersusah-susah dan bersungguh-sungguh menempuh jalan riadhatun nafsi (latihan melawan nafsu) dia akan mencapai darjat yang tinggi di sisi Allah. Demikian kelebihan-kelebihan batin yang disebut di dalam kitab Sirrus Salikin tentang kelebihan tarikat. Sementara kelebihan zahariah pula ialah yang menjalani ilmu tarikat ia akan mendapat kekuatan ukhwah, mendapat pertolongan Allah dari tentangan musuh, menjadikan dia taat kepada pucuk pimpinan, gigih berjuang dan berkorban dan sebagainya.
Ini dibuktikan oleh kajian oleh pihak musuh Islam tentang punca-punca kekuatan umat Islam dahulu, sedangkan pada zahirnya mereka kelihatan lemah di bidang material, tapi susah untuk ditumpaskan dan dijajah diri, akal dan jiwa mereka.
Laurens of Arabian salah seorang orientalis sedunia, telah membuat kajian tentang punca-punca kekuatan umat Islam dan didapati bahawa kekuatan umat Islam adalah kerana di barisan hadapannya adalah terdiri daripada ahli-ahli Tasauf dan ahli-ahli Tarikat. Mereka adalah orang yang paling gigih menentang penjajahan dan menangkis kepuraan yang ditaburkan oleh musuh musuh Islam.
Laurens telah membuktikan hujjahnya dengan sejarah bagaimana gerakan tarikat Idrisiah di Maghribi (Maruku) Berjaya merebut kemerdekaan daripada penjajah. Raja-raja kerajaan Osmaniah dan para tenteranya adalah terdiri daripada ahli-ahli tarikat. Mereka berkhalwat beberapa hari sebelum keluar berperang. Selain daripada itu pihak orientalis di atas arahan pihak kolonial telah menyelidik juga tarikat-tarikat; Idrisiah di Libya, tarikat Hatimiah di Sweden dan lain-lain di beberapa buah negara Islam, termasuk Kepulauan Melayu oleh Snouck Hurgronje orientalis Belanda di Indonesia.
Hasil kajian dan laporan yang diberikan kepada pemerintah kolonial itulah yang menyebabkan lahirnya kecurigaan terhadap gerakan tarikat dalam Islam. Laurens Of Arabian telah
diarahkan supaya menyelidik ke dalam masyarakat Islam dengan menyamar sebagai ulama dan mendalami ilmu Islam di Mekah dan Mesir (Al-Azhar) dan ia bertemu dengan ratusan ulama yang besar dan masyhur membincangkan tentang cara untuk mentamadunkan umat Islam di segi kemajuan dunia seperti tamadun Barat serta ia menyebarkan fahaman supaya umat Islam tidak terikat dan tidak fanatik kepada aliran mazhabiah.
Pihak penjajah memandang gerakan tarikat merbahaya kepada mereka. Untuk menyekat dan menghapuskannya, Prof. Haji Abu Bakar Acheh dalam bukunya Syariat telah mendedahkan punca timbulnya ordinan’s guru 1925 di Indonesia. Melalui ordinan’s itu katanya, bagi guru-guru agama yang hendak mengajar agama terutamanya bidang tarikat hendaklah mendaftarkan diri dan mendaftarkan sekaligus kitab-kitab yang hendak diajar. Sementara di negara-negara Asia Timur pula Laurens of Arabia mengupah seorang ulama yang anti mazhab dan anti tarikat supaya menulis sebuah kitab menyerang tarikat. Kitab tersebut diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa dan dibiayai oleh pihak pertubuhan onentalis.
Akibatnya kerajaan Arab Saudi setelah diambil alih oleh pemimpin yang bermazhab Wahabiah telah mengharamkan tasauf dan tarikat sedangkan di situlah (Mekah dan Madinah) mulanya menjadi pusat gerakan tarikat. Aliran faham anti tasauf dan tarikat itu telah menguasai di pusat-pusat pengajian di Timur Tengah dan pusat pengajian di Eropah sehingga para pelajar termasuk di negara ini yang sekarang ini telah bergelar ulama, telah mengikut aliran itu.
Selain menggunakan media massa (buku dan majalah) untuk menghapuskan tarikat saufi, pihak musuh Islam juga menggunakan berbagai-bagai cara lain, di antaranya mereka mencipta tarikat sesat dan menyelewengkan tarikat sebenar melalui menyeludupkan ejen-ejen mereka ke dalam gerakan tarikat. Ejen-ejen mereka itulah yang mendakwa kononnya mendapat wahyu dilantik menjadi nabi, menjadi Nabi Isa, Imam Mahadi dan sebagainya. Di antara yang jelas kepada kita ialah gerakan
Qadiani, Bahai, Ismailiah di India, pimpinan Agha Ghan dan lain-lain. Seorang penulis barat A.J Quine I dalam novelnya The Mahdi tentang bagaimana dua badan perisik dunia mewujudkan Al-Mahdi palsu untuk merosakkan keyakinan umat-umat Islam terhadap Al-Mahdi yang sebenar yang disebut oleh nabi (SAW) akan muncul di akhir zaman.
Gerakan tarikat palsu (sesat) telah dikembangkan di seluruh dunia dan ini menjadi alasan bagi ulama anti tarikat untuk menguatkan hujah mereka bahawa tarikat bukan kepada ajaran Islam termasuk bertawassul itu suatu perbuatan syirik. Gerakan tarikat sesat itu tidak mustahil datang (tersebar) di negara kita seperti mana yang kita dapati timbulnya sewaktu gerakan dakwah sedang berkembang dengan pesat, seperti mana berlaku di Johor oleh Abu Bakar Bapu, Tarikat Cripto, Tarikat Tukang Kayu dan lain-lain sehingga merosakkan tarikat yang sebenar.
Akibat daripada itu pihak jabatan-jabatan agama telah melakukan penyelidikan ke atas tarikat yang sesat itu kemudian membuat kesimpulan menyalahkan semua tarikat–tarikat yang ada termasuk yang hak. Kalau pihak tertentu membuat kesimpulan mendakwa aliran tarikat semuanya sesat, bagaimana hendak kita hukumkan kepada ulama-ulama dahulu yang mengasaskan dan mengamalkan tarikat seperti Al-Ghazali (Tarikat Al Ghazaliah), Syeikh Abd. Kadir Jailani (Tarikat Kadiriah), Abd. Hassan Ali Asyzily (Tarikat Syaziliyah), Muhammad bin Bahauddin (Tarikat Naksyabandiyah), dan lain-lain pengasas tarikat seperti Rafieyah, Ahmadiyah, Dasuqiyah dan lain-lain sebanyak lebih 40 buah tarikat?
Kalau didapati kesilapan dan segi perlaksanaan oteh khalifah atau sheikh tarikat yang kemudian (mutaakhirin) ini, itu adalah kelemahan peribadi, disebabkan kejahilannya. Maka tidak sepatutnya diambil kesimpulan mengharamkan tarikat yang sebenar sama seperti menuduh pengasasnya juga sesat, sedang mereka terdiri daripada orang-orang salih dan para wali.