Medan, 17 Juni 2025 — Program Studi Ilmu Filsafat Universitas Pembangunan Panca Budi (UNPAB) menggelar kuliah umum bertema “Melatih Kecerdasan Jiwa dengan Psikoterapi Tasawuf (Psikosufistik)” bertempat Gelanggang Mahabento UNPAB Medan. Kegiatan ilmiah ini menghadirkan dua narasumber utama: Dr. HR. Wijaya, M.Si, Dosen Psikoterapi Tasawuf UIN Raden Fatah Palembang sekaligus Ketua Konsorsium Asosiasi Psikoterapi Tasawuf Indonesia, serta Assoc. Prof. Dr. Ir. Syarifuddin, MH, Dosen Tetap Filsafat Metafisika dan Tenaga Pakar Metafisika UNPAB. Keduanya membahas pendekatan teoritis dan praksis dalam membentuk kecerdasan spiritual melalui pendekatan tasawuf.
Kegiatan ini di hadiri oleh dekan Fakultas Agama Islam dan Humaniora Universitas Pembangunan Panca Budi Medan, Ka. Prodi Filsafat Metafisika UNPAB, Dosen dan Mahasiswa Prodi Filsafat Metafisika UNPAB

Dalam sambutanya, Ketua Program Studi Ilmu Filsafat UNPAB menyampaikan bahwa tema kuliah umum ini lahir pemikiran dan ajaran tokoh besar tasawuf di nusantara, sang founding father Prof. Dr. Kadirun Yahya, yang telah meletakkan dasar integrasi antara sains, dan metafisika tasawuf islam dalam satu napas keilmuan. Ia menegaskan bahwa ini lah nafas awal universitas ini, dimana sampai saat ini Prodi Filsafat Metafisika UNPAB masih merupakan satu-satunya di Indonesia—dan bahkan sangat mungkin di dunia—yang mengembangkan kajian filsafat berbasis nilai-nilai metafisika tasawuf islam secara sistematik dan akademis. Hal ini menjadi identitas khas UNPAB yang membedakannya dari institusi lain.
Selanjutnya, Dekan Fakultas Agama Islam dan Humaniora menambahkan bahwa kegiatan ini menjadi bagian dari ikhtiar kolektif fakultas dalam membangun ruang ilmiah yang tidak hanya mengedepankan rasionalitas, tetapi juga kesadaran spiritual yang dalam. Beliau menegaskan bahwa di tengah meningkatnya problem eksistensial dan emosional masyarakat modern, pendekatan seperti psikosufistik menjadi sangat relevan dan penting. ini adalah kontribusi nyata UNPAB dalam membangun generasi yang utuh antara Intelektual dan Spiritual.

Setelah sambutan kegiatan dimulai dengan pemaparan materi oleh narasumber. Narasumber pertama Dr. HR. Wijaya, M.Si dalam materinya menjelaskan bahwa psikosufistik adalah bentuk tasawuf terapan yang memiliki fondasi filosofis kuat dalam empat dimensi utama: ontologi, epistemologi, aksiologi, dan metodologi. Ia memaparkan bagaimana praktik ruhani seperti dzikir, khalwat, tafakkur, dan riyadhah bukan sekadar ritual, tetapi jalan ilmiah menuju pembersihan jiwa dan pencerahan ruhani. Lebih dari itu, Dr. Wijaya secara terbuka menyampaikan kekagumannya terhadap sosok Prof. Dr. Kadirun Yahya yang mampu merumuskan tarekat secara ilmiah dan akademik—sesuatu yang, menurutnya, “sangat keren dan luar biasa.” Ia bahkan menyebut pendirian Prodi Filsafat Metafisika UNPAB sebagai langkah intelektual yang unik dan progresif, satu-satunya di Indonesia, yang membuat UNPAB tampil berbeda dan patut menjadi rujukan dalam pengembangan filsafat spiritual di tanah air. “Saya berkali-kali bilang ke rekan, ini keren sekali,” ungkapnya.

Sementara itu, Assoc. Prof. Dr. Ir. Syarifuddin, MH, selaku Dosen Tetap Filsafat Metafisika dan Tenaga Pakar Metafisika UNPAB, memfokuskan pembahasannya pada aspek praksis psikoterapi tasawuf. Ia menunjukkan bagaimana amalan-amalan dalam tarikat naqsabandiyah seperti dzikir, tawajuh, dan suluk dapat menjadi jalan nyata dalam menenangkan jiwa. Dengan merujuk langsung pada tarekat Naqsyabandiyah yang diwariskan Prof. Kadirun Yahya, ia menjelaskan pentingnya kehadiran seorang mursyid dalam membimbing proses transformasi spiritual yang otentik. Menurutnya, hanya melalui praktik yang konsisten dan bimbingan yang benar, manusia dapat “mengalami” makna keberadaan Tuhan, bukan sekadar mengetahuinya.

Kegiatan kuliah umum berlangsung dalam suasana serius namun hangat. Para mahasiswa terlihat sangat antusias menyimak materi dan terlibat aktif dalam sesi tanya jawab yang berlangsung dinamis. Para pemateri pun merespons dengan semangat dan keterbukaan, menciptakan dialog ilmiah yang tidak hanya memperkaya wawasan, tetapi juga menyentuh kedalaman refleksi spiritual. Suasana ini menunjukkan bahwa filsafat tidak hanya hidup dalam teks, tetapi juga dalam pengalaman bersama yang membangun kesadaran ruhani. Kegiatan di tutup dengan foto bersama dan penyerahan cendera mata kepada narasumber.